Sejak saat itu dan entah karna alasan apa Raeza begitu dekat denganku, dia seolah menjadi obat atas luka yang menggores hatiku, dia seolah menjadi penopang saat ragaku tak lagi mampu menahan terpaan angin, dia seolah menyediakan bahu untukku bersandar, dia seolah menggenggam tanganku menuntun langkahku saat aku tak tau arah.
Bersamanya terkadang membuatku lupa akan luka yang tengah kurasa. Meski hati terus berontak memintaku bertahan bersama Kak Dany, tapi egoku berkata cukup, aku tak ingin terluka semakin dalam, aku pun ingin bahagia, bahagia tanpa kata tapi atau kata apapun itu.
Waktu terus berlalu, aku dan Raeza semakin sering bersama, entah kenapa dia merelakan waktu luangnya hanya untuk menemaniku dan membantuku mengerjakan tugas sekolah yang semakin hari semakin menggunung. Dia seolah menggantikan peran Kak Dany yang seolah sudah pergi tanpa kabar entah ke mana.
Minggu sejuta langkah, mungkin itu adalah kalimat yang kugunakan bersama teman-teman satu kelasku untuk hari minggu dengan jadwal latihan pagelaran seni. Terik matahari menyerang tubuhku siang itu, kuhentikan langkah saat kulihat seseorang yang selama ini kurindukan tengah mengendarai motor dan tersenyum simpul ke arahku, namun bersamanya duduk wanita berparas cantik yang sangat kukenal. Kak Sarah, yah dia bersamanya.
Aku menjatuhkan tubuh di atas sofa ruang keluarga setibanya di rumah. Pikiranku melayang mengingat kembali seseorang yang berpapasan denganku tadi beberapa menit yang lalu. Aku menghembuskan nafas dengan kasar, mengambil bantal sofa dan menaruhnya di wajahku. Kutenggelamkan segala risau dan sedihku di bawah bantal itu.
"Assalamu'alaikum.. " teriak seseorang dari luar rumah.
"Wa'alaikumussalam" jawabku pelan.
"Assalamu'alaikum.." teriak orang itu lagi.
"Wa'alaikumussalam" jawabku pelan, tanpa beranjak sedikitpun dari posisiku tadi.
"Ra, Raeza tuhh.. Mamah udah suruh masuk" ucap mamah sambil mengangkat bantal yang terletak di wajahku.
"Iyah" jawabku pelan, dan tanpa berkata-kata lagi aku berjalan ke arah ruang tamu menemui Raeza yang sudah duduk manis di sana.
"Ganggu gak?" tanyanya setelah aku duduk dihadapannya.
"Enggak, gapapa calm aja" jawabku sambil tersenyum
“Kamu capek? Atau ngantuk? Tidur aja gih!” ucapnya.
“Gapapa Za, nanti aja.” Jawabku sambil tersenyum ke arahnya.
“Yakin? Kalau capek yah gapapa Gil, kamu tidur dulu aja.”
“Iyah nanti kalau ngantuk pasti langsung tidur.”
“Ya udah, eh gimana latihannya tadi?”
“Alhamdulillah lancar Za.”
“Pementasannya kapan?”
“Hari sabtu depan.”
“Wihhhh... semangat, good luck ya Gil.”
Aku hanya tersenyum dan mengangguk sebagai jawaban.
“Mmm.. Bawa gitar dong.” ucapnya yang disusul seringaian.
Tanpa menjawabnya, aku langsung pergi ke kamar untuk membawa gitar. Beberapa menit kemudian aku kembali menghampirinya dengan gitar ditanganku.
“Nih..” aku menyerahkan gitar itu padanya.
“Duduk sini!” ucapnya sambil menepuk tempat di sebelah kanannya.
“Gak ah, di sini aja.” Jawabku sambil duduk di kursi yang menghadapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritualCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...