Cuaca hari ini terlihat begitu bersahabat, tidak terlalu panas juga tidak mendung. Aku duduk di depan televisi ruang keluarga sambil menunggu seseorang yang akan datang ke rumah.
“Assalamu’alaikum..” sapanya.
Aku berdiri melihat siapa yang datang, dimenit kemudian aku tersenyum dan bergegas untuk membukakan pintu untuknya.
“Wa’alaikumussalam, masuk Za.” Ucapku.
“Kok kayanya sepi sih Ra, pada kemana?” tanyanya sambil duduk di sofa yang berhadapan denganku.
“Iyah, Kak Irma sama Kak Irfan lagi main ke rumah temennya. Ayah juga lagi ke rumah temen-temennya. Mamah lagi ke warung belakang, bentar lagi juga pulang” Jelasku.
“Kamu mau main?” tanyanya.
“Main apa? Ke mana? Sama siapa?” tanyaku.
“Satu satu kek nanya nya. Yah main aja keluar gitu, kan bosen mainnya di rumah terus.” Jawabnya.
Aku terdiam mencerna setiap kata yang baru dilontarkannya. Beberapa menit kemudian aku mengangguk dan mulai mengerti arah pembicaraannya.
“Kamu mau ajak Ara main keluar?” tanyaku sambil menyipitkan mata.
“Mmmm, kalau kamu mau sih.” Jawabnya.
“Eh, gak jadi deng. Aku gak mau karena aku kamu jadi berani main keluar rumah.” Ralatnya di menit kemudian.
Aku tertawa kecil mendengar ucapannya yang terkesan sok dewasa namun ada rasa kecewa yang ia tunjukkan.
“Makasih Za, pengertian banget sih.” Ucapku sambil tertawa.
“Ara gak suka main keluar rumah Za. Rumah itu zona aman dan zona nyamannya Ara, Ara gak mau keluar dari zona ini, Ara gak suka.” Lanjutku.
“Ohh, iyah gapapa. Maaf yah udah ngomong kaya gitu, aku juga gak mau sih masa anak baik kaya gini jadi bandel karena aku ajak main ke luar rumah.” Ucapnya yang dibalas senyuman olehku.
“Eh, tapi kalau main di rumah kaya gini gapapa kan? Gak masalah?” tanyanya.
“Sebenernya sih masalah Za, apalagi kamu ke sini nya tiap hari.” Jawabku sambil tersenyum jahil.
“Terus gimana dong Ra? Mamah kamu marah gak aku suka ke sini terus?” tanyanya lagi sedikit panik.
“Mmmm gimana yah?” jawabku masih dengan senyuman jahil.
“Raaa..” ucapnya mulai bertambah panik.
Aku tertawa puas melihatnya dirundung kepanikan.
“Ara bercanda Za, gapapa kok. Mamah sih oke-oke aja asalkan mainnya di rumah” Ucapku sambil menirukan gaya mamah.
Raeza mendengus kesal melihat tingkahku, sedangkan aku tertawa puas karena berhasil membuatnya panik.
“Ra, bawa gitar dong.” Ucapnya.
“Iyah.” Ucapku sambil melangkah ke dalam rumah.
Tak lama kemudian, aku kembali dengan gitar yang sudah ada di tanganku dan menyerahkannya. Aku tak langsung duduk, aku kembali ke dalam rumah untuk membawa makanan yang sengaja disiapkan mamah untuknya.
"Terlintas keinginan tuk dapat
Hilang ingatan agar semua terlupakan
Dan ku berlari sekencang-kencangnya
Tuk melupakanmu yang telah berpaling"Aku kembali dengan nampan yang berisi cemilan dan dua gelas air putih. Aku duduk berhadapan dengannya dan tersenyum ketika dia melihatku dengan tatapan itu kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritualCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...