Di sini lah aku berada kini, pondok AQS Kediri-Jawa Timur. Kujalani hari demi hari di sana dengan penuh suka duka bersama teman-teman baru dan keluarga baru.
Hingga menginjak 4 bulan Mamah memintaku untuk kembali ke rumah dan menyudahi masa pondokku. Rindu yang teramat dalam membuat Mamah selalu merasa tak tenang saat berjauhan dengan anak-anaknya.
Mau tak mau akhirnya aku kembali ke rumah dan menyudahi masa pondokku yang berlangsung sangat singkat itu. Tapi kini aku kembali dengan penampilan yang berbeda, dengan hati yang berbeda, dan dengan pemikiran yang berbeda pula.
Aku telah mantap mengenakan gamis dengan kerudung syar'i dan cadar yang selalu menemani. Hatiku tak lagi terluka karenanya, pemikiranku tak lagi terpusat pada cinta.
"Assalamu'alaikum Kak.. " sapaku sambil membungkukkan badan sedikit.
"Wa'alaikumussalam.." jawabnya tanpa tersenyum.
"Kok ada di sini? Lagi liburan?" tanyanya.
"Enggak, Mamah minta Ara pulang dan tinggal di sini aja" jawabku.
"Oh" jawabnya singkat dan pergi meninggalkanku tanpa permisi.
"Kak Dany.." panggilku.
Dia menghentikan langkahnya dan membalikkan badan, tanpa tersenyum dia menatapku dengan tatapan yang begitu dingin.
"Kenapa?" tanyanya.
"Ara minta maaf Ara gak bisa nepatin janji Ara untuk gak pake cadar. Ara udah yakin dan Ara udah nyaman dengan ini" ucapku.
"Gapapa kalo kamu udah nyaman dengan itu" jawabnya datar.
"Kakak duluan, Assalamu'alaikum." lanjutnya dan kemudian pergi tanpa menunggu jawaban dariku.
"Wa'alaikumussalam.." jawabku pelan sambil menatap langkahnya yang semakin jauh.
Yah dulu aku pernah menggunakan cadar, namun dia memintaku untuk melepaskannya dengan ribuan alasan yang dia berikan. Dengan berbagai pertimbangan dengan berat hati aku melepaskan cadar itu. Tapi kini aku telah yakin dengan keputusanku, dan jika Allah mengijinkan aku tak ingin melepaskannya kembali meski dengan ribuan cacian dan hinaan yang kuterima.
Pengabdian kepada masyarakat dengan mengajar anak-anak kecil dan para remaja belajar membaca Al-Qur'an menjadi aktivitas rutin sehari-hariku kini. Dari sinilah, kini aku memiliki sahabat-sahabat baru yang telah kuanggap sebagai adik sendiri karena usia mereka yang berada di bawahku.
Hubunganku dengan Kak Dany tak begitu baik, dengan penampilanku kini ia seolah menjauh, aku tau dia memang tak suka dengan penampilan wanita sepertiku saat ini. Rasanya masih terdengar jelas saat dia mengatakan,
"Gak usah pake cadar, ngapain sih ribet ngeliatnya juga. Biasa biasa aja lah kaya santri santri aliyah, pake rok atau sarung kerudung ukuran biasa biasa gak usah gede kaya gitu" ucapnya sambil melihat dari atas kepalaku hingga ujung kaki.
Tapi apapun itu tak penting rasanya, bagiku kini cadar adalah pilihan tepat yang harus tetap kuperjuangkan meski harus menerima cacian dan hinaan dari orang lain. Teroris, ninja, maling, bibir sumbing, tak punya hidung, jerawatan, semua kata-kata itu terus saja terlontar dari mulut orang-orang yang tak menerima dan tak menyukai penampilanku.
"Gak usah didengerin ya Kak, Kakak cantik dengan itu, biarin aja mereka ngomong apa juga" kata Nurul dengan seutas senyum di bibirnya.
"Kalo ada yang ngejekin Kakak bilang ke Iyang, ntar Iyang yang kasih pelajaran ke orang itu" sambung Gilang.
"Pokoknya Kakak jangan pernah sekali kali ngelepas cadar ya Kak, apalagi hanya karna ucapan mereka" lanjut Gilang.
"Iyah in syaa Allah, makasih yah karna kalian selalu mengobati dan ngasih semangat ke Ara" ucapku dengan senyuman yang tertutup cadar hitam itu.
"Oke kita tutup diskusi hari ini, makasih untuk kesetiaan dan kesabaran kalian dalam mengikuti bimbingan qur'an ini, terimakasih juga untuk dukungan kalian ke Ara, maaf untuk segala kekurangan dan kesalahannya, semoga kita senantiasa istiqomah dalam segala kebaikan dan untuk diskusi minggu depan materi disampaikan oleh Gilang yah, persiapkan. Wassalamu'alaikum wr. wb" ucapku menutup bimbingan qur'an malam itu.
Meski mereka menganggapku seorang pengajar, tapi berat rasanya jika harus memposisikan diri sebagai seorang guru. So, aku hanya selalu memposisikan diri sebagai pemateri dalam sebuah diskusi pembinaan qur'an.
"Wa'alaikumussalam warrahmatullahi wabarakaatu" jawab mereka serentak.
Mereka segera berhamburan ke sudut-sudut tembok masjid dan merebahkan sekujur tubuhnya. Aku masih duduk di tempatku saat Nurul menghampiriku.
"Mau langsung pulang Kak?" tanya Nurul padaku.
"Kenapa emang, mau ngobrol dulu?" tanyaku kembali.
"Boleh?" tanyanya ragu.
"Boleh dong" jawabku.
Canda tawa menemani setiap cerita dan kata yang terucap dari mulut kami berdua. Para laki-laki yang tadi menjauh untuk mengistirahatkan tubuhnya sebentar kembali ikut bergabung dengan kami, membahas dan menceritakan segala hal yang belum mereka mengerti dan telah mereka alami.
Oke cacian juga hinaan boleh saja terus menghujamku, tapi bukankah rencana dan takdir Allah itu jauh lebih indah dan jauh lebih baik dari apa yang kita inginkan? Mereka boleh saja mencaci juga menghina, mereka juga boleh saja menjauh tapi Allah tak akan membiarkanku sendiri, Dia mengirimkan teman-teman baru yang benar-benar menjadi sahabatku bahkan mereka menjadi bagian dari keluargaku.
Apapun bentuknya, apapun cara kalian untuk dapat membuatku melepaskan cadar itu, aku berjanji pada diriku sendiri dan aku berjanji pada Rabb-ku untuk dapat selalu bersabar dan terus menghadapinya dengan senyuman.
Tersenyumlah untuk bahagia, jangan nunggu bahagia untuk tersenyum. Bersabarlah menanti pelangi saat hujan terus membasahimu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritualitéCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...