Dia masih bersandar di bahuku, dia terlihat sangat lemas dan kelelahan. Aku tidak tega untuk menyingkirkan tubuhnya yang terus bersandar padaku. Kulihat dia menghela nafas berkali-kali sambil memegang dadanya.
“Kamu kenapa? Kamu sakit?” tanyaku.
“Aku gapapa kok Ra, hanya sedikit pusing.” Jawabnya lemas.
“Jangan bohong Za, kamu sakit? Ara beliin kamu obat yah, kamu suka minum obat apa?” tanyaku lagi.
“Aku gapapa.” Ucapnya sambil menegakkan tubuhnya kembali.
Dia tersenyum kepadaku, kulihat wajahnya sedikit pucat. Dia terlihat sangat lelah, tubuhnya ia sandarkan pada sandaran sofa dengan tatapan sendu.
“Kalau gak sakit kenapa kaya gini? Lemes banget.” Tanyaku lagi.
“Aku gapapa, cuma pusing, sedikit.” Jawabnya sambil tersenyum meyakinkanku.
Dia terlihat terus menerus memegangi dadanya sambil menghela nafas perlahan berulang-ulang kali. Aku menaruh ponselku di atas meja, namun tanganku di tahan olehnya.
“Kenapa gak dilanjutin mainnya? Main lagi nih.” Ucapnya sambil tersenyum kepadaku.
“Aku beliin kamu obat dulu yah, muka kamu pucat Za.” Ucapku sedikit khawatir melihat wajahnya yang semakin memucat.
“Gak mau, aku gapapa. Apa sih kamu, udah kamu di sini aja. Aku pengen deket kamu.” Ucapnya sambil menyandarkan kembali kepalanya pada bahuku.
Aku menghela nafas berat, sejujurnya aku takut jika dia terus bersandar padaku. Aku takut jika orang tua ku, Kak Dany atau siapapun melihatnya, tapi aku juga tidak tega melihat keadaannya, dia sepertinya memang benar-benar sakit.
Aku memegang dahinya, suhu tubuhnya juga sedikit lebih tinggi, dia terserang demam sepertinya. Kulihat dia memejamkan matanya, ada cairan bening yang keluar dari sudut-sudut matanya. Aku menatapnya semakin tak tega, apa dia merasa sangat sakit hingga dia menangis seperti itu?
“Ra, aku boleh kan tidur sebentar aja?” tanyanya dengan mata yang masih terpejam.
“Iyah Za, kamu tidur dulu aja.” Jawabku cepat.
“Gapapa kan?”
“I..iyah.” jawabku ragu.
Tak ada lagi jawaban darinya, aku semakin tidak tenang berada dalam situasi seperti ini.
“Zaa..” panggilku pelan.
“Hmmm”
“Ara boleh jujur gak sama kamu?” tanyaku ragu yang dijawab anggukan olehnya.
“Ara pegel Za, kamu tiduran di sana gih.” Ucapku ragu.
Dia tertawa pelan mendengar ucapanku. Dia menegakkan tubuhnya, dan membuka matanya, dia melihatku sambil tersenyum kecil.
“Iya deh iya.” Ucapnya sambil berdiri untuk menuju sofa yang lebih panjang.
“Sekarang aku udah sembuh Ra, soalnya kamu udah ngobatin aku.” Ucapnya sebelum melangkah dari sampingku.
Aku hanya tersenyum mendengar ucapannya, perasaanku sedikit melega melihatnya tertawa kembali.
“Ihhhh, mulai gombalin Ara ceritanya.” Ucapku yang dijawabnya dengan tawa.
“Aku tidur dulu yah, bentar.” Ucapnya yang dibalas anggukan olehku.
Aku melihatnya yang mulai membaringkan tubuh di sofa, dia memejamkan matanya. Aku tersenyum melihat tingkahnya. Kuputuskan untuk memainkan ponselku kembali. Memutar shalawatan yang ada di ponselku, aku menutup mata menikmati alunan sholawat. Ketenangan mulai menyelinap padaku, aku tersenyum mendengar alunan itu. Aku kembali membuka mataku, melihatnya kembali, dan kemudian memainkan ponselku.
Lima belas menit kemudian, aku melihatnya menggeliat, perlahan dia mulai membuka matanya. Terdiam sejenak, mengumpulkan kesadarannya.
“Kamu lagi ngapain?” tanyanya dengan suara serak.
“Lihat instagram, kamu mau minum?” jawabku yang dibalas dengan anggukan olehnya.
“Bentar yah.”
Aku berdiri meninggalkannya, berjalan ke dalam untuk mengambilkan minum untuknya. Tak lama kemudian aku kembali dengan segelas air putih ditanganku.
“Nih.” Ucapku sambil menyerahkan minumannya.
“Masih pusing?” tanyaku yang dibalas gelengan kepala olehnya.
“Alhamdulillah.” Ucapku.
“Ra, bawa gitar gih.” Ucapnya.
“Iyah.” Jawabku sambil berdiri, melangkah mengambil gitar.
“Nih.” Ucapku setelah kembali dengan gitar yang kubawa.
Dia mengambil gitar yang kuserahkan padanya, kemudian menaruh kembali di samping kanannya.
“Bangun tidur, minta gitar.” Ucapku.
“Biarin.” Ucapnya sambil tersenyum.
Setelah meneguk habis air minum yang kubawakan tadi, dia mengambil kembali gitar itu dan mulai memetik senarnya. Aku senang melihatnya kembali tersenyum, meski masih tergambar jelas pada wajahnya kelelahan, dan wajah yang masih sedikit pucat, tapi setidaknya dia bisa menegakkan tubuhnya dengan benar.
Dia menghela nafas perlahan, memetik senar gitar itu dengan lihai dan mulai bernyanyi.Menghilanglah dari kehidupanku
Enyahlah dari hati yang telah hancur
Kehadiran sosokmu yang menyiksaku
Biarkan di sini ku menyendiri
Pergilah bersamanya di sana
Dengan dia yang ada segalanya
Bersenang-senanglah sepuasnya
Biarkan di sini ku menyendiri
Terlintas keinginan tuk dapat
Hilang ingatan agar semua terlupakan
Dan ku berlari sekencang-kencangnya
Tuk melupakanmu yang telah berpalingAku sedikit terkejut dan merasa heran dengan lagu yang dinyanyikannya, apa mungkin dia sudah tahu tentang hubunganku dengan Kak Dany? Dia terlihat tersenyum ketika melihatku, dia berikan tatapan yang aku suka sebelum melanjutkan kembali nyanyiannya.
Di sini, kembali
Kau hancurkan ingatan yang seharusnya kulupakan
Dan ku hancurkan adanya..
Letih, di sini
Ku ingin hilang ingatan
(Ingin Hilang Ingatan – Rocket Rockers)
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritualCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...