"Kak, Ara minta maaf yah soal Raeza. Ara gak suka kaya gini terus, tapi Ara juga gak enak sama Raeza, dia kan baik banget sama Ara." Ucapku.
"Iyah gapapa, Kakak percaya sama Ara. Lagi pula Ara mau deket sama laki-laki manapun itu kan hak nya Ara, Kakak gak punya hak untuk ngelarang Ara deket sama laki-laki lain. Tapi kalau boleh Ara jangan sampai membuat Raeza jadi salah paham sama sikapnya Ara ke Raeza, deket boleh tapi jangan berlebihan." Ucapnya sambil duduk di sampingku.
"Iyah. Makasih Kak, pengertian banget sih."ucapku sambil tersenyum.
"Iya dong, siapa dulu, Kak Dany gitu." Ucapnya dengan nada menyombongkan diri.
Sore itu aku duduk bersamanya di bangku taman, senang rasanya dapat berbincang lagi dengannya, tertawa kembali dengannya. Namun tiba-tiba Raeza datang menghampiriku dan membawaku pergi begitu saja. Aku terus memberontak melepaskan cengkramannya dan berteriak meminta tolong pada Kak Dany.
"Za, kamu kenapa sih? Kenapa kamu tiba-tiba dateng terus narik aku. Aku kan lagi ngobrol sama Kak Dany." Ucapku membentak dan menghempaskan tangannya sekuat tenaga.
"Aku gak suka kamu sama Kak Dany, aku kan ada di samping kamu, tapi kamu malah asyik ngobrol sama Kak Dany." Jawabnya.
"Terus masalahnya buat kamu apa? Itu kan hak aku." Ucapku.
Kak Dany datang menghampiriku dan memegang tanganku. Aku menggenggam tangannya lebih kuat seakan meminta agar dia mengajakku pergi. Namun baru saja beberapa langkah aku dan Kak Dany pergi, cairan merah kental keluar dari tubuh Kak Dany. Kulihat golok berukuran cukup besar tertancap di punggungnya. Entah siapa yang melakukan itu, aku menangis dan berteriak ketakutan melihat darah yang terus mengalir. Dia jatuh lunglai tersungkur, wajahnya semakin pucat, aku terus menangis dan berteriak meminta tolong namun tak ada seorangpun yang peduli. Raeza juga melewatiku begitu saja, dia terlihat menggandeng wanita lain, dia bahkan tidak memperdulikan Kak Dany yang kini bersimpah darah.
Suara ketukan pintu membangunkanku dari mimpi itu. Aku terbangun dengan air mata dan keringat yang bercucuran, nafasku memburu, mimpi-mimpi ku belakangan ini sering kali seolah seperti nyata. Aku duduk di tepi tempat tidur sambil menghela nafas perlahan.
"Ra, sahurrr." Teriak mamah dari balik pintu kamarku.
"Iya mah." Jawabku dengan suara khas orang bangun tidur.
Dengan segera aku pergi ke kamar mandi, kemudian menghampiri mamah yang masih sibuk menyiapkan menu sahur.
"Siapkan piringnya Ra, terus bangunin kakak-kakakmu." Ucap mamah.
Aku hanya mengangguk dan pergi meninggalkan mamah untuk melaksanakan apa yang diperintahkannya. Setelah semua siap, kami makan sahur bersama sambil menonton televisi.
Ini adalah sahur pertama Bulan Ramadhan tahun ini, aku bersyukur masih dapat bertemu dengan bulan Ramadhan tahun ini, sungguh Allah sangat begitu baik padaku. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?
"Eh iya Ra, Raeza mudik gak?" tanya mamah tiba-tiba.
"Bilangnya sih enggak mah." Jawabku sambil menyuapkan nasi ke mulut.
"Oh gitu, terus makannya gimana? Di sini sama siapa, kan bukannya semua santri pulang?" tanya mamah lagi.
"Ihh.. mamah kepo banget, sok perhatian lagi sama Raeza." Jawabku ketus.
"Bukan gitu, mamah cuma kasihan, Raeza kan jauh dari orang tuanya."
"Kata siapa? Raeza tuh punya nenek di sini. Lagian kan Raeza pesantren mah, yah makannya di pesantren lah. Katanya sih ada beberapa santri yang gak pulang, Kak Dany juga kan tidur di kobong mah." Jelasku.
"Ohh, kirain sendiri. Syukur kalau gitu, tapi kalau mau buka bareng suruh sini aja."
"Iyah." Jawabku kemudian melanjutkan makan.
Setelah selesai makan sahur, aku kembali ke dalam kamarku. Aku duduk di tepi tempat tidur sambil menatap ponselku.
"Biasanya Kak Dany suka sms, bangunin sahur. Kak Dany udah bangun belum yah? Jangan-jangan kesiangan. Ara sms duluan aja deh." Ucapku dalam hati.
Agil Adara : Kak Dany udah sahur belum?
Beberapa menit kemudian ponselku berdering.
Kak Dany : Udah baru selesai, Ara?
Agil Adara : Udah Kak baru aja
Tidak ada balasan lagi darinya, beberapa menit kemudian aku memutuskan untuk bersiap melaksanakan shalat subuh. Adzan subuh berkumandang, setelah melaksanakan shalat subuh aku segera bersiap untuk pergi mengaji. Aku memanglah bukan seorang santri, aku hanyalah seorang siswa sekolah umum, namun sejak dibawa Kak Dany ke pesantren itu aku jadi selalu mengikuti kegiatan di pesantren itu dan belajar mengaji di sana.
Pengajian selesai pukul tujuh pagi, kami berhamburan keluar dari madrasah. Sinar mentari telah menyinari, menghangatkan tubuhku. Aku berbincang sebentar dengan beberapa temanku sebelum memutuskan untuk pulang. Baru beberapa langkah aku pergi, aku berpapasan dengan Raeza, dia tersenyum ke arahku.
"Mau ke mana, buru-buru banget?" tanyanya.
Teringat akan mimpi semalam, entah mengapa aku tiba-tiba merasa takut dan kesal saat bertemu dengannya.
"Pulang." Jawabku dingin sambil melangkah pergi meninggalkannya.
Dua minggu sudah aku menjalani hariku di Bulan Ramadhan tahun ini. Belum ada yang berubah dari hubunganku dengan Kak Dany, masih tetap sama, sedikit merenggang entah karena alasan apa. Tapi setidaknya aku dan dia masih saling mengirimkan kabar meski tak sesering dulu. Begitupun dengan Raeza, sejak mimpiku malam itu, aku sedikit membuat jarak dengannya meski mamah sering kali membicarakannya bahkan sempat memintaku agar lebih dekat dengannya, seperti halnya hari ini, mamah selalu saja membicarakan Raeza.
"Ra, kalau dilihat-lihat Raeza baik yah, lumayan ganteng lagi." Ucap mamah sambil memotong sayuran untuk menu buka puasa.
"Namanya juga laki-laki ya ganteng lah, kalo perempuan baru cantik." Ucapku sambil membantu mamah menyiapkan menu buka puasa.
"Mmm iyah iyah mamah juga tau. Eh mamahnya Raeza tuh tinggal di mana?" tanya mamah.
"Bekasi." Jawabku.
"Kalau Ara sama Raeza mamah sih setuju-setuju aja." Ucap mamah sambil menaik turunkan alisnya.
Aku menghentikan aktifitas ku seketika, menghela nafas perlahan sebelum akhirnya kembali melanjutkan aktifitasku.
"Ishhh Mamah yah, Ara sama Raeza cuma temenan mah CUMA TEMENAN." Ucapku penuh penekanan.
"Iyah iyah, terserah Ara mamah kan cuma bilang gitu yahh sekedar memberikan saran."
"Saran apa kaya gitu. Ara gak mau ah sama Raeza, katanya Raeza suka mainin perempuan."
"Kata siapa? Masa sih, tapi kaya yang baik."
"Yah Ara gak tau Mah, udah ah ngomongin Raeza terus, kalau ada orangnya nanti kepedean." Ucapku sambil meninggalkan mamah.
"Yaa Allah, Mamah kenapa sih, bukannya Mamah tau kalau Ara deket sama Kak Dany? Arghhh.. ada-ada aja sih, udah tau Ara lagi galau masalah perjodohannya Kak Dany, belum lagi hubungan Ara sama Kak Dany yang merenggang, lah sekarang malah Mamah bilang Mamah setuju kalau Ara sama Raeza, apa coba maksudnya?" gerutuku dalam batin.
"Udah ah pusing mikirin cowo terus, mending Ara ngerjain tugas." Ucapku ketika sampai di kamar.
"Oke Adara, sekarang waktunya belajar. Jangan mikirin Raeza, jangan mikirin Kak Dany, apalagi mikirin tentang perjodohannya Kak Dany, gak boleh, harus fokus belajar. Semangattttttt!" Ucapku sambil mengambil buku dan pulpen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritualCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...