Malam itu terasa sunyi bagiku, tidak, bukan karna tak ada siapapun di sana, tapi aku merasa teman-teman ku menjauh, bahkan Fatimah pun bersikap dingin padaku. Aku ke luar dari masjid setelah selesai mengumpulkan lembaran soal tes yang diadakan malam itu. Aku duduk termenung di pelataraan masjid, menatap langit yang sedang tidak menampakkan kilau bintangnya.
"Allah.. Apa lagi sekarang? Kenapa aku merasa mereka menjauh dariku?" ucapku dalam hati.
"Hey.. "
Suara itu, aku mengenal baik suara itu. Seorang laki-laki dengan kemeja putih, bersarung dan berpeci hitam tengah menatapku dengan sebuah senyuman yang terlukis diwajahnya.
"Kak Dany.." ucapku pelan.
Yahh itu suaranya, suara laki-laki yang kurindukan, dia yang kurasa sudah lama sekali tak menyapaku.
"Ngapain sendirian di sini, gak ikut belajar?" tanyanya setelah duduk di samping kiriku.
"Lagi tes Kak, Ara udah selesai makanya Ara nunggu di sini." jawabku.
"Mmm.. Hebat, yakin mumtaz gak nilainya? Jangan-jangan jawabannya ngaco semua." ucapnya penuh selidik.
"Enak aja, ya enggak lah. In syaa Allah Ara yakin nilainya mumtaz, liat aja nanti." jawabku yakin.
"Awas aja kalo nilainya jelek, ntar Kakak doain biar jadi jodoh Kakak." ucapnya berbisik.
"Apaan sih Kak." ucapku cemberut.
Entahlah sekarang aku merasa tidak nyaman dengan candaannya itu, meski hatiku tidak menginginkan perjodohan itu tapi tetap saja hati kecilku yakin jika dia akan bersama dengan wanita yang menjadi pilihan gurunya.
"Senyum dong, kok cemberut gitu sih?" ucapnya sambil menatapku.
Aku menggeleng pelan dan berusaha melukiskan senyuman meski tak ingin tersenyum.
"Ara masuk yah Kak, dingin juga ternyata lama-lama di sini." ucapku padanya.
"Ya udah gih masuk" jawabnya sambil tersenyum.
"Ya udah Ara masuk yah. Assalamu'alaikum.." pamitku.
"Wa'alaikumussalam.." jawabnya.
Aku melangkah pergi meninggalkannya, kulihat yang lain masih berkutat dengan lembaran soal. Kuputuskan untuk mengambil buku bacaan dan duduk di pojok dekat jendela yang mengarah langsung ke kelas TPA kecil.
Setelah jam pelajaran selesai semua murid dipersilahkan untuk pulang, aku menunggu Fatimah yang masih berbincang dengan beberapa teman yang lain. Namun saat pembicaraan itu selesai, dia hanya melirikku tanpa menyapaku sama sekali. Dia pergi begitu saja melewatiku yang sedari tadi menunggunya.
"Fatimah.. " panggilku sambil berlari mengejarnya.
"Apa sihh, bukannya kamu udah punya temen baru? Sana sama temen baru kamu aja." ucapnya setelah menghentikan langkah.
"Temen baru? Siapa? Ara gak punya temen baru deh perasaan" ucapku heran.
"Iyain aja deh biar cepet" ucapnya ketus dan kembali melanjutkan langkahnya.
"Kamu kenapa sih Fat, Ara punya salah apa sama kamu, Ara minta maaf kalo Ara punya salah sama kamu" ucapku.
Tak ada jawaban darinya, dia malah semakin mempercepat langkahnya seolah tak ingin berlama-lama berjalan bersamaku.
"Fat.. " panggilku.
"Kamu kan udah punya temen baru ya udah sana sama temen baru kamu itu aja, ngapain masih sama aku" ucapnya meninggi.
"Maksud kamu apa sih, temen baru? Siapa?" tanyaku semakin tak mengerti.
Dia terus berjalan tak menghiraukan ucapanku. Tapi akhirnya sebelum dia masuk ke rumahnya dia berhenti dan menatapku.
"Aku gak suka kamu deket sama Raeza, lagipula kamu kan udah sama Kak Dany, kenapa kamu malah deket deket sama Raeza?" ucapnya.
"Ara sama Raeza cuma temenan Fat" jawabku.
"Tapi aku gak suka kamu deket sama Raeza, sekarang terserah kamu pilih aku atau dia" ucapnya sebelum akhirnya meninggalkanku tanpa mendengarkanku lagi.
Hari demi hari, minggu demi minggu silih berganti. Fatimah masih saja mengacuhkanku, aku tak bisa memilih untuk meninggalkan salah satu diantara Fatimah atau Raeza, mereka sama-sama temanku, aku tidak mempunyai alasan untuk mengacuhkan dan pergi meninggalkan salah satu diantara keduanya.
"Dor!!" ucapnya mengejutkanku.
"Raeza" ucapku geram.
"Suruh siapa ngelamun terus, hobi kok ngelamun sih Ra" ucapnya.
"Ara gak ngelamun, cuma lagi mikir" ucapku membela diri.
"Mikir? Emang kamu punya otak? Gaya banget kamu pake mikir segala" ucapnya terkekeh.
"Sembarangan banget ih ngomongnya, ya punya lah" ucapku kesal.
"Yey marah, jangan marah dong, bercanda" ucapnya merengek.
"Lagian ngelamun terus sih kamu, kenapa sih ada masalah?" tanyanya.
"Fatimah marah sama Ara, karna Ara deket sama kamu" ucapku beberapa menit kemudian.
"Mmm.. Udahlah gak usah difikirin, paling dia cemburu karna kamu sering main sama aku. Bukan salah kamu juga kok, dia nya aja pacaran mulu gak punya waktu buat main sama kamu udah tau temennya lagi stres banyak tugas bukannya ajak main malah dia nya pacaran mulu" ucapnya.
"Ntar juga biasa lagi kok, gak usah terlalu difikirin" lanjutnya lagi.
"Semoga aja gitu ya Za" ucapku.
"Iyah" jawabnya.
"Allah.. Aku rindu Fatimah yang dulu, dia yang selalu membuat Ara tertawa dengan semua ceritanya, dia yang selalu marahin Ara kaya emak emak pas Ara gak nafsu makan. Kenapa dia tiba-tiba menjauh? Ara masih gak ngerti dengan alasannya. Tapi Ara berharap persahabatan Ara sama Fatimah bakal balik lagi kaya dulu, Ara rindu gila gilaan bareng dia." ucapku dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta
SpiritüelCinta adalah rasa kasih sayang yang muncul dari lubuk hati yang terdalam, untuk rela berkorban, tanpa mengharap imbalan apapun, dan dari siapapun kecuali imbalan yang datang dan diridhoi Allah. Cinta itu mestinya membahagiakan, bukan membuatmu sedih...