#46

423 12 0
                                    

"Ra, Raeza tuh dari tadi di depan gak dibukain" ucap mamah ketika berdiri di ambang pintu kamarku.

"Raeza?" tanyaku tak percaya.

"Iyah, kenapa gak dibukain?" tanya Mamah penuh selidik.

"Bukan gak dibukain, tapi gak kedengaran Mah" ucapku sambil tersenyum.

"Ya iyah kamu kalo udah nonton korea sama Fatimah, udah deh buta tuli lumpuh untuk kegiatan lainnya" ucap mamah keras.

"Menit menit terakhir bisa kaya gini bareng Mah" ucapku menyeringai.

"Ya udah tuh samperin Raeza nya" ucap Mamah.

"Oke oke"

Dengan bergegas aku segera beranjak meninggal Fatimah yang masih setia menatap laptop itu.

"Za.. " panggilku pelan saat kulihat seorang laki-laki tengah duduk di ruang tamu dengan jari tangan yang saling bertautan satu sama lain.

"Ra.. " ucapnya sambil berdiri dan menatapku.

"Aku denger kamu mau pergi hari ini, aku gak peduli kamu marah atau enggak sama aku, tapi aku gak bisa membiarkan kamu pergi gitu aja, makanya aku memberanikan diri ke sini" jelasnya.

Aku menundukkan pandangan dan berjalan ke sofa yang berhadapan dengannya. Kulihat dia berjalan mendekatiku dan duduk di sebelah kananku. Tak ada yang memulai pembicaraan di beberapa menit pertama.

"Ara minta maaf Za" ucapku tak lama kemudian.

"Maaf untuk apa? Kamu gak salah, aku yang salah, aku minta maaf yah" ucapnya.

"Ara minta maaf karna waktu itu Ara gak percaya sama kamu dan malah ngebentak kamu, Ara minta maaf karna Ara jadi marah sama kamu, Ara minta maaf untuk semua sikap dan ucapan Ara ke kamu kemarin" ucapku sambil menatapnya.

"Gapapa Ra, wajar kalo kamu marah ke aku, mana ada orang yang gak marah saat orang yang disayanginya dikatain kaya gitu" jawabnya sambil menghapus air mataku yang entah sejak kapan mulai mengalir.

"Ara minta maaf ya Za" ucapku menunduk.

"Gapapa Ra" jawabnya.

"Udah lupain aja masalah itu, sekarang aku mau nanya kenapa kamu tiba-tiba pergi?" tanyanya mengangkat pelan wajahku yang masih menunduk.

"Enggak tiba-tiba juga, Ara udah mikirin ini sejak lama tapi Ara baru yakin sekarang dan yang pastinya Ara baru dapet ijin dari Mamah" jawabku.

"Tapi kamu pergi bukan untuk menghindari apa-apa dan siapa-siapa kan?" tanyanya penuh selidik.

"Ya enggak lah Za, Ara emang pengen mondok dari dulu tapi kamu kan tau gimana Mamah, mana bisa Mamah pisah sama anak-anaknya" jawabku.

"Ya udah kalo kamu yakin, kapan berangkatnya?"

"Ntar ba'da isya"

"Maaf yah gak bisa nganter kamu, hati-hati, pokoknya nanti kalo udah sampe sana kabarin aku"

"Iyah in syaa Allah" ucapku sambil tersenyum.

"Aku seneng liat kamu senyum kaya gitu" ucapnya dengan senyuman yang mengembang.

"Ara juga seneng kalo Ara lagi seneng" jawabku menyeringai.

"Mulai deh gaje nya, mmm dasar oncom" ucapnya sambil menyubit pelan kedua pipiku.

Aku terkekeh pelan saat melihatnya mulai kesal dengan kata-kata ku itu. Tapi tak lama kemudian dia kembali dengan senyuman yang terlukis diwajahnya.

"Mmm kamu mau denger cerita gak?" tanyanya.

"Mau mau mau, cerita apa?" jawabku bersemangat.

"Kamu tau Siti Rabiatul Adawiyah?" tanyanya dan dibalas anggukan olehku.

"Dikisahkan suatu ketika ada seseorang yang sangat mencintainya, lalu ditanyalah laki-laki itu "Apa yang engkau cintai dariku?", dia menjawab "matamu, kesholehanmu". Lalu Rabiatul Adawiyah mengatakan "Kalau begitu aku mempunyai adik perempuan, dia masih muda dan juga cantik, matanya pun sangat indah dan dia lebih sholeh dari pada aku. Rasanya dia sesuai untukmu yang juga masih muda, itu dia ada di belakangmu." Laki-laki itupun menoleh ke belakang. Apa kata Rabiah?" tanyanya yang dijawab gelengan kepala olehku.

"Anda Pendusta! Adakah cinta menoleh kepada yang lain? Pergilah engkau pendusta. Jika seseorang mencintai, dia tidak akan menoleh kepada yang lain." lanjutnya sambil tersenyum.

"Kamu ngerti maksudnya?" tanyanya lagi.

"Jika seseorang yang mengatakan dia sangat mencintaimu, maka dia tidak akan menoleh pada yang lain." jawabku.

"Iyah, kalo dia benar mencintai kamu,  dia gak mungkin menoleh ke yang lain, apalagi ninggalin kamu demi wanita lain. Kalo dia melakukan itu berarti semua yang dikatakannya adalah kebohongan"

"Aku harap kamu lebih baik lupakan dia, gak usah mikirin lagi dia, dia cuma ngasih kamu janji tanpa ada bukti sama sekali. Dia bilang dia sayang kamu, dia cinta kamu, tapi apa buktinya? Dia malah nyakitin kamu. Jadi lebih baik kamu lupain dia yah, gak usah mikirin dia lagi" ucapnya panjang lebar.

"In syaa Allah Za, Ara akan belajar untuk lebih ikhlas. Tapi kalo untuk melupakan Ara gak janji bisa ngelakuin itu, lagipula akan jauh lebih baik kalo mengikhlaskan daripada melupakan, iya kan?" ucapku diakhiri senyuman.

"Aku tau semuanya akan terasa sangat sakit, tapi aku yakin kamu bisa. Sekarang kamu fokus aja untuk mondok yah" ucapnya mengelus kepalaku pelan.

"Iya Za, doain Ara yah. Dan makasih untuk semuanya" ucapku tersenyum menatapnya.

"Iyah" jawabnya dengan senyuman yang terus terlukis indah diwajahnya.


Saat Nafsu Mengatasnamakan Cinta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang