Jusuf menatap aneh Calvin yang entah mengapa dan bagaimana ceritanya sudah menunggunya di depan gerbang sekolah. Tidak biasanya seorang Calvin akan datang ke sekolah Jusuf hanya untuk menjemput sang anak ayam paling kecil itu.
"Bang Cal?" panggil Jusuf ragu, siapa tahu yang berada di hadapannya ini bukan Cal melainkan jin yang menjelma menjadi seorang Calvin Antares.
Tanpa menjawab panggilan Jusuf, Calvin berjalan memasuki mobilnya. Duduk di belakang kemudi sembari menunggu Jusuf ikut duduk di sampingnya.
"Bang Cal gak mau culik Jusuf, kan?" tanya laki-laki berseragam itu, memastikan sebelum memasuki mobil dan menempelkan punggungnya pada kursi di samping Cal.
"Mcd dulu ya," ujar Cal memecah keheningan mobil setelah 10 menit. Jusuf yang memang merasa lapar hanya bisa menganggukkan kepalanya, mengikuti keputusan Calvin yang memutar stir mobilnya menuju drive-thru mcd.
Jusuf kira Calvin akan membawanya menuju apartemennya. Namun sepertinya dugaannya salah karena jalan yang ia kenali sekarang adalah jalan menuju kontrakan Bayu dan Aji. Sejujurnya, Calvin juga tidak tahu mengapa ia memutuskan untuk menghampiri Aji yang tengah kelaparan di kontrakan. Ia hanya tidak merasa berkumpul bersama teman-temannya yang lain di warkop merupakan opsi terbaik untuk sekarang.
"Terus, cewek lu berangkat kapan emang?" tanya Calvin setelah mendengarkan cerita Aji yang sedikit membuatnya kesal. 'Kenapa ini anak ayam gak ngaku dari awal dah?' kira-kira itu yang mengisi kepala seorang Calvin sekarang.
"Mantan, Bang. Kan udah pegat," sahut Jusuf dengan santainya, menekankan kata 'mantan'. Aji yang duduk di hadapan Jusuf hanya bisa menatap anak ayam paling kecil itu tajam, sebelum melihat kalender pada ruang tengah kontrakannya. "5 hari lagi," ujar Aji pelan.
Sungguh, pemandangan langka dari seorang Jinendra ini sama sekali tidak terlintas pada kepala Calvin selama perjalanannya menuju kontrakan manusia yang kini menjadi pusat perhatian itu.
"Balikan aja kata gua mah," Calvin mengatakan hal itu seakan menjalin hubungan kembali dengan seseorang yang baru saja mereka akhiri 2 minggu lalu semudah membalikkan telapak tangan. Benar saja, Aji yang mendengar saran dari Calvin langsung mencibir, "Yang bener aja."
"Oh iya, Si-" Aji seketika menutup kembali mulutnya ketika kesadarannya kembali. Calvin menegak habis minumannya, "Lanjutin."
Mendengar perintah dari Calvin, Aji pun kembali bercerita. "Itu, kemaren gua liat Sisil."
Jusuf yang tidak mendapatkan poin penting dari cerita Aji mengerutkan keningnya, "Terus..?"
"Sendiri," lanjut Aji. Oke, Calvin mengerti ke arah mana pembicaraan ini. Seorang Sisil jarang, bahkan sangat jarang terlihat sendiri. Ia terbiasa berjalan bersama beberapa teman perempuannya, atau bersama laki-laki itu. Sepertinya yang satu ini tidak perlu diperjelas.
"Cowoknya kemana emang?" tanya Calvin, membuat Aji dan Jusuf sedikit terkejut. Menatap satu sama lain lalu menatap Calvin penuh perhatian. Anak ayam paling tua di antara ketiga anak ayam tersebut terkekeh, "Ngapa dah?" tanyanya.
"Bang Cal gapapa, kan?" Jusuf terlihat benar-benar mengkhawatirkan Calvin. "Yaelah, udah lama kali. Santai aja," Calvin memamerkan senyumannya sebelum bangkit dari atas karpet. "Beresin weh," perintahnya pada Aji.
"Siap tuan muda."
○●○
Hari ini, entah mengapa Calvin datang satu jam lebih cepat dari waktu kelasnya dimulai. Sangat aneh, bagi seorang Calvin yang langganan datang terlambat dan TA.
Karena itu pula kini teman-temannya yang tengah berkumpul di meja kantin menatap Calvin tidak percaya. "Woy gua kagak mimpi kan?" tanya salah satu temannya.
"Ngapa dah?" Calvin bingung, mengecek ulang penampilannya. Tidak ada yang salah, ia berpakaian seperti biasa.
"Lu segabut itu ya gak punya cewek?" tanya temannya yang lain, menatap Calvin prihatin. Sementara itu, sang pusat perhatian malah tertawa sendiri. Fix, Calvin tidak sehat.
"Sumpah Cal, serem gua. Lu sehat kan?" Calvin masih tertawa ketika temannya meletakkan tangannya pada dahi Calvin, mengecek temperatur tubuh laki-laki itu. "Kagak panas... jangan-jangan!?"
Semua mata pada meja tersebut langsung terfokus pada mahasiswa yang baru saja berbicara setengah berteriak tersebut, "Kenapa?!" balas mereka penasaran. Kecuali Calvin tentunya.
"Sawan ya lu, Cal!?" Calvin kembali tertawa, makin keras. Sebenarnya yang bermasalah itu dirinya atau teman-temannya? Sebuah toyoran ia layangkan pada sang teman, "Lagi ramadhan kan setan dikurung."
"Tapi..." semua mata beralih pada sumber, kali ini termasuk Calvin. "Nungguin yak? Ciaaattt!!"
Untung ingat puasa, kalau tidak mungkin Calvin sudah membuang manusia di sampingnya ke Zimbabwe. "Setan dikurung, kok lu masih di sini?" mendengar itu, Calvin balik menatap temannya yang menatap lurus kedua matanya.
'Maksud lu gua?' kira-kira begitulah makna dari tatapan Calvin.
"Ketek uler," ujar Calvin pasrah. Sebuah tawa terlontar dari mulutnya ketika mendengar ketiga manusia di sekitarnya tertawa, namun tawa tersebut tak bertahan lama. Hingga matanya memicing ke arah jalan masuk kantin.
Tak disangka ia dapat melihat pemandangan yang telah dinikmati Aji tersebut dengan kedua matanya. Sang mantan berjalan seorang diri, tanpa kehadiran sang bodyguard- atau lelaki baru lain di sisinya.
Saat itu juga, Sisil membalas tatapan Calvin. Raut wajahnya berubah, wajahnya pun ikut memerah karena malu akan perpisahan mereka tempo hari. Tetapi sayangnya itu bukan apa-apa dibandingkan hal yang Calvin lakukan selanjutnya. Tersenyum berkesan merendahkan dan menggerakkan mulutnya, "I'm not sorry."
○●○
Aku merasa makin lama makin gak seru, mohon maaf ya :(