Red Orange

391 61 6
                                    

Di suatu pagi yang cerah saat Jusuf masih menduduki bangku sekolah, terjadi sebuah kejadian tak disangka. Seorang Jusuf lupa membawa seragam. Padahal ia sendiri tengah menginap di apartemen Felix, dan besok adalah hari senin.

"Seriusan, Suf?" tanya Esa menatap Jusuf tidak percaya. Bisa-bisanya anak ayam satu ini melupakan benda krusial dalam hidup- seragam.

Di samping Jusuf, Haris sudah lelah mengobrak-abrik tas ransel Jusuf yang hanya berisi buku pelajaran. "Huwaaa, gimana dong?? Kalo ketauan bunda mampus."

"Coba kita pikirin dulu," ujar Esa tenang. Padahal dalam hati sudah asdfghjkl, tapi tidak mungkin ia ikut panik menghadapi Jusuf yang panik. Bisa-bisa Jusuf tidak jadi sekolah. Mungkin ini akibatnya menginap tanpa ada para abang.

"Calm down, Suf. Masih pagi kok," Felix ikut menenangkan. Iya, kelewat pagi malah. Jusuf dan Esa baru selesai melaksanakan shalat subuh ketika Jusuf panik setelah mengecek tasnya.

Di samping Felix, Aji masih duduk dengan setengah nyawa. Ia baru saja tidur 3 jam yang lalu, terlalu asyik bermain nintendo switch bersama Felix.

Ddrrrttt ddrrrrttt

Mendengar ponselnya bergetar, seorang Haris langsung meraih benda persegi panjang atau balok? entahlah, pokoknya itu.

Fazrin
Yang di apart Felix udah pada bangun?

Bayu
Jusuf jangan sampe telat sekolah

Membaca pesan dari para abang, Haris langsung gelagapan. Ia tidak menyangka mereka akan diperhatikan seperti ini. Apalagi dalam situasi yang kurang mengenakkan sekarang, ia tidak tahu harus merespon apa.

"Eh, ditanyain Bang Fazrin ama Bang Bay. Cek grup dah," ujar Haris cepat. Felix langsung membuka group chat, memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan.

Sementara itu, Aji bahkan langsung bertatapan dengan Esa. Sama-sama mengeluarkan tatapan 'Mampus, mau jawab apa?'

"Should we ask them some advice?" tanya Felix, memecah keheningan. Esa memutar otak, terlihat ragu sebelum balik bertanya, "Tanya aja kali, ya?"

Haris dan Aji yang untungnya waras di saat seperti ini pun ikut berpikir keras, memikirkan kemungkinan jawaban dari para abang. Mereka pasti akan memberikan solusi, namun tentunya diikuti wejangan panjang kali lebar. Dan mendengar wejangan di pagi hari dalam situasi ini sedikit... kurang menyenangkan.

Jusuf terduduk dalam diam. Otaknya entah mengapa tidak bisa berjalan seperti biasanya. Ditatapnya satu-persatu para abang di hadapannya mulai dari Haris hingga Esa.

"Bilang aja coba," ujar Esa final. Haris mengangguk setuju, "Siapa tau abang-abang punya solusi."

Felix
We have a problem
Jusuf lupa bawa his uniform

Ino
Eh, seriusan??

Calvin
Udah dicek lagi?

Haris
Gua udah ngecek tasnya 3 kali

Calvin
Cabut aja udah, sehari doang

Aji
Kalo ketauan bunda, mampus

Bahkan Aji yang tadinya masih mengumpulkan nyawa kini dan 'sedikit' turut berpikir sudah ikut bersuara di grup. Setidaknya ia ingin memberi bantuan barang sedikitpun.

Bayu

Terus Jusuf udah mandi?

Haris
Belom

Bayu
Suruh mandi dulu, kita pikirin solusinya

"Mandi dulu, Suf. Wear my clothes first," instruksi Felix pada Jusuf. Yang lebih muda menatapnya tidak enak, merasa bersalah. "Tenang aja," kali ini Aji, mendorong Jusuf menuju kamar Felix.

○●○

Semua orang yang berada di ruang tengah terlihat tegang, bingung, dan lelah. Untungnya Jusuf belum keluar dari kamar Felix- sebenarnya ada Aji yang menahanny di dalam.

Ting tong! Ting tong!

Felix refleks mengecek siapa yang datang ke apartemennya. Teman-temannya bahkan mungkin baru terbangun, jadi siapa yang datang sepagi ini?

"Bang Fazrin!?" ujar Felix, kaget melihat sang abang beruang pecinta ayam datang. Fazrin di hadapannya mengintip ke dalam apartemen, "Jusuf mana?" tanyanya.

"Di kamar," jawab Felix sembari menutup pintu. Fazrin langsung masuk ketika Felix membukakan pintu untuknya tadi.

"Nih, kasih ke Jusuf. Belom kelar mandi, dia?" Fazrin menyodorkan sebuah paper bag pada Haris. Di sampingnya, kedua mata Esa melebar, ia menyadari suatu hal.

"Oiya, Bang Fazrin kan alumni!" Esa tertawa, entah apa yang ia tertawakan. Kebodohan di pagi hari ini atau lega karena mereka dan Jusuf lolos dari ancaman Jusuf tidak sekolah.

"Jangan bilang kalian dari tadi cuma panik sendiri?" Fazrin melepas jaketnya, menghempaskan tubuhnya pada sofa ruang tengah Felix.

"Bang, kita dari abis subuh udah panic panic magic. Gak kepikiran samsek," Felix menghela napas panjang. Haris seperti biasa sudah tertawa hingga kehabisan nafas, membuat Felix menatapnya prihatin. Ia selalu takut Haris akan bengek ketika tertawa seperti ini.

"Suf, Ji! Sini keluar!" panggil Esa, membuka pintu kamar Felix. Terlihat Aji yang ternyata kembali tidur dengan nyamannya dan Jusuf berbaring di samping Aji, memainkan ponselnya. Sepertinya anak itu sudah menyerah ke sekolah.

Haris menyodorkan paper bag dari Fazrin pada Jusuf tanpa berkata apapun. Ia masih berusaha menghentikan tawanya. Memang manusia receh.

"Lho kok...?" Jusuf menatap paper bag di hadapannya dan Haris secara bergantian. "Buruan ganti, ntar telat. Senin kan macet," ujar Esa menyadarkan Jusuf agar segera bersiap. Urusan sarapan, biar Jusuf menanganinya sendiri nanti.

Begitulah kehebohan di senin pagi yang membuat Fazrin mengantar Jusuf sekolah.
"Lain kali check lagi bawaannya, untung seragam gua masih ada. Kalo udah diloakin, coba?" Fazrin menjalankan mobilnya, mulutnya mengeluarkan ocehan tanpa henti.

"Makasih, Bang. Hehe," mungkin hanya itu kalimat yang bisa diucapkan Jusuf.

○●○

Karena semua anak eska udah aku post sebagai awalan, selanjutnya pada penasaran tentang siapa?

Comment please :3

ColorsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang