"Sa."
"Apa?" sepasang insan laki-laki dan perempuan itu menoleh secara bersamaan.
"HAHAHAH."
"Apasih, Jane??" Khansa heran sendiri dengan kelakuan temannya.
"Ketularan virus receh Haris ini mah, fix." Esa menggeleng-gelengkan kepalanya, menatap Jane prihatin. Sementara yang menjadi fokus di antara ketiga manusia itu masih berusaha menghentikan tawanya.
"Apaan nih, rame-rame?"
Mari kita ucapkan panjang umur Haris Januar yang tiba-tiba datang entah dari mana. Kedua alisnya dinaikkan, membuat ekspresi wajah ingin tahu yang terlihat lucu.
"Yis, coba panggil 'Sa' deh. Nanti mereka nengok, lucu banget."
"HAHAHAHAH, oiyaya sama-sama, Sa."
Khansa merapatkan tubuhnya pada Esa, "Gak sehat ini, Sa." bisiknya tepat pada kuping laki-laki itu.
Dan respon yang didapatnya sukses membuat kedua matanya membulat. Sungguh ia tidak menyangka akan mendapatkan respon seperti ini.
Esa dengan entengnya berkata, "Kabur aja yuk," sembari menarik lengannya untuk berdiri lalu berjalan pergi meninggalkan Jane dan Haris.
○●○
Khansa tersentak kaget ketika Esa menepuk pundaknya. Perempuan yang sempat tertidur itu refleks mengucek matanya sebelum memastikan orang yang dilihatnya saat ini bukanlah khayalan atau mimpi belaka.
Mimpi....
Lho, yang tadi cuma mimpi!? -Khansa
"Ngantuk, Sa? Pulang aja deh yuk kalo gitu," ujar Esa, tak tega melihat teman sekelompoknya menahan kantuk hingga tertidur beberapa menit.
"Eh, gapapa kok. Sorry sorry, gue ketiduran. Tadi sampe mana?" Khansa menggeleng-gelengkan kepalanya, berusaha untuk fokus pada topik pembicaraan mereka tadi.
Kali ini, Esa ganti menggelengkan kepalanya, "Gapapa, udah kok. Pulang aja yuk," ajak Esa lagi.
"Ihh, tuhkan Esa. Gue nya jadi ngerasa gak kerja dong kalo gini??"
"Kan dari tadi Khansa udah ngerjain. Ini udah kok, sisa ppt tugas Jane sama Putra."
"Yaudah deh," Khansa memilih mengalah, pertama karena ia malu sudah terciduk tidur di tengah mengerjakan tugas dan yang kedua karena ia tidak sanggup menahan rona wajahnya apabila bertatapan dengan Esa terlalu lama.
"Pulang naik apa, Sa?" tanya Esa saat mereka berjalan keluar dari café. Iya, tadi Khansa tertidur di dalam café. Jadi jangan tanya betapa malunya ia sekarang.
"Gojek paling," jawab Khansa seadanya. Jemarinya bergerak membuka aplikasi ojek online itu dengan lincah, apalagi setelah melihat jam pada ponselnya menunjukkan pukul 21.00
Esa menggigit bibir bawahnya ragu. Niatnya sih ingin melakukan kebaikan, namun rasanya canggung melakukan hal ini pada perempuan selain Jane yang sudah biasa bersamanya.
"Mmm.... Sa, itu..."
"Hm?" Khansa yang masih sibuk dengan ponselnya bahkan tidak melirik Esa sedikitpun.
"M-mau pulang bareng aja nggak?" tawar Esa.
Suasana di sekitar terasa hening seketika. Padahal tidak sedikit orang masih berlalu-lalang di hadapan mereka. Mobil serta motor pun masih mengisi malamnya jalanan di kota.
"Gak... ngerepotin emang?" Khansa balik bertanya.
"Nggak kok, kalo ngerepotin ngapain nawarin."
Khansa terdiam, membuang wajahnya, takut Esa akan melihat kulitnya yang sudah semerah tomat.
Tin!
Sebuah motor melintas di hadapan Khansa yang masih terdiam, membuat Esa harus menarik pelan lengan perempuan itu agar sedikit menyingkir.
"Apaansih," gumam Khansa terdengar Esa.
"Eh, sorry." dilepaskannya pegangan dari lengan Khansa.
"Bukan-"
"I-iya, gua tau kok."
Kembali hening.
Bego banget sih -Khansa
Gimana ya? -Esa
Esa mengusap tengkuk kepalanya sebelum memastikan, "Jadi...?"
"Hah? O-oh... iya," Khansa menganggukkan kepalanya.
"Tunggu bentar ya, gua ambil motor dulu."
○●○
A
pasi aku nulis apa huhu
