Seventeenth

1.2K 216 78
                                    

Flight terakhirnya dari Seoul menuju Daegu memakan waktu tiga jam lebih dua puluh menit dengan titik transit melewati pulau Jeju. Bukan perjalanan yang terlampau jauh sebenarnya, namun Taehyung merasakan kelelahan yang amat sangat akibat kurangnya jam istirahat sejak dua hari lalu. Itu sebabnya Taehyung bersyukur ketika waktu RON semakin dekat.

Berjalan cepat dari lift menuju koridor hotel, Taehyung merasa lega karena sudah bisa menemukan kamar tempatnya bermalam. Jarak hotel dan bandara tidaklah terlalu jauhーtidak lebih dari dua puluh menit menaiki taksi bersama beberapa rekan kabinnya, sampai ia bisa merebahkan diri sepenuhnya di atas ranjang. Dan ia tidak sabar untuk segera memeluk guling.

Hari sudah semakin larut saat Taehyung memasukkan keycard ke dalam holder, badannya benar-benar terasa penat dan letih sampai rasa-rasanya ia ingin berguling saja di lantai berlapis karpet. Tapi besok dia akan kembali menjalankan tugas dengan mendampingi sang pilot menuju Seoul pagi-pagi buta. Jadi Taehyung harus segera tidur sekarang, atau kalau tidak sang Kapten akan menceramahinya dengan hal-hal yang akan menambah migrain di kepala Taehyung.

Sayang, setiap kali pria itu mencoba untuk memejamkan mata, berguling ke kanan dan ke kiri mencari posisi nyaman, bayangan akan Jimin dan Seungyeon yang tengah makan berdua di kafetaria tadi pagi, serta ekspresi yang begitu sarat akan bahagia di wajah keduanya, selalu terlintas dalam pikirannya. Mendadak Taehyung menyesal sudah menuruti langkah Bogeum yang sengaja melewati kafetaria untuk sekadar membeli kopi.

Taehyung mengerang dibalik guling yang menutupi wajah. Kepalanya lantas diolengkan ke samping dan ia termenung.

Sejauh apapun Jimin mengelak bahwa ia tidak ada hubungan apa-apa dengan Seungyeon, toh ujung-ujungnya mereka juga kencan, kan, Taehyung jadi dongkol sendiri dalam hati. Mana pria itu terlihat flirting sekali, pula...

Di detik pertama Taehyung mungkin merasa kesal oleh sikap Jimin yang kadar brengsek dan playboy-nya tidak kunjung berkurang, tapi di detik selanjutnya ia berpikir kembali,

ーkenapa ia harus merasa terganggu?

Seharusnya dia tidak usah mempedulikannya. Walaupun sempat terlintas dalam pikirannya tadi untuk mendatangi Jimin, mencemooh balik pria itu karena apa yang ia katakan semua adalah bulshit, tapi Taehyung rasa itu tidak benar. Bisa-bisa Jimin besar kepala mengiranya cemburu pada Han Seungyeon.

Taehyung menggeleng keras. Ya, benar. Ia tidak seharusnya peduli.

Jimin juga tidak melanggar aturan apapun, bahkan dia sah-sah saja mendekati Seungyeon sekalipun mulutnya berkata lain. Dan Taehyung tidak berhak mencampuri urusan pribadi Jimin lebih jauh lagi. Memang siapa dia? Dan apa bedanya dia dari Jimin yang dulu selalu ikut campur masalah percintaannya?

Taehyung membalikkan tubuh, melempar guling ke sisi lain dan menyelipkan tangan di bawah bantal. Hari ini kepalanya sudah cukup banyak bergulat oleh pemikiran-pemikiran yang tidak penting, dan Taehyung harus mencari cara untuk menghentikannya. Dia tidak akan lagi mengijinkan seseorang mengganggu pekerjaannya, perasaannya, bahkan ketika dia sadar bahwa dia sudah terlanjur terbuai oleh segala tingkah manis Jimin terhadapnya belakangan ini.

Yang perlu Taehyung lakukan adalah menjadi lebih kuat. Jauh lebih kuat dari apapun, dengan begitu ia tidak akan pernah lagi terbayang-bayang oleh masa lalunya bersama dengan Jimin, ataupun Jung Hoseok.

Taehyung menarik selimut dengan kasar, memaksakan diri untuk memejamkan mata, sampai pada detik yang ke lima ponselnya mengeluarkan dering yang nyaris membuatnya mengumpat. Ditendangnya selimut ke sembarang arah, Taehyung berusaha mengingat-ingat kapan terakhir ia meletakkan ponsel metaliknya.

Park Bogeum?

"Halo, Kapten?"

"Ah, Taehyung-ah, belum tidur? Aku membawakanmu jelly strawberry dan salad buah kalau kau mau. Kebetulan staff bandara memberikanku lebih. Tidak keberatan membukakan pintu untukku malam ini, kan?"

Shirushi [シルシ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang