Sixth

1.6K 298 67
                                    

Jeon Jeongguk berjalan tergesa menuju kafetaria yang berada didekat lobi. Tangan kirinya masih memegang kunci motor, sedang yang kanan sibuk membenahi tali tas kulit yang tersampir pada pundak.

Jeongguk kaget. Masih tidak bisa percaya, senior pendeknya ternyata mengenali Kim Taehyung. Ia baru paham ketika membuka pintu kaca kafetaria dan menemukan dua pria tersebut tengah bercakap-cakap seakan sudah lama kenal. Tahu begitu dari dulu saja Jeongguk minta dikenalkan kepada Taehyung. Sayang, daripada mengikuti jejak Jimin dengan memilih sekolah penerbangan, Jeongguk lebih tertarik untuk menekuni bidang arsitektur, yang membuat pertemuannya dengan Kim Taehyung jadi tertunda.

Sesampainya di sana, Jeongguk menemukan Taehyung terlihat santai menyeruput susu cokelat. Sedikit mengangguk dengan senyum ramah kala dirinya datang menyapa. Jimin sendiri dengan wajah masam dan sebelah pipi yang memerah memandang Jeongguk dan bersiap untuk mengeluarkan semburan.

"Apa aku ketinggalan berita? Kalian sudah saling kenal rupanya?"

"Berita, berita, berita dari Hongkong!" omel Jimin dengan wajah yang terlihat lucu di mata Jeongguk. "Kau bilang mau datang jam tujuh, ini sudah lebih dari setengah jam, Jeongguk-ah!"

Jeongguk menggaruk kepala dengan cengiran tampan, lantas menarik kursi dan memilih duduk disamping ko-pilot berparas manis.

"Kau sih, datangnya mendadak sekali. Lagipula tumben saja, kan sudah lama Hyung juga tidak main ke tempatku. Makanya begitu mendengar kalau kau sedang berada di kafe bersama kenalanmu, aku langsung mandi dulu. Tadi bau keringat habis dari kampus," jelas Jeongguk pada Jimin. Manik hitam jelaganya mencuri pandang ke arah Taehyungーpria itu tampaknya tidak terganggu sedikitpun oleh gerutuan berisik Jimin.

"Ah, Taehyung-ssi, sejak kapan kau mengenal Jimin-hyung? Aku kaget lho saat melihat kalian duduk satu meja, tapi seperti jaga jarak begitu. Kau tidak alergi padanya, kan?"

Taehyung melirik, geli akan lontaran jenaka Jeongguk. Mau bilang alergi juga, kasihan Jimin sudah terkena pukulan tangan. Mana keras lagi. Jadi Taehyung memilih untuk tersenyum manis dan menepuk pelan bahu tetangga apartemennya.

"Tidak, tidak sampai alergi. Hanya gerah saja kalau dekat-dekat dengan dia. Bawaannya ingin menampar," Taehyung mengumbar tawa ringan. "Aku memang sudah kenal Jimin sejak lama, Jeongguk-ah. Dia seniorku di sekolah penerbangan. Kau sendiri, bagaimana bisa mengenalnya?"

"Ah, aku adik kelasnya saat SMP dulu. Dia kelas tiga dan aku kelas satu. Dulu kami sempat baku hantam karena dia sering merecoki teman-temanku, mentang-mentang kami anak baru."

Pupil Taehyung melebar mendengar cerita Jeongguk. Lelaki bermarga Jeon sampai terpesona kala senyum kotak Taehyung terukir manis di wajahnya.

Jimin dari kecil memang dasarnya sudah bebal, pikir Taehyung. Dan ternyata sifat itu terbawa, bahkan sampai ia dewasa. Ekor mata Taehyung berbelok kemudian, kepada Jimin yang kini memasang raut wajah tersinggung. Taehyung langsung merasa di atas angin, entah kenapa.

"Kalian memang kompak ya kalau disuruh menyindirku, dasar adik kelas durhaka."

Sudut-sudut bibir Jeongguk mengembang lebar. Sebelah tangannya terentang, sengaja diletakkan dibelakang pundak Taehyung untuk menunjukkan dominasi. "Karma itu ada, Hyung. Dulu kau senang sekali menyiksaku. Dan sekarang aku yang senang, ternyata aku dan Taehyung-ssi memang dipertemukan untuk membully-mu."

Jimin tersentil keras oleh selorohan Jeongguk. Sudut manik hitam miliknya menangkap jengkel pada tangan yang seenaknya saja hinggap di pundak kurus Taehyung. Rasanya Jimin tidak rela jika harus melihat kedua orang itu bersentuhan secara fisik.

Shirushi [シルシ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang