Kim Taehyung tahu, bahwa Kapten Kim Namjoon tengah gusar.
Ini adalah untuk yang ketiga kalinya pria jangkung tersebut berjalan mondar-mandir dihadapannya dengan rahang yang mengeras, bahu yang kaku, serta dagu yang mengencang maju ke depan.
Kursi fantoni pun akhirnya menjadi sandaran terakhir Namjoon setelah lima belas menit sebelumnya ia gelisah menanti.
Yang dinanti adalah ko-pilot pilihan flight planner, yang akan menggantikan Kim Seokjin untuk mendampinginya nanti dalam penerbangan menuju Osaka.
Jelas sekali wajah itu terlihat tidak sabar, sekalipun air mukanya sudah diatur sedemikian mungkin. Namjoon terlalu profesional dalam hal ini, namun Taehyung juga sudah terlampau mengenal sang Kapten, yang notabene adalah kakak sepupu tersayang.
Taehyung mendesah lelah.
"Kapten?"
"...."
"Kapten Kim?"
"...."
"Hyung!"
Namjoon menghentikan pergerakan jemarinya di atas meja kaca. Mata kecilnya secepat mungkin menyambar manik Taehyung, menuntut penjelasan lebih lanjut.
"Kalau kau hanya bisa mondar-mandir, lalu duduk, lalu mengetuk-ngetukkan jemarimu di atas meja dengan ritme yang sungguh mengganggu pendengaranku, itu sama sekali tidak membantu, Hyung."
Terdiam, Namjoon berpikir bahwa kalimat Taehyung benar adanya. Ia terlalu gelisah. Ia terlalu banyak kecewa, karena ternyata Seokjin harus membatalkan penerbangannya esok hari, dengan alasan fisik yang tidak memungkinkan. Dan tanpa memberitahunya.
Tangan Namjoon lantas mencengkeram catatan hasil briefing dengan sang atasan, yang digoreskan pada selembar kertas.
"Aku tahu kau pasti ingin sekali bertemu dengan Seokjin-hyung. Hanya sajaー"
"ーini sudah tugasku. Dan aku harus profesional. Aku tahu itu, Taehyungie," Namjoon memutar bola mata, mematahkan kalimat Taehyung dan membiarkan sang adik mencibir padanya. Kertas hasil briefing dilempar ke dalam tong sampahー
ーyang sayangnya meleset jauh dari tujuan.
"Tapi ini benar- benar gila, Tae. Nyaris seminggu dia tidak memberiku kabar dan tidak membalas pesanku. Begitu tiba saat di mana kami seharusnya bertugas bersama, ia ternyata sudah membatalkannya lebih dulu pada Direktur Sejin tanpa sepengetahuanku. Aku ini kekasihnya, lho. Kalau sudah begitu kau mau aku percaya bahwa ia sedang sakit?" Namjoon berdecak,"ーunbelievable!"
"Seokjin-hyung pasti punya alasan kuat, Hyung. Dia tidak mungkin serampangan seperti itu, dan kupikir kau pasti juga lebih tahu bagaimana dia sebenarnya."
Berjalan setengah hati, Taehyung memungut kertas hasil lemparan gagal Namjoon, dan memasukkannya kembali ke dalam kotak sampah. Kakak sepupunya tersebut memang perlu dinasihati, mengingat skandal hoax yang mungkin sudah menyebar sampai pada telinga Seokjin. Bahwa Namjoon terlibat affair dengan salah seorang pramugari cantik dari satu maskapai yang sama. Taehyung turut berduka untuk keduanya.
"Yang perlu kalian lakukan ketika bertemu lagi dengan Seokjin-hyung adalah berbicara sebaik mungkin. Jangan dia marah, lantas kau juga ikut naik darah. Jelaskan bahwa itu salah paham, dan selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin, maka semua akan berjalan dengan baik, Namjoon-hyung. Percaya padaku. Seokjin-hyung itu sayang sekali padamu."
Namjoon memandang Taehyung tidak percaya. Bagaimana bisa bocah ingusan kesayangannya itu berucap, seolah-olah jam terbangnya akan dunia percintaan jauh lebih tinggi daripada Namjoon?
KAMU SEDANG MEMBACA
Shirushi [シルシ] ✔
FanfictionJimin felt the proofs that they were connected when he held on tightly to Taehyung's warmth, ーbut then, he choose to neglect it. #minv #topjimin #bottomtaehyung #hurt #romance #fiction