Twenty-fourth

1.3K 212 183
                                    

Kim Namjoon senang, penilaiannya akan Jimin tidaklah salah. Pria itu begitu pintar mengimbanginya dalam presentasi dan menjawab beberapa pertanyaan siswa ketika simulasi penerbangan dilakukan, membuat Namjoon tidak ragu untuk merekomendasikan Jimin pada atasan mereka.

Raut gugup Jimin seusai seminar juga diam-diam menjadi daya tarik tersendiri bagi Namjoon. Terlebih ketika gadis-gadis yang menjadi siswa di sana datang untuk mengerubungi seolah Jimin adalah gula dan mereka adalah semut. Saling berebut untuk mendapatkan atensi pilot muda tersebut sementara yang bersangkutan sudah panas dingin luar dalam karena kertas berisi nomor ponsel yang diselipkan di tangannya.

Ya Tuhan, jangan sampai Taehyung lihat... Jangan sampai Taehyung lihat...

Namjoon tertawa dari jauh. Ia lantas menghampiri Jimin, memintanya untuk berkumpul sebentar di barisan kursi depan bersama pembicara lain, mengabaikan erangan kecewa dari para semut yang merasa waktu mereka terganggu. Jimin segera meminta maaf, dan berjanji akan mengunjungi anak-anak itu di lain kesempatan. Kakinya melangkah cepat menyusul Namjoon kemudian.

"Kapten, kau penyelamatkuuu," desahnya lega, mengambil posisi duduk di samping Namjoon dan memegang tengkuk yang kaku.

Namjoon sendiri hanya mendengus, matanya sibuk memperhatikan Kim Seokjin yang berbicara dengan Soobin, pilot muda dari maskapai berbeda. Namjoon langsung memalingkan wajah, cemburu rupanya.

"Jangan remehkan pakaian penerbang. Kau akan terlihat tiga kali lebih seksi karenanya. Apalagi saat mempraktekkan cara kerja simulator." Lalu Jimin tergelak, membenarkan setiap perkataan Namjoon.

Ketika Namjoon mulai berbicara, mengkoordinasi rekan-rekannya sekaligus melakukan evaluasi singkat, mata Jimin menemukan Taehyung tengah berjalan mendekati Seokjin dengan plastik entah berisikan apa. Pilot muda itu menangkap matanya dari kejauhan, tersenyum bangga pada Jiminーsemoga ini bukan pikirannya sajaーlalu mengacungkan jempol tinggi-tinggi ke udara.

Ah, Jimin ingin sekali berlari untuk memeluk dan mencium Taehyung sekarang.

Bolehkah?

.
.
.

Setelah rapat evaluasi berakhir, segelintir orang yang masih tersisa akhirnya berpencar menuju luar auditorium, siap melanjutkan aktivitas pribadi masing-masing. Langit tampak gelap saat Jimin mengintip dari balik pintu kaca. Jam sudah menunjukkan pukul setengah delapan, dan Jimin sengaja menghentikan langkah di depan lobi guna menunggu seseorang. Sesekali kedua tangannya sibuk digesek-gesekkan agar suhu badan tidak terlalu dingin, mengingat badannya kurang bisa beradaptasi dengan suhu karena lelah.

Selang beberapa lama, yang dinanti keluar bersama Kim Seokjin dan Choi Beomgyu. Jimin serta merta menarik tangan Taehyung agar mendekat. Taehyung yang mendapat perlakuan tiba-tiba seketika memekik terkejut, sedang Seokjin disampingnya langsung menaikkan alis seraya bertanya apa maksud Jimin melakukan hal tersebut.

"Ah, maaf, Hyung. Aku hanya mau mengantar Taehyung pulang, boleh?"

Dahi Seokjin berkerut dalam.

"Boleh saja, asal tidak kau apa-apakan."

Yang menjawab adalah Namjoon, yang sudah berdiri menjulang di belakang Seokjin dan membuat ko-pilot di depannya nyaris melompat kaget.

"Y-yah! Namjoon-ah! Bisa tidak sih kalau munculnya tidak mendadak seperti itu?!" Seokjin praktis mengomel.

Namjoon tertawa sampai lekukan manis muncul di masing-masing pipi. Disambarnya lengan Seokjin lembut, kemudian Namjoon memandang Jimin dan Taehyung secara bergantian, tersenyum penuh arti. "Biar aku yang mengantar Seokjin dan Choi Beomgyu pulang. Kalian pergilah sekarang, jangan pulang larut malam. Besok Taehyung harus berangkat pagi."

Shirushi [シルシ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang