Jimin duduk diam di salah satu kafetaria di bandara bersama Kim Namjoon. Sebelah kaki ditumpangkan di atas kaki yang lain, bibir terkunci rapat-rapat seakan memang segan untuk memulai. Tidak ada kata yang terlontar di antara mereka hingga bermenit-menit terlewati, Jimin sungguh tidak menyukai situasi seperti ini. Apa yang sudah ia perbuat memang sampai-sampai Kim Namjoon terlihat berbeda dari biasanya?
"Kau terlihat... suram, Kapten." Jimin tampak berhati-hati sekali dalam memilih kalimat.
"Suasana hatiku memang sedang tidak baik, Park," respon Namjoon, tatapannya menusuk tepat pada bola mata Jimin.
Jimin memberanikan diri memandang sepasang mata tajam itu, karena ia memang tidak tahu-menahu apa hubungannya suasana hati Namjoon dan dirinya.
"Ada yang mengganggu pikiranmu, mungkin?" Jimin mencoba membantu. Sangat tidak nyaman jika kau bekerja, sedang partner-mu memasang wajah kurang menyenangkan. "Kalau kau mau, kau bisa cerita padaku, Kapten. Setidaknya saat penerbangan nanti, perasaanmu bisa sedikit lebih ringan."
Namjoon menaikkan salah satu sudut bibir, terlihat meremehkan. "Segitu yakinnya kau bisa membantuku untuk menyembuhkan suasana hatiku?"
"Errー" Jimin menggaruk pelipis, "ーmungkin?" Dan ia buru-buru menambahkan, "tapi kalau tidak cerita juga tidak apa-apa. Aku tidak akan memaksa, Kapten." Jimin serba salah jadinya.
Salah seorang pramusaji datang mendekat, menyajikan hidangan ringan persis dihadapan keduanya. Harum bawang putih dan rempahnya semerbak, namun hanya sebagai formalitas karena nyatanya, tidak ada salah satu pun dari mereka yang menyentuh hidangan yang disajikan.
"Sebenarnya aku ingin mengatakannya nanti, tapi aku sudah tidak tahan lagi. Ini mengenai kabar yang kurang menyenangkan mengenai adikku, Kim Taehyung," Namjoon meletakkan tangan di atas meja. Menyadari perubahan wajah Jimin yang mendadak tegang, ia tersenyum tipis, "dan ini juga berkaitan denganmu, Park Jimin."
Perasaan Jimin mendadak tidak enak. Perutnya begah, namun ia masih harus tetap terlihat tenang. Dipandangnya Namjoon untuk mencari kepastian. "Kabar kurang menyenangkan?"
"Tentang hubungan kalian."
"Ah, itu," Jimin berusaha tersenyum, "kupikir kau mendukungnya? Bukankah waktu itu kau bahkan mengijinkanku untuk mengantar Taehyung pulang seusai presentasi di akademi?"
Namjoon tersenyum miring. Sorot matanya seakan membekukan syaraf-syaraf keberanian Jimin. "Ya. Aku memang mendukung kalian. Tapi itu dulu, sebelum aku bertemu dan mendengar kisah kalian dari Jung Hoseok."
Napas Jimin tercekat. Manik kecilnya melebar kaget dan ia menelan ludah dengan susah payah. "Jung... Hoseok?"
Namjoon mengangguk. "Jung Hoseok," ulangnya, dan ia tersenyum lagi. Senyum yang begitu mematikan bagi Jimin. "Kau tidak mungkin tidak mengenalnya bukan? Kontraktor hebat, mantan kekasih Taehyung, sebelum kau menghancurkan hubungan mereka."
Mata Jimin berkilat cemas. Mendadak suhu air conditioner seperti meningkat tajam. Banyak pertanyaan yang berkecamuk di kepala Jimin, terutama bagaimana bisa Namjoon bertemu Jung Hoseok. Apa mungkin laki-laki itu berusaha mencari tahu kerabat Taehyung agar perbuatannya terbongkar?
"Kenapa, Park Jimin?" Namjoon mengambil alih atensi Jimin. "Kenapa setelah kau menghancurkan hubungan keduanya, lalu kau kembali mendekati Taehyungie seolah tidak pernah terjadi apa-apa di antara kalian? Apa belum puas kau menyakiti perasaannya? Melecehkannya?"
Jimin merasa terkutuk. Apa yang ia takutkan selama ini akhirnya datang juga. Lebih parahnya lagi, semua terkuak bukan melalui bibirnya maupun bibir Taehyung, melainkan Jung Hoseok. Jimin tidak tahu bumbu-bumbu apa saja yang telah ditambahkan Hoseok dalam setiap ceritanya, sampai-sampai Namjoon kini justru berbalik seakan membencinya. Jimin mengumpat dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shirushi [シルシ] ✔
FanfictionJimin felt the proofs that they were connected when he held on tightly to Taehyung's warmth, ーbut then, he choose to neglect it. #minv #topjimin #bottomtaehyung #hurt #romance #fiction