Twelfth

1.2K 236 90
                                    

Hoseok tahu Taehyung pasti terkejut akan kedatangannya yang begitu tiba-tiba. Dengan sebuket besar penuh berisikan cokelat dan permen alih-alih membawakannya buket bunga, Hoseok berdiri tegak di depan pintu, memamerkan senyum mataharinya yang begitu memikat dihadapan Taehyung.

Pria itu menundukkan kepala, memberi salam. Perut Taehyung sedikit menggelinjang melihatnya.

"Syukurlah aku tidak salah kamar. Ternyata waktu itu kau mengajakku untuk bertemu di gym apartemen ini karena memang tempat tinggalmu di sini, ya?"

Kaki Taehyung refleks mundur satu langkah ke belakang. Ditatapnya Hoseok tidak percaya.

"Hoseok... hyung?"

"Iya, ini aku, Manis," lalu Hoseok tertawa. "Apa kakiku terlihat melayang? Oh, ini sudah pagi, omong-omong."

Kelakar Hoseok tidak lantas membuat Taehyung tersadar. Masih butuh beberapa detik bagi Taehyung untuk terpana, sampai-sampai Hoseok harus menyentuh gemas hidung bangir milik pemuda Kim tersebut.

"Jangan melamun, Tae. Aku ke sini bukan ingin menganggu kok, hanya ingin memastikan kau baik-baik saja."

Mata Taehyung mengerjap cepat. Hoseok masih terus memandangnya dengan senyuman yang tidak kunjung lunturー

ーseperti halnya perasaannya pada Taehyung yang tidak pernah bisa luntur.

Haruskah Taehyung terbawa perasaan sekarang?

Sedang Taehyung sibuk dengan isi kepalanya sendiri, Hoseok tahu-tahu sudah meraih tangan kanan Taehyung dan menyelipkan buket cokelat dengan ucapan lembut di telinga,

"Jangan tolak ya, Tae. Tujuanku ke sini baik, apalagi buket ini, tidak ada jampi-jampinya sama sekali. Jadi jangan dibuang. Aku tulus membelikannya untukmu. Kau masih suka chocopie dan pepero, kan?"

Taehyung refleks mengangguk. Senyum Hoseok semakin merekah karenanya.

"Syukurlah kalau begitu. Yang penting aku tahu kau baik-baik saja di sini," helai-helai berantakan milik Taehyung lantas diusap penuh sayang, "aku pamit dulu ya, Tae. Sebelumnya aku mau minta tolong dengan sangat, jika senggang dan sedang tidak bertugas, balaslah pesanku. Satu atau dua buah kata saja tidak apa-apa. Aku benar-benar rindu padamu, Taehyungie."

Seusai mengucapkan itu, Hoseok masih menunggu beberapa menit balasan dari Taehyung. Namun yang ia harapkan rupanya tidak kunjung datang. Bola mata pria muda di depannya hanya bergerak gelisah dan Hoseok tahu Taehyung mungkin tidak nyaman dengan kehadirannya yang tidak terduga. Apalagi setelah Taehyung memintanya untuk tidak lagi muncul dalam kehidupannya. Rasanya kepala Hoseok berkedut pusing setiap mengingat kalimat dingin Taehyung kala itu.

Menghitung mundur detik-detik yang terbuang percuma, Hoseok menghela napas panjang, melirik jam di pergelangan tangan, lalu menepuk lembut pipi Taehyung.

"Ya sudah kalau begitu, aku ke sini karena kebetulan ada klien yang mau renovasi rumah di daerah ini. Lain kali aku akan menghampirimu lagi jika sedang tidak sibuk. Kau jaga kesehatan ya, Manis. Jangan sampai tergoda oleh pilot-pilot genit di tempat kerjamu, apalagi yang modelnya brengsek seperti Park Jimin. Beritahu aku kalau dia kembali menyakitimu, oke? Sampai jumpa lain waktu."

Kaki Taehyung rasanya begitu berat bahkan untuk bergerak. Sampai akhirnya tubuh Hoseok menghilang dari pandangan, Taehyung tetap mematung di depan pintu dengan buket yang masih tergenggam kuat. Telinganya panas, hidungnya apalagi. Bekas tarikan Hoseok tidak kuat, memang, namun cukup untuk membuat kulit hidungnya memerah malu.

Brengsek.

Taehyung tersadar seketika.

Siapa tadi katanya? Park Jimin?

Shirushi [シルシ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang