"Kau merokok. Kami menemukan dua bungkus rokok dan pemantiknya, serta beberapa benda tajam yang berada di dalam kotak persegi panjang berukuran sedang di dalam tas milikmu. Biasanya, benda-benda tajam seperti itu digunakan untuk berbuat tindakan kriminal, atau mungkin paling kecil melukai diri sendiri. Itu milikmu?"
Hani hanya diam mematung seraya menatap tak percaya pada pemandangan di depannya. Sedang, aku terkekeh kecil menanggapi ucapan Tuan Jang barusan. Benar-benar di luar dugaanku, begitu mengejutkan. Kedua irisku berpendar ke sekitar, mendapati beberapa benda yang terkena razia. Bisa ditebak, sebelum kehadiranku di sini, ruangan ini pasti penuh dengan murid lainnya. Dan sekarang aku mengerti, mengapa hanya aku dan Hani yang berada di sini.
"Hwang Rheya, kami juga melakukan pemeriksaan di seluruh kelas di sekolah ini sejak kemarin, dari semua murid yang terkena razia, memang diantara mereka memiliki kasus serupa denganmu. Bahkan ada... tapi, kami menemukan keanehan ini dari dirimu," tutur Nyonya Yoo seraya menatapku sendu.
"A-apa itu? Tidak. Rheya tidak memiliki itu," gumam Hani yang berada di sampingku. Ia terdengar masih tak percaya.
Aku melirik jam tangan yang kupakai, ternyata kelas sudah masuk lima belas menit yang lalu, di mana aku menghabiskan waktu itu bersama Hani di kantin. Pantas, firasatku benar-benar memburuk saat itu. Dapat kudengar Tuan Jang menghela napasnya begitu gusar, mendengar itu, lagi-lagi aku terkekeh.
"Rheya, sampai kapan?!" tegur Tuan Jang.
"Sampai kapan kau akan memenuhi buku konseling sekolah ini setiap minggunya?" imbuh Nyonya Yoo.
Dapat kurasa jemari Hani menarik rok milikku, pandangannya memang tak beralih, namun dapat kudengar bahwa ia benar-benar shock. "Rheya, itu bukan milikmu 'kan?" gumamnya kembali.
"Apa aku akan mendapat surat panggilan orangtua lagi?" tanyaku langsung. Senyum tipisku masih melekat sejak kali pertama penuturan Tuan Jang tentangku memenuhi rungu.
Tuan Jang sontak menggeleng, aku dapat menemukan rasa tak percaya yang kelewat besar di dalam matanya. Sepercik harapan miliknya mulai mendatangiku, terasa mengetuk hingga pertahananku nyaris luruh. Terlihat begitu besar harapannya agar aku menolak semua tuduhannya. "Tidak. Hanya saja, kupikir ini begitu sulit untuk dipercaya. Hwang Rheya, aku mengenalmu sejak—"
"Kalau begitu tidak perlu percaya, Pak. Karena, aku sendiri tidak akan mempercayainya. Permisi," potongku dengan mengulas senyuman lebarku, persis seperti biasanya.
Segera aku menarik lengan Hani, lekas berbalik berniat pergi. Namun, sekali lagi Tuan Jang berujar, suaranya terdengar serak akan parau, dan aku sama sekali tidak menyukainya. "Rheya, ini kesempatan terakhirmu untuk berada di sini. Jangan lagi! Jangan mempersulit dirimu!"
Aku menunduk, kembali menarik sudut bibir untuk mengulas senyum. Kemudian mendongak, menatap langit-langit ruangan dengan kadar emosi yang masih sempat kutahan di dalam sana.
Benar. Jangan mempersulit dirimu!
Lekas aku menarik langkah, menciptakan suara derap kaki yang perlahan menggema sepanjang koridor yang sepi. Hani hanya terdiam dan tetap menurut mengikutiku. Sepanjang perjalanan, hanya kembali diisi keheningan yang membawa pertahanan masing-masing.
"Jangan menyusahkanku! Rhayel butuh masa depan yang lebih baik darimu. Mengerti?!"
Langkahku semakin cepat.
"Jangan mempersulit keadaan kita, Rheya! Kau menjadi tanggung jawabku juga. Mengertilah, jangan menjadi beban!"
Jangan menjadi beban!Seharusnya aku mengingat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIZE
Fanfiction[The Secret Series: Book I Of Seize] Bersama dengan tangis yang melebur dalam tawa, Taehyung baru menyadari satu hal, yang teramat berarti baginya; presensi Hwang Rheya semakin menjauh. Dan Taehyung tak akan mampu meraih gadisnya itu. Terlepas dari...