"Taehyung!"
Ia berhenti. Helaan napas berat spontan dilayangkan tatkala panggilan tersebut sukses menghentikan langkahnya. Kepalanya menengadah sejenak sebelum kemudian mendadak hatinya terasa gelisah, di satu sisi emosi perlahan merangsek hingga membuatnya mengepalkan kedua tangannya.
Sial!
Seokjin berjalan pelan menuju adiknya. Membuang asal rokoknya, ia lantas berhenti tepat di depan Kang Taehyung yang menatapnya datar. Ia bahkan dapat menemukan kilatan amarah pada kedua iris segelap malam tersebut menatapnya tajam kemudian.
"Kau mau kemana?"
Suaranya terdengar ramah, penuh kasih sayang seperti kakak pada umumnya. Namun, hal itu entah mengapa semakin membuat Taehyung menatapnya nyalang—tak habis pikir mengapa yang ditatap hanya meninggikan sebelah alisnya dengan tatapan penuh tanya.
"Kenapa? Kau menatapku seolah-olah aku baru saja merusak kesenanganmu, Tae." Seokjin berdecak pelan, terkekeh kecil kemudian.
Sial!
Hal itu semakin membuat api di dalam sana berkobar. Taehyung nyaris kehilangan kalimatnya tatkala rasa gamang menyelinap dalam hatinya, lekas membuatnya mendecih seraya membuang muka. Ia bahkan tidak mengerti mengapa rasanya begitu menyebalkan tatkala mendengar kakaknya tertawa hingga perlahan membuatnya geram.
"Bagaimana bisa kau mengatakan hal seperti itu ketika kebahagiaan seseorang baru saja direnggut dengan paksa?" ujarnya lirih, begitu muak dan tak habis pikir.
"Apa? Apa yang kau katakan?" Memainkan lidahnya hingga menyentuh langit mulutnya, Seokjin semakin mendekat. Meraih dagu adiknya dan memaksanya untuk menatap maniknya.
Pemuda itu dapat menemukan seraut wajah tak tenang tengah menatapnya. Ada gurat ketakutan yang dibalut amarah manakala sang adik lekas membuang muka dan merangsek mundur. Seokjin pun tersenyum.
"Tae, bukankah aku sudah menyuruhmu berhenti sedari awal?"
"Tch! Dan kehilangan wanita paling berharga di hidupku?" Taehyung lekas tekekeh sinis kemudian.
"Hyung, aku tahu bahwa kau mengetahui keberadaan ibu. Hanya saja kau memilih diam dan membodohiku selama ini. Kau tahu? Jauh darinya adalah hal terburuk dalam hidupku. Sialnya, aku tidak bisa jauh darimu meskipun aku ingin. Aku tidak tahu mengapa kakak seburuk dirimu tetap saja membuatku menyayangimu. Sial!"
Kepalan kedua tangannya semakin erat, bahkan mungkin—ia bisa saja meledakkan amarahnya saat itu juga. Namun, alih-alih melakukannya, pemuda itu hanya berakhir menghela napas berat sebelum kemudian kembali mengajak tungkainya pergi.
"Aku pergi."
"Taehyung!"
Seokjin mencoba menghentikan Taehyung dengan mencekal lengannya, namun hal itu spontan terlepas manakala Taehyung menariknya dengan kasar dan terus saja melangkah untuk pergi.
'"Taehyung!"
Namun, Taehyung tidak mengindahkannya.
Seokjin menatap lamat-lamat presensi adiknya yang semakin menjauh, sebelum kemudian hilang ditelan pintu. Ada gelenyar aneh yang mendadak mengundang tawanya, menggelitik perutnya hingga ia tertawa. Namun, tawa itu terhenti tak berapa lama, digantikan oleh raut datar selaras dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku.
"Kau tak tahu, Taehyung. Aku hanya mencoba menjauhkanmu dari wanita menyedihkan seperti ibumu. Wanita Sialan yang telah menghancurkan hidupku lebih dulu. Kau pantas mendapatkan semua ini, Tae!"
Menghela napas pelan, ia menatap ke bawah. "Aku bahkan telah mencoba menyayangimu sepanjang hidupku bersamamu."
Sedang di sisi lain—di rumah Hani lebih tepatnya, Rheya pun terjaga tatkala mendengar kegaduhan yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIZE
Fanfiction[The Secret Series: Book I Of Seize] Bersama dengan tangis yang melebur dalam tawa, Taehyung baru menyadari satu hal, yang teramat berarti baginya; presensi Hwang Rheya semakin menjauh. Dan Taehyung tak akan mampu meraih gadisnya itu. Terlepas dari...