Chapter 39

2.2K 252 32
                                    

Flashback

Hari itu begitu gelap, mentari tak mau menampakkan dirinya. Bersama dengan segaris senyuman manisnya, Ryujin menginjakkan kedua kaki jenjangnya memasuki rumah sang kekasih.

Dalam rasa gamang yang mendadak menyelinap, gadis itu dapat merasakan jantungnya bertalu begitu hebat disetiap langkahnya. Ia tidak tahu mengapa dirinya seolah merasakan hawa buruk kala itu, berulang kali hatinya mendadak menolak pikirannya-menyuruhnya untuk segera pergi alih-alih menaiki anak tangga menuju kamar Seokjin, persis seperti yang biasanya ia lakukan.

Menghela napas, mencoba meyakinkan dirinya, gadis itu pun berhenti tepat di depan kamar Seokjin. Mengernyit sesaat tatkala mendapati pintu kamarnya terbuka, Ryujin pun melangkahkan kakinya mendekat kendati debaran di sana semakin menguat.

Kala itu, ia tidak tahu apa yang ada dalam isi kepalanya.

Dan selanjutnya, Ryujin dapat menemukan dirinya tengah memaku tubuh di atas kedua kakinya, mendadak lemas dalam seketika dengan kedua iris yang mulai berkabut. Hatinya mencelos kuat-kuat, seolah dihantam begitu hebat, ia pun merasa begitu sakit. Badai mendadak datang dengan tiba-tiba, sukses mengobrak-abrik sirkuit dalam kepalanya, selaras dengan kacaunya hatinya saat itu.

Seokjin tengah merengkuh lembut ibu tirinya, memperdalam ciumannya sebelum keduanya tenggelam dalam gairah.

Hancur.

Sial!

Tungkainya merangsek mundur, membawa sisa pertahanannya untuk pergi dan melepaskan jerat maniknya untuk beralih. Melepaskan gagang pintu, mengusap kasar buih air matanya yang turun, gadis itu mencoba menguatkan diri selama mungkin kali ini. Kendati rasanya seolah lebih dari sekadar patah-Ryujin tetap mencoba menahan tangisnya. Manalagi ketika kedua irisnya menemukan beberapa bodyguard berdiri pada tempat tertentu yang pasti dapat membuatnya malu, lebih baik ia menyimpan tangisnya itu jika tidak mau Seokjin meledak dalam amarahnya.

Pemuda itu bertindak semaunya, sesukanya, kerap menjadikan orang lain sebagai pelampiasan amarahnya kendati mereka tidak bersalah. Ia tidak segan-segan bertindak di luar nalar hanya untuk melepaskan keinginannya. Seokjin adalah tipikal pemuda tempramen yang kerap membuat Ryujin cukup bosan untuk menemukan pemuda itu meledakkan amarahnya hanya karena bertengkar dengan sang ayah. Ia pun tipikal lelaki yang egois, dan Ryujin membencinya. Pemuda itu akan selalu mendapatkan apa yang ia mau, apa yang ia minta dan dengan apa pun caranya, Seokjin akan mendapatkannya.

Namun, lebih dari apa pun, Ryujin tahu bahwa Seokjin sangat mencintainya. Sangat. Sampai-sampai gadis itu kesulitan menjawab perihal dirinya; apa aku mencintainya selayaknya dia mencintaiku?

Ryujin tahu, Seokjin tidak akan pernah membuatnya menangis. Tidak. Pemuda itu akan melakukan apa pun untuknya. Dan Ryujin benar-benar bersyukur untuk itu.

Tetapi kali ini?

Namun tetap saja, Kang Seokjin tetaplah pemuda yang menyebalkan. Dan sekarang, Ryujin benar-benar tahu, menyesal karena tidak pernah melaksanakan pikirannya sedari dulu.

Harusnya ia menjauh. Harusnya.

Sial!

Gadis itu nyaris saja tersungkur manakala satu kakinya salah injak pada anak tangga, sukses membuatnya menahan napas dan memejamkan mata. Namun sebuah lengan buru-buru menahannya, memegang erat kedua bahunya hingga ditabrakkan pada dada bidangnya. Deru napas itu memburu, Ryujin dapat merasakan kepanikan pada kekasihnya tersebut.

"Ryu, kau baik-baik saja?"

Sial!

Ryujin sontak meringis tatkala mendengar suara Seokjin mendera rungunya. Suara itu, suara yang paling ingin ia hindari saat ini.

SEIZETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang