Menjadi absurd adalah kita; manusia. Di abad yang aneh ini, perasaan sinting telah menjadi normal. Nihilisme berubah menjadi hukum. Dan pesimisme menjalar menjadi cinta.
Agar tidak cepat punah dan menjadi keberadaan tak berguna. Manusia kebanyakan menjilat habis kemaluannya sendiri. Tak memiliki muka lebih dimuliakan dari pada mereka yang agak dalam. Kehormatan tak lebih sekedar kesopanan yang bengis.
Inilah abad, suatu masa, di mana kesopanan terlembut pun menyimpan banyak dendam dan gerutu. Celaan akan banyak hal yang tak ditampilkan di depan mata telanjang.
Setiap orang baik adalah pengecut. Mereka yang terlihat elegan hanyalah sosok sekarat yang hampir mati.
Saat kehidupan telah berubah menjadi Tuhan. Keseharian manusia tak lebih dari omong kosong yang coba ditopengi dengan kata "makna".
Bermakna. Itulah pencarian terakhir yang seharusnya sudah berakhir. Benteng paling belakang dari ras manusia yang masih sedikit menggunakan otaknya.
Untuk apa absurdisme masih dipertahankan kecuali bagi sekumpulan ternak yang tak tahu lagi di mana letak jalan pulang? Dan bagi para pemuja nihilisme yang terlalu bodoh. Mencela segala sesuatu tanpa mengakhiri segala sesuatu itu sendiri adalah candaan paling mengerikan dari kalangan yang harusnya mampu menggunakan cangkang kepalanya.
Di musim semi yang datang terlampau cepat. Fajar menelurkan kegelapan sebelum cahaya matahari jatuh pada bumi yang seharusnya sudah tak lagi ada.
Manusia absurd adalah manusia paling tolol dalam sejarah filsafat kehidupan.
Paling buruk. Paling idiot. Tak berotak.