Dalam diri yang kacau dan hancur, kita, manusia berbentuk daging yang terakhir. Menelan setiap harinya dalam ulangan tanpa akhir yang enggan didalami karena itu beracun.
Itulah sebabnya, menjadi jahat adalah keharusan agar kehidupan tidak terlalu cepat memeluk erat kematian dirinya sendiri.
Dalam limbah usia panjang, kebodohan yang dijalin dengan pendidikan terbaik adalah jalan lapang menuju halusinasi. Karena kenyataan adalah halusianiasi. Bangun dari igauan yang dibentengi bukanlah kesepakatan bersama yang bisa diterima dengan mudah.
Serusak apa pun seorang manusia. Memeluk kehidupan yang sakit jauh lebih diterima dari pada menggorok leher sendiri atau tetangga.
Dan lihatlah, para ternak berkumpul menjadi satu dalam kandang bernama negara!
Negara adalah peternakan manusia dalam skala besar yang dilindungi. Dalam peternakan yang dilabeli hukum, seorang manusia telah dijinakkan dan dikurung dalam segala yang abstrak dan wilayah-wilayah.
Hanya saja, tidakkah negara yang melahirkan rasa sakit yang berlipat? Karena para orang tua hanyalah mesin pencetak ternak yang selalu diperbarui. Maka, batas akhir dari segala ulangan tak akan pernah tercapai.
Kelahiran baru hanyalah berarti ternak dan budak yang baru. Hanya saja, budak-budak ini tak menghasilkan kebahagiaan dan kegembiraan.
Para ternak yang kosong. Hampa. Dan merasa tak lagi memiliki rumah dan cangkang untuk berpulang.
Para bayi adalah tanda bahwa manusia pada dasarnya sudah lama mengalami kegilaan. Karena kehidupan adalah kegilaan itu sendiri.