Kalut

2.9K 374 24
                                    

Selamat Hari Selasa, semoga bahagia senantiasa -Arwah Juna

____

Kacau. 

Mungkin itu yang menggambarkan kondisi Rama saat ini. Sudah tiga hari sejak Arjuna menjadi penghuni ruang ICU dan selama tiga hari itu pula Rama benar-benar menghilang dari jangkauan Dica, Hendras, Endra dan Rija. 

Hari ini Rama menginjakkan kaki di sekolah atas paksaan Ibunya karena tidak enak terus melihat wajah Rama yang kusut. Budhe tahu betul bagaimana Rama sangat menyayangi Arjuna yang selalu menjadi pahlawan bagi Rama sejak kecil. 

"Kemana aja!" Dica menyambut Rama dengan tatapan tajam, perasaan gelisah dan kalut yang dirasakan tanpa sebab membuat Dica ingin cepat-cepat mendengarkan penjelasan. 

"Ngilang! Nggak bisa dihubungi! Kamu nggak tahu betapa kacaunya kita?" Dica meninggikan suaranya, emosinya benar-benar tidak stabil saat ini. "Kamu tahu nggak apa yang ...."

"Juna koma, Ca." Rama semakin menundukkan kepalanya, menyembunyikan getaran di bahunya karena menahan tangis. 

"Kamu bilang apa? Coba ulang sekali lagi. Juna koma? Jangan bercanda!"

"Aku nggak bercanda. Tiga hari belakangan aku di rumah sakit, ini aja aku dipaksa Ibuk buat ke sekolah. Mungkin Juna memang suka jail, tapi kali ini benar,Ca. Juna koma, Juna koma dan dokter bilang kalau dalam waktu satu minggu Juna nggak bangun ...."

"Berhenti di sana brengsek!" Dica meninju rahang Rama yang sekarang sudah menangis, tidak peduli dengan tatapan teman sekelas mereka dan tatapan kosong Endra, Hendras dan Rija. 

"Ini bukan waktunya bercanda! Juna baik-baik aja! Dia cuma butuh istirahat dan ...." Dica terisak juga akhirnya, menatap Rama yang juga menangis tertahan. 

"Kenapa Juna?" Dica mengguncang kedua bahu Rama. 

"Kenapa Juna? Kenapa harus Juna? Kenapa harus Juna! Ada banyak orang di dunia ini, kenapa harus Juna? Jawab aku, Ram! Kenapa harus Juna?" Dica berteriak kesetanan, sedangkan Rama tidak mampu bahkan hanya untuk sekedar menggelengkan kepala atau pun mengangguk. 

Keadaan kelas hening kemudian, tidak ada suara kecuali tangisan Rama dan Dica. Hendras,Endra dan Rija mendekat, merengkuh keduanya erat-erat. Air mata itu bukan berarti Arjuna telah pergi, tapi karena rasa takut yang begitu besar yang mereka rasakan. 

Takut kehilangan.

_____

Tidak berbeda jauh dari Rama, Yudhistira juga terlihat kacau. Ditambah dengan Ibu yang ikut sakit karena efek stress dalam kondisi hamil. Bapak yang diam dan bisnis yang macet, ditambah dengan biaya perawatan yang jumlahnya tidak sedikit. Biaya perawatan yang sudah menghabiskan uang saku dan uang dari beasiswanya, dan menghabiskan nyaris seluruh tabungan Bapak selama ini. Bantuan dari Pakdhe juga belum bisa menutupi biaya untuk ke depannya lagi, belum lagi dengan persiapan kelahiran Ibu nanti dan biaya-biaya lain dari sekolah Arjuna nanti. 

Memikirkan itu membuat kepala Yudhistira terasa berdenyut, belum lagi dengan dia yang melupakan kewajibannya sebagai Kepala Departemen karena terlalu fokus dengan keluarganya. Yudhistira seharusnya tidak sepusing ini jika Bapak dulu mau menuruti permintaannya untuk mendaftar BPJS, namun kekeraskepalaan Bapak yang menganggap semuanya akan rumit membuat Yudhistira menghela napas panjang, Bapak tetap kekeuh bahkan meskipun Budhe sudah membujuk dan sekarang berakhirlah dengan tagihan rumah sakit yang tidak sedikit. 

Karin yang melihat wajah lusuh Yudhistira seharian ini ingin mendekat, namun sayangnya kalah cepat oleh salah satu teman kelas mereka. 

"Kemana aja? Nggak ada kabar? Namamu kucoret yaa dari tugas!"

Nilai [COMPLETE] -- PDF VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang