Kata Orang, Ego dan Takut itu Beda Tipis

3.9K 589 57
                                    

Seperti apa yang dikatakan Arjuna tentang sebuah masalah dalam kehidupan keluarga, masalah itu datang ke keluarganya. Selama ini Arjuna menerima dan mulai terbiasa dengan kehangatan keluarga yang pasang surut, Yudhistira yang semakin sering pulang terlambat, Ibu yang semakin sering mengomel dan Bapak yang terlihat tertekan dengan keadaan keuangan. Arjuna tidak mengerti di bagian mana mereka dikatakan kekurangan, karena bahkan usaha Bapak bisa dikatakan sukses meskipun omzetnya tidak stabil.

_____

Ibu tersenyum saat datang ke warung untuk membeli sayuran, sebentar lagi Arjuna pasti pulang karena membolos. Ibu kelewat hafal jadwal bolos Arjuna sehingga entah kenapa Ibu ingin memasak sayur asam kesukaan Arjuna untuk makan siang. 

Namun, langkah ringan penuh bahagia itu mendadak kaku saat sekumpulan Ibu-Ibu yang merupakan tetangganya tengah membicarakan sesuatu.

"Bu, Juna sering keluyuran malam-malam yaa? Dengar-dengar dia juga jualan barang entah apa, bener itu, Buk?" pertanyaan itu membuat telinga Ibu terasa panas, entah karena marah atau kecewa.

"Kalian tahu berita itu dari mana?"

"Ini bukan berita, tapi banyak yang lihat kalau Juna keluyuran sampai malam, dan pulangnya sama orang-orang yang nggak jelas gitu deh, makanya diawasi anaknya, yang gedhe bisa jadi orang, yakali yang satunya jadi berandalan, bandel kaya gitu jangan dibiarin lama-lama."

"Pasti pergaulannya Juna nggak beres, masa depannya bisa suram kalau gitu terus, Buk. Kenapa dari dulu nggak di pondokin aja di Jawa Timur biar bandelnya kurang dan nggak bikin malu."

Kalimat-kalimat itu membuat Ibu goyah, niatnya pergi ke warung urung dan memilih berbalik untuk pulang tanpa ingin menyanggah semua argumen itu karena dia pun tidak memiliki bukti untuk membela. 

Air mata Ibu menetes apalagi saat melihat Arjuna yang mengendap-ngendap di halaman rumah sebelum masuk ke dalam rumah dan ke kamar untuk tidur.

Ibu tahu betul tabiat itu, dan omongan orang-orang tentang Arjuna membuat Ibu merasa sangat sedih dan marah secara bersamaan. 

Terbersit sebuah pertanyaan, kenapa dia harus menjadi seorang Ibu dari sosok bandel bernama Arjuna. 

Ibu kemudian memilih duduk di dipan yang berada di teras sembari menahan air mata dan itu membuat Bapak yang pulang dari pasar merasa heran dan langsung mendekati Ibu, mengelus punggung Ibu dan membisikkan kalimat penenang. 

"Pak, kenapa Juna harus bandel, Ibuk malu sama tetangga. Rasanya Ibu ini jadi Ibu yang gagal karena nggak bisa ngawasin Arjuna." Ibu mengadu sembari terisak dan itu membuat Bapak yang memang sudah tahu kabar tidak mengenakkan itu memeluk Ibu erat-erat, menguatkan Ibu dengan kalimat penenang. 

"Terkadang Ibuk berpikir gini, kenapa Ibuk harus jadi Ibuknya Juna."

"Kita nggak boleh menyesali takdir, setiap anak terlahir dengan bakat istimewanya masing-masing, dengan karakternya masing-masing , bahkan anak kembar identik sekali pun." Kalimat Bapak membuat senyuman Ibu kembali. 

Namun, kembali lagi pada suatu masalah di mana manusia tidak bisa membuat manusia lain puas atas apa yang ada di kehidupan seorang manusia. 

Kabar tidak mengenakkan itu memang seolah sedang menjadi trending topik, awalnya Ibu dan Bapak memilih percaya kepada Arjuna dan menunggu Arjuna menjelaskan semuanya, namun seperti wilayah yang memiliki batas, Bapak melampaui batasnya, pikirannya terlalu banyak mendengarkan orang lain dan kalimat menyakitkan dari wali kelas Arjuna membuat pikiran Bapak kalut, kalimat yang sarat dengan meremehkan itu benar-benar menghancurkan hati Bapak sehingga Bapak pulang dengan kesal yang bertumpuk-tumpuk di dadanya.

Nilai [COMPLETE] -- PDF VERSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang