Selamat Pagi semuanya :)
Selamat menikmati:)
Yudhistira menghembuskan napas kesal saat tidak menemukan keberadaan Arjuna di ruang tengah atau kamar Arjuna sendiri.
Membawa Arjuna yang dalam kondisi sakit membuat Bapak dan Ibu menjadi khawatir, apalagi dia dan Arjuna sempat kehujanan saat sampai di halaman rumah. Bapak dan Ibu yang niatnya akan berjualan juga tidak jadi berangkat karena hujan turun dengan derasnya.
Seharusnya, setelah sholat isya' Arjuna sudah duduk di meja makan, namun Yudhistira menjadi kesal karena tidak melihat Arjuna di mana pun.
Arjuna itu memang seperti belut, licin dan mudah sekali meloloskan diri membuat Yudhistira menjadi geram serta membuat Bapak dan Ibu menjadi khawatir.
Yudhistira baru bisa menghela napas lega saat melihat Arjuna sedang duduk sendiri di dipan yang berada di teras. Yudhistira menghela napas panjang kemudian kembali ke dalam untuk memberitahu posisi Arjuna, Yudhistira juga mampir ke kamar Arjuna untuk mengambil jaket dan selimut milik Arjuna.
"Lagi mikirin apa? Sampai nggak mikirin badan yang lagi nggak enak." Yudhistira menyampirkan jaket ke punggung Arjuna kemudian menyelimuti seluruh tubuh Arjuna dengan selimut.
"Jadi kayak kepompong aku."
"Biar anget, mas udah minta Ibuk bikinin wedang jahe sama bawa makanannya ke sini."
"Aku lagi nggak nafsu makan, Mas. Makanannya nggak ada rasanya semua."
"Namanya juga orang sakit, tapi harus tetap makan lah, lagian siapa suruh ngeforsir tenaga buat belajar di saat Bapak udah nggak nentuin standar." Yudhistira yang menyadari bahwa dinginnya udara masih menusuk, memilih membawa Arjuna ke dalam rangkulannya, sekalian menghangatkan Arjuna dan dirinya sendiri.
"Mas, tugas seorang anak dari sepasang manusia yang kita sebut sebagai Bapak dan Ibuk itu mulia. Bawa rezeki, mengangkat martabat, membuat bangga, melanjutkan generasi dan membuat mereka berdua bahagia. Aku cuma lagi berusaha memenuhi salah satu tujuan itu yaitu banggain Bapak dan Ibuk dengan standar yang mereka tahu."
"Bukannya nilai itu cuma angka 10 sampai 100? Itu yang buat kamu lebih memilih mendapat skor terbaik di game dari pada nilai sempurna di kertas ulanganmu."
"Nilai sempurna di kertas ujian tidak akan cukup untuk membalas semua kasih sayang Bapak dan Ibuk yang bernilai tak hingga."
Arjuna menghela napas panjang, entah kenapa dia merasa dadanya sesak namun Arjuna tidak ingin membuat Yudhistira khawatir.
Pembicaraan itu terpenggal saat Bapak dan Ibuk menghampiri dan menata makanan di depan mereka, Ibu bahkan memberi selimut tambahan ke tubuh Arjuna.
"Juna makan yaa? biar bisa minum obat." Ibu menghela napas panjang saat Arjuna lagi-lagi menolak untuk makan.
"Mual,Buk."
"Diminum dulu wedang jahenya biar nggak begitu mual, makannya sedikit aja habis itu minum obat." Ibu kembali membujuk Arjuna dan tersenyum saat mendapat anggukan kepala dari Arjuna. Yudhistira yang melihat itu tersenyum, Arjuna terlihat semakin manja akhir-akhir ini dan entah kenapa itu membuatnya merasa gemas sendiri.
Arjuna membaringkan tubuhnya dengan menjadikan paha Ibu sebagai bantal setelah selesai menerima 2 suapan dan meminum obatnya, hal yang membuat Bapak dan Yudhistira menjadi kesal karena harus menyingkirkan bekas makan mereka yang menjadi tugasnya Ibu.
"Masuk yuk, nanti badanmu tambah sakit." Ibu membujuk Arjuna sembari membenahi selimut dan memastikan tidak ada udara dingin yang menyentuh tubuh Arjuna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nilai [COMPLETE] -- PDF VERSION
Ficción GeneralSetahu Arjuna, nilai itu cuma angka 10 sampai 100. Atau Sebenarnya, angka itu berharga untuk orang lain. Angka 10 sampai 100 yang muncul di kertas ujian.