Bab 5 : Pertemuan yang Tak Disengaja

8.9K 322 5
                                    

"Ayo Rani minum obatmu, Abang tak mau kalau sakitmu tambah parah." pinta Dani pada Rani yang masih berkonsentrasi menggambar. Rani mendelik kesal pada Dani dan kembali berkonsentrasi pada gambarnya.

"Rani!?"

"Abang sudahlah, jangan memperlakukanku layaknya anak kecil. Aku bisa sendiri kok." balas Rani.

"Justru kalau kau tak diingatkan, kau akan lupa." sahut Dani sambil menghampiri Rani dengan membawa segelas air hangat dan obat Rani.

"Dokter Hira sudah bilang padamu, kau harus menghabiskan obatmu supaya kau sehat, ini ambillah." kata Dani sambil menyodorkan satu tablet obat pada Rani.

Rani menghela napas dan menerima obat itu lalu meminumnya. "Tidurlah, supaya obatnya mudah bekerja."

"Iya Abang." Rani lalu meletakkan obatnya di meja dan membaringkan tubuhnya di ranjang. Dani tersenyum melihat Rani yang menurutnya dia lalu mengecup pucuk kepala gadis itu.

"Selamat malam Rani,"

"Malam Abang," Dani lalu mematikan lampu dan menutup pintu kamar Rani. Begitu dia mendengar langkah kaki Dani yang berjalan meninggalkannya, Rani bingkas berdiri dan berjalan menuju balkon kamarnya secara perlahan takut kalau Dani tahu.

Setelah dia sampai, Rani lalu turun dengan menggunakan dahan pohon yang berada di dekat balkonnya. Setelah dia sampai di bawah, gadis itu tersenyum lebar dan menjulurkan lidahnya mengejek sang Kakak yang tak sadar kalau dia sudah berada di luar.

Rani secepatnya pergi dari tempat itu. Rasanya senang sekali bisa membebaskan diri dari kakaknya yang sister complex itu tapi rasa senangnya langsung menjadi kesal mengingat sang kakak yang selalu menganggapnya adalah seorang adik yang kekanak-kanakan.

Padahal Rani menganggap dirinya sudah bukan anak kecil lagi. Dia kuat, tak ada yang sanggup melawannya. Dia mengumpat kasar saat kembali mengingat sifat kakaknya.

Saking kesalnya dia menendang kaleng bekas yang di sampingnya. Kedua mata Rani mengikuti arah kaleng yang melayang itu dan membulatkan matanya melihat kaleng itu mendarat dengan keras di kepala seorang pria.

Begitu keras bunyi yang di timbulkan membuat Rani menggigit bibirnya. 'Pasti sakit sekali.' batin Rani.

Dia lalu buru-buru menghampiri si pria yang mengusap kepalanya. "Paman, apa kau tak apa-apa?" tanya Rani merasa bersalah.

"Aku minta maaf karena menendang kaleng itu, sungguh aku tak sengaja mengenai kepala Paman," lanjutnya meminta maaf.

"Kau," Rani yang menundukan kepalanya mengangkat wajahnya dan terkejut melihat Karma menatapnya dengan pandangan datar.

'Hah? Dia lagi? Oh Tuhan, takdir apa yang kau berikan padaku. Kenapa aku selalu menyakiti pria ini?'

"Kenapa kau berada di sini? Ini sudah tengah malam loh, tak baik seorang gadis berkeliaran di tengah malam seperti ini." Rani memutar matanya bosan, dia pergi dari Abangnya yang selalu mengomel hanya untuk kembali diomeli oleh seorang pria yang baru dikenalnya beberapa hari.

Walau dia memakai nada datar tapi dari perkataan yang dilontarkan oleh Karma Rani tahu bahwa dia diomeli. "Paman, apa Paman tak apa-apa?" tanya Rani.

"Tak apa-apa kok," balas Karma datar.

"Apa tak sakit?"

"Sakit,"

"Kenapa ngomongnya datar terus?"

"Kenapa? Aneh ya?" Rani gemas dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh Karma. Ingin rasanya memukul pria ini tapi Karma tak mempunyai salah apa-apa. Dia akan disalahkan jika memukul pria yang di depannya ini.

Hot Daddy [PINDAH DI DREAME]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang