Jurnal 3 : Tetap Hidup

376 70 48
                                    

Seorang gadis berambut sebahu sewarna tembaga tengah menatap pantulan bayangannya pada sebuah cermin kamar, lalu bergumam pelan, "Untunglah aku nggak harus pergi ke pesta dansa konyol itu."

Sudah tiga minggu sejak Regan Vance keluar dari UGD Herdersonville Community Hospital. Dan sudah tiga minggu pula sejak insiden itu terjadi. Insiden yang sempat memenuhi tajuk utama koran-koran dan berita televisi lokal. Warga kala itu dirundung duka, karena seorang anak laki-laki berusia tujuh belas tahun ditemukan tewas di sebuah gang sempit dan gelap di daerah kumuh Hendersonville, tepatnya, dekat dengan lokasi apartemen di mana Regan tinggal.

Lebih tepatnya lagi, insiden yang melibatkan gadis itu.

Regan menekan bekas luka memanjang di dekat lehernya dan meringis. Kalau dia jadi pergi ke pesta dansa Halloween malam ini, dia harus mengenakan gaun yang pastinya mengekspos bekas luka itu. Dan dia tidak akan tahan menerima pandangan dari orang-orang. Memang sudah tidak terasa apapun pada lukanya, namun ingatan akan kejadian itu masih sangat jelas terpatri di kepalanya.

"Maafkan aku."

Regan terlonjak nyaris satu sentimeter dari lantai akibat suara maskulin yang tiba-tiba terdengar di dalam kamarnya. Sesosok cowok kurus berkacamata dan berambut cokelat gelap sudah berdiri tak jauh di belakang Regan.

"Dude!" Regan menyumpah dan berbalik menatap cowok itu, "Sudah berkali-kali kubilang, kasih peringatan sedikit kalau kau mau muncul!"

Cowok itu mengindahkan kata-kata Regan, alih-alih dia terus memperhatikan bekas luka di leher Regan, "Aku benar-benar menyesal soal lukamu."

Setelah menguncir rambutnya, Regan berbalik kembali menghadap cermin seraya mengenakan jaket tudung. Dia mendesah lelah, "Bukan salahmu, Sam."

Samuel tampaknya tak setuju dengan perkataan Regan. Cowok itu duduk di tepi ranjang milik Regan dan menggumam, "Tapi kau jadi tidak bisa pergi ke pesta dansa karenaku."

Regan memutar bola mata. Dia menggabrukkan diri di sebelah Samuel, "Aku sudah bilang padamu dan kupikir kita sama-sama setuju. Kau akhirnya berhasil menemukannya kemarin. Kita akan mengambil benda berhargamu yang hilang itu."

"Ya, tetapi tidak harus malam ini." Samuel mendongak menatap Regan. Gadis itu balas menatap sepasang mata hijau milik Samuel yang mengingatkannya akan rerumputan segar di pagi hari. Walaupun sosok Samuel tampak semuram sifatnya, tidak demikian dengan matanya.

Mata itu hidup. Tak seperti bagian diri cowok itu yang lain.

Regan mendapat firasat bahwa malam ini justru adalah kuncinya. Dia melakukan riset amatir melalui internet, dan kesimpulan yang didapat adalah; tidak ada waktu yang lebih tepat lagi bagi para roh untuk mencapai puncak kekuatannya selain di malam Halloween.

Ya, Samuel adalah cowok tujuh belas tahun yang meninggal akibat insiden tiga minggu lalu itu. Samuel-lah yang menyelamatkan Regan dari para pemuda mabuk di gang sempit itu dan harus kehilangan nyawa karenanya. Sejak insiden itu, roh Samuel terus mengikuti Regan. Dan gadis itu tahu ada sesuatu yang masih perlu dilakukan cowok itu, karena itu dia terjebak bersama Regan di dunia ini. Hal yang belum terselesaikan. Atau begitulah yang sering didengarnya dari film-film.

Karena itu Regan berkeras. Dia akan mempertaruhkan apapun—bahkan pesta dansanya malam ini—untuk membantu Samuel. Regan menjelaskan perihal teorinya kepada Samuel, namun cowok itu tampak pesimis. Dia menunduk menatap telapak tangannya yang membuka-menutup, "Kau pikir hantu bisa menguat?"

Regan tak tahu harus menjawab apa. Maka dia berkata, "Sam. Kau menyelamatkan nyawaku dan sebagai gantinya, nyawamu hilang. Aku nggak paham mengapa kau begitu... mementingkan hura-hura anak SMA ketimbang usahaku membalas budi kepadamu. Jika aku di posisimu, aku pasti akan jadi roh pendendam yang bakal terus menuntut balas atau semacamnya..."

Midnight's Journal Of TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang