Ada gereja tua kecil di perbatasan hutan Whitewoods yang sudah lama kosong.
Gereja putih itu berada agak jauh dari pemukiman, dan di dekat situ terdapat sebuah danau. Danau itu tidak memiliki nama, juga lokasinya tersembunyi di balik kerindangan pepohonan, sehingga keberadaannya nyaris tidak disadari. Hanya warga setempat atau mantan jemaat gereja tersebut yang mengetahui tentang danau itu, itupun hanya sedikit.
Dan di danau itulah, seorang gadis terjatuh.
Sepanjang hidupnya, si gadis pernah satu kali bertanya dalam hati; untuk apa manusia hidup, bila pada akhirnya mereka hanya akan dimatikan?
Memang tidak ada yang istimewa pada dirinya. Rambut sebahu, mata coklat membosankan, kulit pucat, dan penampilan standar. Usianya masih delapan belas. Dia juga bukan pemenang Nobel perdamaian, penyembuh kanker, atau semacamnya yang menunjukkan kontribusi luar biasanya terhadap dunia.
Tetapi, gadis itu selalu yakin dirinya 'cukup pantas', karena dia seringkali mengisi kegiatan dengan hal-hal positif. Seperti pada tiap akhir pekan, dia selalu meluangkan waktu di klub Pecinta Lingkungan dan berkeliling ke beberapa blok di sekitar perumahannya untuk mengumpulkan sampah plastik. Atau ketika tempat penampungan hewan setempat tengah membutuhkan staf pengganti di malam Natal (karena staf aslinya harus dilarikan ke rumah sakit karena kandungannya sudah mencapai bukaan satu), dia dengan sukarela mengajukan diri.
Gadis itu selalu yakin dia sepatutnya berumur panjang dan berharap kematiannya yang tak terelakkan itu akan menjadi sesuatu yang layak dan normal, seperti misalnya sakit tua atau serangan jantung saat renta.
Intinya, dia tidak pernah menyangka hidupnya mungkin akan berakhir pada usia delapan belas di sebuah danau terpencil di tengah hutan Whitewoods, perbukitan yang terletak di belakang kota tinggalnya. Karena kecelakaan yang cukup konyol, bahkan. Di liburan musim panas sebelum kegiatan perkuliahannya dimulai kembali, grup Pecinta Lingkungan setempat sedang melakukan trekking untuk membantu memperbarui pemetaan di dalam hutan demi kepentingan warga. Dan di tengah perjalanan bersama grup itulah, entah mengapa si gadis mendadak merasakan dorongan untuk keluar dari jalan setapak.
Sesuatu menarik perhatiannya.
Keputusan untuk keluar jalur itu berujung pada bukaan hutan dengan sebuah danau besar yang baru pertama kali dia lihat. Rasa penasaran membawanya menaiki dermaga kayu yang mengarah ke tengah danau.
Sesuatu yang tampak seperti pita berwarna kuning-biru mengapung-apung di permukaan danau. Benda itu entah mengapa terlihat begitu tak asing baginya...
Tanpa memperkirakan umur kayu penyusun dermaga itu, si gadis mendapati kakinya terperosok dalam lubang kayu yang lapuk ketika melangkah di atasnya dan membuatnya kehilangan keseimbangan.
Masalahnya, dia tidak bisa berenang.
Maka ketika air danau yang dingin menelan tubuh si gadis tanpa ampun, kepanikannya membuatnya membeku.
Dia tak mampu bergerak. Seluruh saraf di tubuhnya seperti tak merespon alarm bahaya yang meraung-raung dari otaknya. Dia tak dapat berteriak. Tak ada suara, gelembung-gelembung besar keluar dari mulutnya sebagai gantinya. Tenggorokan dan kerongkongannya dipenuhi air yang beraroma tanah dan lumpur, mengalir masuk dari mulut dan hidungnya. Telinganya tak dapat mendengar apapun.
Hening.
Gelap.
Dingin.
Gadis itu terbenam semakin dalam. Satu-satunya yang masih dapat diandalkannya hanyalah penglihatan. Pemandangan langit mendung yang menembus permukaan danau itupun perlahan menjauh seiring dengan jatuh tubuhnya. Dia semakin tenggelam ke dasar danau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight's Journal Of Tales
FantasySebuah jurnal berisi koleksi kisah roman-fantasi milik Midnight. Yang mana kisahmu? [Collection of Short Stories, Fantasy-Romance]