Tidak pernah ada cukup debu bintang untuk kapal ini!
Gianna teringat perkataan menyemangati dari Sang Kapten tempo hari.
Gadis itu mengikat rambut hitamnya menjadi kuncir kuda dan menghembuskan napas kesal ke arah sebuah mesin pembakaran di hadapannya. Sepasang mata biru lautnya berkilau tertimpa cahaya api yang berkeretak lesu. Dia berdiri di tengah ruangan pembakaran yang nyaris gelap, mencari-cari. Kemudian dia mendelik gusar ke arah kumpulan pekerja Stormclaws yang sedang duduk dalam lingkaran, riuh dan mabuk, tawa berderai-derai memenuhi seluruh kabin bawah kapal.
Sudah hampir setahun lamanya Gianna bekerja di Stormclaws—yang dikepalai oleh Kapten Winston Carstairs. Jika dilihat dari bentuknya, itu adalah sebuah kapal laut lengkap dengan tiang-tiang kayu tinggi, layar, serta memiliki ciri khas berupa ukiran besar berbentuk kaki dan cakar elang pada haluannya.
Namun Stormclaws bukanlah kapal biasa. Kapal itu beroperasi dan mengudara sepenuhnya di langit, berkelana setiap malam-malam cerah untuk mengumpulkan debu bintang.
Prinsipnya sederhana, para awak kapal hanya perlu menembak bintang dalam jarak dekat, lalu menjaringnya ke atas geladak sebelum bintang itu menghitam dan melebur sepenuhnya menjadi debu. Mengingat debu bintang terkenal sebagai bahan pembuat senjata terkuat bila ditempa dengan bantuan sihir khusus, dan juga dipercaya dapat menyembuhkan penyakit berat, pekerjaan di kapal pemburu bintang lumayan menghasilkan. Apalagi bila debu berasal dari bintang yang jatuh yang langka, harganya bisa tiga kali lipat.
Masalahnya, selama setahun ini belum pernah Gianna menghadapi malam yang begitu menyedihkan seperti sekarang. Belum ada satupun bintang yang terlihat maupun tertangkap, dan itu boleh jadi akibat mereka kekurangan bahan bakar, menyebabkan kapal berjalan tidak lebih cepat dari siput di atas kerikil.
"Adakah yang bisa menjelaskan mengapa sedikit sekali blackwood di dalam sini?" Gianna berseru kepada rekan-rekannya sambil menunjuk ke arah mesin. Hanya salah satu pekerja yang menyahut.
"OH! Tenanglah, Sayang. Kami hanya meminjamnya sebentar untuk dijadikan kursi." Howell, pria gemuk berjanggut tebal itu menepuk-nepuk kayu sewarna arang di bawah pantatnya dan pekerja-pekerja lainnya terkekeh, "Kami akan memasukkan satu persatu ke tungku sebelum Kapten bangun! Cukup untuk sekedar menjaga kecepatan."
"Ya, tapi tidak untuk menembak." Gianna menggerutu jengkel.
"Daripada kebingungan begitu, Gi... mengapa tidak bergabung saja dan minum-minum dengan kami?" sahut salah satu pekerja lain.
"Yeah, kami tahu Kapten tidak akan marah kalau kau terlibat. Kau satu-satunya kelemahannya!"
Gianna membelalak. Telinganya seolah berasap.
"Oh, sekarang aku yang disudutkan?" ujarnya tak terima, diiringi kekehan para pekerja, "Sudahlah, aku akan cari cadangan di gudang. Tapi aku tidak mau tahu kalau Kapten menangkap basah kalian menempelkan pantat-pantat berlemak itu di atas blackwood-nya yang berharga."
"Omong kosong! Kau lebih berharga!"
Tawa riuh kembali pecah di ruangan itu, membuat Gianna kebakaran. Rasanya mustahil menang adu mulut dengan sekumpulan pekerja kapal yang mabuk dan kelewat senang, maka dia memutuskan mengabaikan saja mereka dan berjalan keluar dari situ menuju gudang.
Keadaan di dalam gudang gelap dan sunyi, sangat kontras dengan kericuhan ruang pembakaran. Gianna berjalan ke salah satu sudut dan mengangkat tutup beberapa kotak kayu tempat blackwood disimpan, hendak membawanya untuk dimasukkan ke tungku sebelum ekor matanya menangkap sesuatu.
"Apa itu?"
Gianna terlonjak kaget ketika mendapati sesuatu itu bergerak di sudut ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight's Journal Of Tales
FantasiSebuah jurnal berisi koleksi kisah roman-fantasi milik Midnight. Yang mana kisahmu? [Collection of Short Stories, Fantasy-Romance]