Sosok itu terbaring dengan posisi tertelungkup di balik semak raspberry di dekat perairan hutan Landgrove, tempat seorang gadis biasa berjalan-jalan pada pagi buta. Tubuh pria itu tak bergerak. Atau tampaknya begitu.
Hutan Landgrove memang dikenal warga desa wilayah Swingate sebagai hutan yang aman karena cukup sering digunakan sebagai rute alternatif antara desa dan pusat kota. Tidak pernah sekalipun terjadi kasus kejahatan, penjarahan, atau pembunuhan. Tetapi bukan berarti tak pernah terjadi keanehan.
Maka, dengan ragu si gadis berjalan mendekati sosok pria itu, tak mampu mengabaikan kekhawatirannya.
"S-Sir?" dia mendekati sosok itu dan berlutut. Gerakannya perlahan dan hati-hati. Setelah meletakkan keranjang yang baru separuh terisi dedaunan, bunga-bungaan, dan rempah-rempah di sebelahnya, jemarinya hendak menyentuh bahu si pria.
Namun gerakannya dihentikan sebuah cengkeraman menyakitkan di pergelangan tangannya.
Gadis itu memekik.
Pria itu rupanya belum mati. Refleksnya begitu cepat hingga nyaris tak manusiawi. Tubuhnya berbalut atasan tunik lengan panjang sewarna gading yang kotor oleh tanah serta robek di beberapa bagian, dipadu celana cokelat dan sepatu bot kulit yang juga sama kotornya.
Gadis itu terlalu syok dan ketakutan, dia terduduk dengan lemas sementara si pria masih mencengkeram pergelangannya dengan kuat, jemarinya kasar dan kapalan.
"S-siapa kau? Apa yang kau inginkan?!" gadis itu tergagap panik.
Mata si pria, mata hitam pekat yang sewarna batu onyx itu menatap si gadis yang ketakutan dengan tajam. Dengan cepat dirinya memindai penampilan si gadis. Rambut cokelat keruh panjang sepunggung yang dikepang satu. Chemise putih sederhana dengan luaran kirtle tanpa lengan berwarna hijau lumut yang dilengkapi ikat pinggang kecil. Dia tampak normal seperti gadis desa pada umumnya. Namun ada sesuatu yang berbeda pada matanya.
Seolah ada kabut tipis yang menutupi iris dan pupil mata gadis itu, membuatnya terlihat abnormal. Dan sesuatu yang ganjil pada arah pandangnya membuat pria itu menarik kesimpulan.
Dia buta?
Tetapi bagaimana dia menemukanku?
Pria itu melonggarkan cengkeraman pada pergelangan tangan gadis itu yang gemetar.
Pergelangan tangan.
Nadi.
Aliran darah.
"Maafkan aku." pria itu menjatuhkan tangan si gadis dan menggeram pelan. Pelipisnya dipenuhi peluh, pandangannya menggelap, inderanya tak terkendali. Kemudian setelah sekuat tenaga berupaya berkonsentrasi, dia bertanya, "Siapa namamu?"
"K-Katherine Everberd. Semuanya memanggilku Kat." gadis itu menjawab, entah kenapa merasakan dorongan untuk tinggal di situ alih-alih melarikan diri dari pria misterius yang saat ini tengah terduduk kepayahan di hadapannya.
"Katherine." pria itu berupaya tersenyum, namun kemudian tersadar bahwa mungkin Kat tidak bisa melihatnya, "Namaku Wendell, dan aku butuh bantuanmu."
"Apa kau terluka? Kau diserang perampok?" tanya Kat khawatir.
"Semacam itu. Aku butuh tempat berlindung..."
"Kita bisa ke pondokku—"
"...dan seekor kelinci. Atau ayam."
"—apa?"
Wendell mendongakkan wajahnya, rahangnya terkatup rapat, "Simpan pertanyaanmu untuk nanti saja, Katherine. Karena matahari sebentar lagi terbit."
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight's Journal Of Tales
FantastikSebuah jurnal berisi koleksi kisah roman-fantasi milik Midnight. Yang mana kisahmu? [Collection of Short Stories, Fantasy-Romance]