Jurnal 7 : God Save The Clock

336 60 44
                                    

"I never worked so hard in my life [as] for Mr. Barry for tomorrow I render all the designs for finishing his bell tower and it is beautiful and I am the whole machinery of the clock."

–Augustus Pugin

***

Rumah Keluarga Barry, 10 Juni 2097 - 07:00 AM

Sebuah kilatan cahaya dengan beragam warna diiringi desingan samar aneh memenuhi salah satu ruang kamar di lantai dua rumah keluarga Barry pagi itu. Ketika cahaya itu memudar, sesosok pemuda berjaket merah sudah berdiri di ujung kaki ranjang seorang gadis yang baru terbangun. Senyuman lebar menghiasi wajah kekanakkan pemuda itu.

"SELAMAT PAGI! AKU REED DARI DIMNESOR-TECH, SIAP MELAYANI ANDA!" serunya lantang.

Dan Hannah Barry menjerit.

***

Reed mengerang pelan, memegangi puncak kepalanya yang nyeri dan sepertinya memar. Dia duduk bersila di lantai kamar berlapis karpet berwarna jingga lembut itu. Di sebelahnya duduk Hannah, si gadis berambut hitam ikal sebahu dan bermata biru yang lima belas menit lalu menjerit panik karena mendapati seorang pemuda asing muncul begitu saja di kaki ranjangnya. Jadi bukan salah Hannah karena telah menimpuk kepala pemuda itu dengan jam alarm.

"Harusnya aku ingat di tahun ini DimTech belum begitu terkenal." erang Reed, merutuk pelan.

Hannah menghela napas jengkel. Dia tahu mengenai Dimnesor-Tech, atau semua orang biasa menyebutnya DimTech. Itu adalah perusahaan yang didirikan oleh sekelompok ilmuan idealis dengan sokongan dana dari para pendukung mereka yang sepertinya memiliki terlalu banyak nominal angka pada buku tabungannya sehingga bingung harus diapakan lagi. DimTech merupakan salah satu pelopor yang terbukti sukses menciptakan mesin waktu, dan mengkomersialkannya untuk publik dalam bentuk 'jasa menjelajah waktu'. Siapa yang berani membayar tinggi dapat melompati waktu bersama agen DimTech.

"Kau seharusnya datang dengan lebih normal. Dari pintu depan. Kami tahu tentang DimTech dan jasa yang mereka tawarkan, tapi tetap saja masih amat jarang mendapati seorang... well, 'staf' mereka muncul mendadak di kamarmu pagi-pagi buta dan mulai teriak-teriak dengan aksen aneh. Jadi jangan salahkan reaksiku." kata gadis itu seraya menawarkan sekantung kentang goreng beku yang baru diambilnya dari kulkas di dapur, "Kompres?"

"Time-Crosser. Pelintas-Waktu. Atau Crosser. Itu aku." Reed meralat istilah 'staf' yang norak itu dan meraih kantung dari Hannah untuk kemudian menempelkannya tepat di memar kepalanya. Rasanya mendingan. "Jadi kau sudah membaca surat dari dirimu enam tahun yang akan datang? Kau-masa-depan menitipkannya padaku."

"Yeah." Hannah menatap kertas yang terlipat di tangannya, alisnya terkernyit. Tulisannya ternyata masih jelek bahkan enam tahun mendatang. "Aku-masa-depan memintaku untuk kembali ke masa lalu dan memastikan kemenangan kakek buyut-buyut-buyutku yang bernama Charles Barry dan... uh, rekannya yang bernama Pugin? Itu aneh banget."

"Augustus Pugin."

"Mengapa aku-masa-depan nggak melakukannya saja sendiri? Mengapa harus menyuruhku?"

Reed mengangkat bahu, "Pastilah karena suatu alasan yang diketahui kau sendiri."

Hannah mengernyit lagi.

"Seorang Crosser dan klien ilegalnya di masa depan (well, masaku) merencanakan suatu kecurangan di masa lalu. Dan di sinilah peran kita, untuk mencegahnya." Reed bangkit, membuat perhatian Hannah jadi teralih padanya.

Untuk ukuran orang dari masa depan, selera berpakaian Reed rupanya sangat kuno. Pemuda itu mengenakan sesuatu yang tampak seperti seragam pilot tahun 1950-an, yaitu setelan terusan penerbang warna cokelat dipadu jaket kulit merah marun dengan beberapa emblem keren yang terjahit di bagian pundak dan sakunya, tas pinggang multifungsi, dan sepatu bot tentara. Di kepalanya bertengger sebuah kacamata goggle besar, yang membuat rambut pirang-nyaris-kuning bergelombangnya tersibak di bagian dahi. Entah kostum ini digunakannya karena keharusan atau hanya demi gaya-gayaan.

Midnight's Journal Of TalesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang