Seseorang itu mendekat dan menoel punggungku yang sedang duduk di atas sofa sambil memegangi kepala dan memejamkan mata.
"Tolong jangan ganggu saya, siapapun itu jangan ganggu saya!"
"Saya masih ingin hidup, saya belum membahagiakan orang tua saya, tolong jangan bunuh saya!"
Aku berteriak padanya. Tetapi, ia malah ketawa terpingkal. Tunggu! Aku kenal suara ini.
"Kak, lagi ngapain sih? ini adek kakak bukan pembunuh kaya yang kakak sebutin tadi"
Ternyata dia adikku jisung, dia terus tertawa melihatku panik ketakutan. Apa motifasinya coba? Unfaedah melakukan hal bodoh itu.
"Lu ngapain dek ngerjain gue?"
"Yaa, sekali-kali lah kak"
"Kurangajar! Belum ngerasasin tinjuan gue"
"Ampun deh kak, maapin adek"
Berakhir kami kejar-kejaran mengelilingi rumah dan kutarik rambut belakangnya hingga ia meringis kesakitan dan meminta ampun padaku. Aku masih tahu batas, dia adikku satu-satunya tidak mungkin ku tonjok muka imutnya itu. Setelah ku jambak sampai puas, aku mengancamnya untuk membelikan martabak rasa keju dan coklat kacang. kalau tidak, aku juga takkan memaafkan kesalahannya. Lumayan kan, memanfaatkan situasi seperti ini. Tolong jangan dicontoh.
Saat aku masih menunggu jisung untuk pergi membeli permintaanku tadi, tiba-tiba ponselku bergetar. Kuraih ponselku yang berada di atas meja, kulihat layar ponsel menyala dan menampakan tulisan yang selama ini kusukai.
Younghoon is calling...
Ternyata dari dia. Ku geser tombol hijau lalu kudekatkan benda pipih hitam panjang itu menempel di telinga sebelah kanan.
"Hallo, huniii"
"Hallo vi, lo lagi apa?"
"Ngga ngapain si, dirumah aja"
"Jalan yukk. Bosen nih"
"Gak ahh.. Mager"
"Lo dirumah sama siapa? Gue kesitu ya"
"Sama jisung tapi dia lagi keluar sebentar. Kesini aja hun"
"Okeyy, lo udah makan belum?"
"Belum.. Kenapa?"
"Mau pesen apa tar gue beliin, sama jisung sekalian"
"Baik bener, kaya biasa aja hun"
"Okeyy. Tunggu 15 menit lagi yang"
"Jijik gue jijik"
Yang di sebrang sana malah ketawa cekikikan, yang disini senyam senyum. Memang, Younghoon kadang lembut, kadang bringas, lebih sering cuek. Tapi kalo teman deketnya atau sahabatnya dilukai oleh orang lain, dia tidak bisa tinggal diam.
Dia punya teman. sehidup semati katanya, namanya Juyeon. Juyeon 11 12 dengan Younghoon. Menurutku lebih kalem Juyeon, lebih manis sedikit daripada Younghoon, dia tidak begitu dekat denganku. Jelas anak futsal, suka basket juga. Aku sering mengintili Younghoon kemana-mana jika diruma tak ada seorangpun. Pernah, bertiga dengan Juyeon. Hasilnya malah kaya tenggelam dalam situasi canggung. Aku benci Younghoon jika ia menjodohkanku dengan Juyeon, katanya sama-sama jutek.
Jujur aku suka pada Juyeon, sebatas mengagumi mungkin. Di waktu sekolah dia terlihat tampan. Potongan rambutnya yang pas dan memperlihatkan dahi putihnya, rambut hitam legam terlihat halus tapi aku belum pernah menyentuhnya. Ohh maaf, siapa aku? Senyumnya manis, sangat jarang tertawa. Tertawa saja jika Younghoon sempat mereceh di depannya. Bibirnya peach tipis, tulang pipinya tegas, bahunya lebar. Para kaum hawa jelas mengaguminya, karna sandarable. Kakinya panjang, seperti Younghoon. Waktu berangkat dengan Younghoon, kita hampir telat tepat bersama Juyeon. Mereka berdua berjalan melewati satu anak tangga dan akhirnya aku yang tertinggal di bawah. Aku dan Younghoon di Ipa 4. Sehingga kita sering berlari jika waktu bel masuk sudah berbunyi. Telat jarang, paling sebulan sekali. Dan itu, Younghoon sebabnya, terlalu banyak alasan sebelum berangkat. Kalau ditolak, dia ngambek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Best Part ; JUYEON
Подростковая литература"Jujuy" "Panggil siapa?" "Ya lo lah, siapa lagi" "Panggil sayang juga boleh" "Jewer nih" Juyeon. Manusia berparas tampan yang memiliki sifat dingin namun hatinya hangat.