Tangis

9.1K 694 5
                                    

_6_

_Ustadz Pribadi_

Menangis bukan berarti lemah, menangis adalah tanda untuk mewakili apapun yang tak bis diungkapkan dan dijelaskan.

Adnil_

       Kami bertiga menyosori rumah sakit bukan dengan tenang, terutama ayah. Dia begitu tergesa ingin cepat sampai, keakhawatirannya membuncah saat menginjakkan kaki di lorong rumah sakit tempat bunda dirawat. Aku dan kak Ano hanya mengikutinya yang langkahnya semakin cepat.

“Syam.. kenapa kau diluar? istrumu yang menjaga didalam?” tanya ayah  yang ingin segera dijawab oleh paman Syam namun dia tak mendapat celah.

       Ayah langsung membuka ruang ICU tanpa manunggu jawaban paman syam.  Aku termangu dengan kak Ano memperhatikan kedua kakak beradik yang tak lagi muda itu.

      Ayah kembali menghadap paman syam setelah membuka pintu namun dia belum memasukinya. Raut wajah semakin mencemaskan tak ada lagi senyum, tak ada lagi kekuatan, hanya kerutan wajahnya yang mulai tampak.

“keamana istriku Syam?” suara ayah panik, kedua tangan ayah menggoncangkan bahu paman Syam agar segera menjawab. Sedang aku kelu, tak bisa berkata apa melihat kecemasan ayah.

“sabar bang, jangan panik, istrimu tak kemana.”

“bagaimana aku tak paniki?, istriku tak ada diruangannya.”

“tenangkan dulu diri abang, istighfar, jangan sampai setan mempengaruhi pikiran abang dan membuat abang berpkikir macam-macam.”

       Akhirnya ayah menurut, dia melepaskan tangannya dari bahu paman Syam, ayah menarik nafas berat dan menghembusnya pelan, terlihat dari bibirnya mengucap istighfar tertunduk. Sepertinya mulai tenang.

“istrimu dipindah ke UGD bang, daya tahan tubuhnya menurun. Nina sedang menemaninya dan dokter sudah menanganinya. Nina menyuruhku tetap disini agar abang tidak kebingungan melihat ruangan kosong.”

“diruang mana istriku Syam?” suaranya melemah dan menekan.

“di UGD unit 4 bang, tak jauh dari sini, terpisah dua kamar setelah tikungan.”

        Tanpa berkata apapun ayah langsung berbalik dan bergeas pergi mencari ruangan yang paman Syam maksud dan paman mengikutinya dengan langkah gontai dan perasaan haru.

“paman,” panggilku mencegah langkah paman yang sudah menjauh beberapa meter meninggalkanku yang termangu. entah apa yang kufikirkan, pikiranku kosong. Paman berhenti dan menatapku penuh iba.

“bunda sakit apa?.”

         Tak ada jawaban, hanya gelengan kepala dari sang paman, hanya sentuhan tangan besar nan kekar dikedua bahuku terasa hangat.

       Tanpa pikir panjang, cairan bening lolos dari kedua sudut mataku, aku tak tahan lagi menahannya. Paman yang melihatnya dihadapannya langsung mendekapku didada bidangnya, membenamkan kepalaku agar menangis dibahunya.

“maafkan paman Tha.., paman gak berhak kasih tahu Agatha. Sabar ya sayang. Tanyakan ayahmu setelah bundamu membaik."

paman melepaskan pelukannya dan mangajakku ke ruangan bunda, sedang kak Ano mengekori dibelakang.

--£--

        Ruangan ini sunyi, hanya ada aku dan ayah. ruangan ini tak boleh dimasuki lebih dari dua orang. Paman Hisyam, tante Nina dan kak Ano menunggu diluar.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang