Setelah Tangis

6.9K 529 19
                                    

bismillahirrohmanirrohim..

alhamdulillah update. 

jangan lupa tanda bintangnya juga komennya kalau kamu mau cerita ini masih update hehe

jangan lupa baca note dibawah ya setelah baca part ini.. :)

_32_

_Ustadz Pribadi_

 "Pegang tanganku kalau kamu lagi butuh kekuatan, bersandarlah dibahuku kalau kamu lagi rapuh, aku tidak akan kemana sampai takdir memisahkan"

Adnil_

Sayup-sayup angin menerpa dari pintu balkon yang sengaja dibuka untuk penerangan. Bukan dingin yang  dirasa dermisku, tapi panas menyeluruh seolah darahku kembali menjalar saat pria yang telah halal untukku meraih tanganku, menarikku perlahan kepinggiran kasur, tujuannya adalah nakas.

     "Kamu belum menyelesaikan tandatangannya," yang kulakukan hanya menatapnya sekilas dan mengangguk patuh.

    Sungguh, yang kurasa ini Kafani yang penuh kelembutan, tapi yang kulihat adalah Ustadz Fadly, dari segi memakai kopyah. Tidak terlihat Kafani disitu, yang biasanya rambut disisir rapi kekiri dan akan tampak tahi lalat diujung kepalanya yang kanan. Ah ya, tahi lalat itu tidak tampak karena tertutup kopyah hitam.

     "Boleh kutanya sesuatu?" Tanyanya saat aku menyodorkan buku kecil nan tipis itu untuk Ia tandatangani. Lagi-lagi aku hanya mengangguk.

    "Kenapa kamu tidak bisa mengenaliku?"  Lanjutnya menandatangani buku yang kuserahkan tadi, tatapannya fokus pada buku kecil ditangannya.

    Kugedikkan bahu, aku berpindah posisi yang awalnya berjongkok menjadikan nakas adalah meja, kini aku duduk dipinggiran kasur menunggunya mengusaikan tugasnya.

      "Awalnya kukira memang Kafani, tapi aku mencoba mengalihkan bahwa ustadz Fadly hanya orang yang sama, diatambah karakter yang jauh berkebalikan, karena saat itu aku benar-benar ingin melupakan Kafani. pesantren adalah pelarian, tujuan awal bukan belajar."

     "Dan kamu lupa nama panjangku?" Tanyanya lagi, berdiri menghadapku. Aku mengangguk pelan. "Kita lanjut nanti malam obrolannya, sekarang aku ingin berdoa sambil menyentuh ubun-ubunmu. Boleh?" Kugerakkan kepala dengan satu gerakan lalu menunduk gugup.

      Pasalnya ini berbeda dari yang kurasakan saat pacaran dulu. Biasanya Kafani hanya menyentuh mukaku saat belepotan makan es krim dan merasa dejavu, tapi ini? Dia memanjatkan doa atas diriku yang kuaminkan, menyentuh ubun-ubunku yang tak lagi berbuah dosa justru berbuah pahala, bagiku ini lebih dari sekedar dejavu , ini bukan lagi perihal jantung yang bekerja abnormal, ini seperti waktu berhenti, menghentikan peredaran darah juga kerja jantungku. ah, lebay. tapi itu adanya.

    Usai melantunkan doa, tangannya berpindah kepipi bergetar, sangat kentara ditambah tangam sebelahnya. Kedua tangannya kini menangkup mukaku, menunduk perlahan dan meraih keningku untuk sejajar dengan bibirnya.

Sedetik, dua detik, tiga detik. Kurasakan hangat menjalar diseluaruh aliran darahku. Untuk pertama kalinya, yang tadi seolah terhenti, kini seolah aku disirami berbagai rasa bahagia, untuk pertama kalinya juga laki-laki selain ayah mengecup keningku. sebelumnya, meski aku pernah pacarana dengan pria yang telah menjadi imamku ini, dia tidak pernah bertindak berlebihan. saat aku tanya, karena dia menghormati perempuan.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang