Madrosatul Ula

6.5K 505 1
                                    

_16_

_Ustad Pribadi_

eits, hari ini jumat lhoo..

sudah baca Alkahfi belum?...

kalau belum, baca dulu al-kahfinya baru baca ini.

happy reading_

"oh iyya, lupa belum move on dari mantan. Iyya kan?"

"mantan?"

"jangan pura-pura lupa deh lo kalo punya mantan. Lo belum bisa lupain Kafani kan?"

"aish.. udah lupa kali Ra, jangan diungkit lagi"

"iyya-iyya maaf," sesal Rara.

              sumpah demi apapun, aku sudah tidak lagi memikirkan Kafani. Apalagi mengharapkannya. Ustadah Kalila bilang, kalau dia laki-laki baik, dia tidak akan mengajakmu pacaran, tapi akan mengajakmu ke plaminan.

Sungguh aku bersyukur atas peringatan yang Allah turunkan kepdaku. Aku jadi mengerti bahwa Kafani bukanlah pria yang baik. Benar kata ustad Fadly bahwa kepergian Kafani bukanlah akhir dari segalanya, melainkan Allah akan menunjukkan yang lebih baik darinya. Semoa saja Allah benar-benar memberiku sosok yang lebih baik dari Kafani.

Ustad Fadly, lagi-lagi dia. kenapa kata-katanya yang selalu menjadi patokan selain ustadah Kalila? Kenapa juga ustad Fadly yang selalu menjadi penengah antara pikiran-pikiran absurdku, tak jarang juga ustad Fadly yang membuat pikiranku absurd, ustad Fadly juga yang kadang bikin aku senyum-senyum tidak jelas. Astahfirullah, bukankah uastad Fadly juga bilang bahwa memikirkan seseorang yang bukan mahram adalah zina fikiran? Maafkan hambaMu ini ya Allah, sungguh hamba tidak bermaksud memikirkannya.

Ustad Fadly juga sih yang salah, tiba-tiba nongol di pikiran.

Drrt.. drt..

Handphonku bergetaar saat kami sudah sampai dkantin dan menempati posisi favorit kami di meja paling pojok. Segera kuraih handphone yang tak henti bordering.

MY FATHER IS CALLINg

"maaf Ra, aku gak jadi makan siang sama kamu, ayah minta aku kekantornya, pengen makan siang bareng aku katanya," pamitku setelah menerima telfon ayah. Ada raut kecewa diwajah Rara, tapi akhirnya dia memahami. Mengangguk kecewa.

Aku berlalu dari hadapan Rara yang mematung setelah penuturanku. Segera kubawa kaki ini melangkah keparkiran dimana mobilku telah bertengger. kegiatan membuka pintu mobil terhenti.

"assalamualaikum Agatha"

"Reza? waalaikum salam."

pria ini benar-benar sudah berubah. lihat saja, biasanya dia ber say hi untuk membuka percakapan. tapi, sekarang sudah menggunakan salam laiknya muslim seutuhnya, bukan KTP.

        Aku bersyukur luka yang kutorehkan tidak berdampak buruk padanya, justru berdampak baik. aku dengar dia sudah berhenti dari hobi merayu para wanita, tidak ada lagi Reza yang suka gonta ganti perempuan untuk digandengnya dan menjadi teman kencannya.

"boleh ngomong sesuatu?" 

"ngomong apa Za? tapi, kita cuma berdua disini. gak baik. bisa kan bilang di chat kalau emang penting?"

"oh, kholwat ya?  iyya maaf aku lupa." jelas dia sudah paham apa itu kholwat karena aku pernah bertemu dengannya dimasjid dekat kampus saat kajian betema kholwat. aku yakin dia pasti mengikuti kajian itu, semoga saja dia akan lebih sering mengikuti kajian.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang