Ungkapan Rasa

8K 546 6
                                    

_13_

_Ustadz Pribadi_

"Siapa sih si ibrahim itu Tha..?" tanya Rara saat kami pulang membelah jalan.

"Masih ingat kafani kan?" Rara mengangguk pasti. "Dia sepupunya Kafani. Aku kenal dia karena dia yang sering ceramahin Kafani buat berhenti gabung di geng motor."

Rara manggut-manggut tanda mengerti. "Pantes saja cakep."

"Ha? kamu naksir?"

"Nggak sih ... dia terlalu baik buat gue. Emang tadi dia ngomong apaan?"

"Gak ngomong apa-apa, cuma minta kontak."

"Kalo gue liat nih Tha ... kayaknya dari tatapannya dia suka sama lo."

What?, so tahu banget si Rara. kuabaikan ucapan Rara. bergegas keluar saat mobil sudah terparkir dihalaman rumah.

--£--

       Pagi ini aku kembali dihadapkan dengan jadwal yang berbenturan antara kelas semester 3 dan 5. 08.00-09.40. Kedua matkul sama-sama penting, karena mata kuliah khusus. Jadi, aku tak bisa memprioritaskan salah satunya, apalgi terkait absensi. Aku tidak boleh absen lebih 25% dari satu semester. Bisa-bisa aku gak lulus.

       Hhh.. ingin rasanya membagi tubuh ini jadi dua, agar aku bisa mengikuti pelajaran penuh, apalagi jarak kelas yang harus menempuh tangga jika berpindah. Untungnya dosen mata kuliah ini keduanya sama-sama bisa mengerti sehingga aku bisa ikut 50 menit di semester 3 dan 50 menit di semester 5.

         Berada dijurusan Matematika bukan hal buruk bagiku, walau aku memilihnya asal-asalan dan tidak ingin bertemu yang namanya tulis ilmiah, kalimat baku, membuat surat-surat dan sebagainya, menyebalkan. Belajar kepenulisan sangat menyebalkan bagiku, aku harus mengikuti aturan ini dan itu, dan aku tidak suka.

        WOY.. JANGAN NGOMONGIN BIDADARI GUE

      Suara itu terdengar nyaring dideretan bangku belakang. Siapa lagi pria alay dikelas semester 3 ini kalau bukan si Andre.

HUUU...
balas temannya yang dia tegur.

"Jangan ramai." Bentak pak Lana dosen pengajar kali ini yang terhitung baik nan disiplin.

      Ya aku sudah berpindah kelas sejak lima menit yang lalu. Memang terdengar kasak-kusuk dibangku belakang, deretan para pria pemalas, apalagi jikan dosennya membosankan dan kaku. Aku abaikan walau beberapa kali mendengar namaku disebut-sebut pria tukang gosip itu, apalagi adik kelas.

         Kelas selesai tepat di jam 09.30. Aku hendak kekantin untuk menunggu Rara disana, tapi urung saat Andre memanggilku dari ambang pintu. Andre mendekat saat aku menghentikan langkah.

        "Kakak denger nggak sih apa yang mereka omongin?" Kugedikkan bahu tanda tidak tahu dan nggak mau tahu, padahal aku hanya pura-pura tidak tahu.

       "Mereka bilang kakak itu cantik tapi cuek." kutautkan alisku merasa keheranan. Apa benar aku cuek? Perasaan aku hanya berusaha menjadi pendiam saja. "Ya aku gak terima lah kak, makanya aku bentak mereka."

        "Jadi yang kamu maksud bidadari kamu itu aku?" dia mengangguk pasti dan senyum bangga yang mengembang. "Nghayal kamu, mana bisa aku jadi bidadari "

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang