Bunda

8.5K 704 17
                                    

_8_

_Ustadz Pribadi_

Meninggalkan dan ditinggalkan adalah hal yang wajar, yang pergi akan tetap pergi, yang datang akan tetap datang. takdir tuhan tak ada yang mengetahui pasti.

Adnil_

   
       Aku berlari secepat mungkin menerobos lorong rumah sakit saat kak Ano memberi tahuku bahwa bunda sudah siuman. Kulihat paman Syam dan bunda Nina berdiri didepan kamar.  Bunda Nina tersenyum menyambutku. Aku bergegas pamit untuk segera menemui bunda, rindu ini tak terelakkan.

“Mas ....” suara parau bunda menggetarkanku, membuat cairan bening kembali mengalir dipipiku. Ku urangkan untuk menekan knop pintu.

“jaga putri kita mas ....” suara itu lembut nan lemah, aku kaku mendengarnya, aku tak punya kekuatan untuk mendorong pintu lebih lebar lagi, kakiku tak bisa kuangkat.

        Akhirnya aku pilih mematung didepan pintu dengan sedikit celah, mendengarkan percakapan dua orang paruh baya didalam sana. Sesekali senggukan ayah terdengar.

“aku minta maaf mas ... maaf harus membiarkanmu menjaga putri kita seorang diri, hingga ada yang menggantikan tanggung jawabmu untuk menjaganya, memimpinnya, tentunya juga bisa membimbingnya.” Suaranya terbata-bata.

"Stt... kamu bicara apa sih?" Terdengar suara ayah yang bergetar.


         Kakiku tak kuat lagi menopang tubuhku yang kaku, aku tersungkur lemah kelantai putih nan mengkilap.

Apa maksud bunda?

Ruangan didalam senyap, suara sepelan apapun terdengar menggema.

“maaf, Mas.” hhh... suara deru nafas yang seolah berat. ”maaf kalau selama ini Rahma tak berbakti padamu, maaf Rahma tak menjadi istri yang baik untukmu.”

“jangan berkata begitu Rahma,
hiks ...  "
ini pertama kali aku mendengar isakan tangis ayah.

“aku yang minta maaf, maaf tidak membuatmu bahagia selama hidup denganku, aku hanya membebanimu.”

“sstt.. Rahma bahagia, Rahma tak merasa terbebani, Rahma berterimakasih telah mau membimbing Rahma, menjadi imam Rahma. Terimakasih telah membantu menuju jannah-Nya, terimakasih untuk segalanya mas, terimakasih .”

“aku yang berterimakasih Rahma, terimakasih telah menjadi rumahku, tempat aku pulang dan berteduh. hiks...."

“jangan tangisi Rahma mas, ikhlaskan Rahma, mas. Rahma sudah siap dengan ini.  Maaf, sampai disini pengabdian Rahma, izinkan Rahma pergi.”

Brakk..

      Pintu akhirnya kubuka dengan sisa-sisa tenagaku, kak Ano memegang pundakku, begitupun bunda Nina. Aku tidak tahu sejak kapan mereka berada dibelakangku.

“pergi kemana bunda? hiks ...." kugelengkan kepalaku dan berlari memeluk bunda yang terbaring lemah.

Hiks..

       Bunda mengusap kepalaku lembut, “maafkan bunda sayang, bunda tak bisa temani Agath lebih lama lagi," suaranya lemah. Aku semakin mengeratkan pelukanku, aku tidak peduli bunda akan merasa sesak, aku tahu ini pelukan terakhir, mendengar semua percakapan bunda dan ayah seolah pesan-pesan terakhir.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang