Assalamualaikum..
Alhamdulillah bisa update lagi..
Senang nggak bisa update 3 kali sehari?
Huwaa...
Terimakasih kalian udah mau baca dan nunggu cerita ini.Semoga gak bosen ya, nunggu sampai akhir.
Gak ada lagi kan konflik yang berat-berat?
Typo bertebaran, maafkan. Tanpa edit lansung publish saking semangatnya untuk kalian.
Jangan jadi pembaca pasif yaa..
Yang nulis jadi sedih dan gak kenal pembacanya.Selamat membaca.
_38_
_Ustadz Pribadi_
Pagi-pagi sekali aku sudah berperang bersama Bik Nani di dapur, walau sebelumnya Bik Nani melarangku, tapi akhirnya menyerah saat aku bilang sudah biasa.
Ya, aku sudah biasa, bukan princess ayah lagi yang takut lecet, takut cipratan minyak, dan takut yang lainnya.
Setelah semuanya tertata dimeja, aku hendak memanggil papa dan Kafani di ruang tamu yang sedang berbincang. Tapi langkahku terhenti.
"Kapan balik ke turkey?" Tanya papa yang sudah rapi dengan jas hitamnya dan dasi biru tua, sedang Kafani masih setia dengan baju koko dan kopyah hitamnya. Rupanya dia belum berganti pakaian.
Aku masih terdiam di ambang pintu pembatas ruang makan dan ruang tamu. tiba-tiba saja penasran dengan jawaban Kafani yang mimik wajahnya berubah saat papa bertanya demikian.
"Lima hari lagi pa."
Deg.
Suaranya parau, tapi tidak ada rasa empati pada diriku mendengar suaranya, justru aku kesal, karena dia tak memberi tahuku sebenarnya. Bukankah dia bilang setelah wisudaku?
Ah, dia membohongiku.
Aku kecew padamu Kaf.
Aku harus menarik napas kuat-kuat dan menghembuskannya perlahan untuk menetralkan kembali rasa kesalku padanya.
Sebelum melangkah, tarik kedua ujung bibirmu, buatlah mata binar agar terlihat baik-baik saja, Agatha. Oke?
Ah, hatiku tidak sekuat itu.
"Pa, Kaf, yang mau sarapan," kataku tersenyum dusta.
Papa menatapku aneh.
"Loh.. loh.. kok manggilnya Kaf?" Tanya papa sebelum beranjak dari duduknya.
Aku menatap Kafani yang tersenyum menang. Ah dasar aku, melihat senyumnya udah meleleh.
Nggak, nggak. Harus kuat pertahanin buat nyadarin dia sudah salah menyimpan kebohongan sekalipun itu takut membuatku bersedih.
Akhirnya aku menatap papa tersenyum canggung, lalu beralih pada Kafani dengan tersenyum sinis dan berbalik menuju dapur.
Sarapan pagi berlangsung. Tidak ada suara yag keluar dariku, hanya menimpali anggukan jika sekali-kali papa menanyakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Pribadi (End)
Teen FictionNo plagiasi.. allah maha tahu. Allah cemburu jika hambaNya mencintai selainNya melebihi cintanya kepada al-wadud yang maha memberikan cinta itu sendiri. Sepahamku diajari ustadz pribadiku. Agatha Syakila Rank 1# mylife_ 14 juni 2019