Akar Masalah

5.4K 457 9
                                    

bismillah..

assalamualaikum..

masih adakah yang Nunggu?

maaf malem ya.. tadi siang gak sempet nulis.

_28_

_Ustadz Pribadi_

Tempat ini masih sama, banyak badan kekar berseragam kecoklatan kayu berlalu lalang, tampang garangnya menakutkan. Ada beberapa wanita berbadan tegap dengan body perfect, rambut hitam pekat dan pendek, topinya menambah aksen kewibawaannya, sayangnya kelak rambut itu akan dimintai pertanggung jawaban.

Tak ada lagi polisi yang mencegatku saat menelusuri tempat menyakitkan ini bagiku, mereka sudah tahu siapa aku dan untuk apa saking seringnya kemari.

Hh.. aku sampai lupa bagaimana aku membawa mobil dengan kecepatan tinggi karena menghawatirkan ayah. Kutinggalkan Rara yang sedang sidang hari ini dan aku tak mengantarnya, aku hanya berjanji bahwa akan hadir nanti saat sidangnya, mengingat jadwal sidang anak itu terakhir.

Kekhawatiran semakin menjadi-jadi saat pintu yang hendak aku masuki dipenuhi orang yang tak kukenal. Meski kak Ano meminta untuk tak perlu khawatir, aku tetap menghawatirkannya. Bahkan saat ayah sedang menghawatirkanku, justru aku lebih khawatir ketika membuatnya khawatir.

Aku tak bias membayangkan apa yang akan terjadi setelah ini.

"Agatha.." sergah Kak Ano saat aku sampai dipintu ruang yang biasa aku tempati untuk menemui ayah. Benar, tak ada wajah-wajah yang aku kenal kecuali Kak Ano dan ayah.

Tunggu, ada satu pria yang aku kenali lagi, Om Wira. Bukankah itu hal wajar? Dia rekan ayah, mungkin mau menjenguk atau bahkan mau membantu ayah.

Bicara tentang kebebasan ayah, ada satu orang yang pernah memaksa ayah untuk membantunya. Anak muda yang periang dan suka ngegombal, pria yan pernah menghiburku, pria yang sudah kuanggap adik, dan sekarang kata anggap itu tak perlu karena dia benar-benar adikku, walau berbeda ibu.

Yang kutanya sekarang adalah, kemana pria itu? Menghilang begitu saja? Atau bahkan marah pada ayah dan aku? Dengan alasan apa dia marah? Bukankah aku yang seharusnya marah karena ayah menyembunyikannya di belakangku?

Hhh.. sudahlah, anak itu susah ditebak. Aku tak paham sama jalan pikirannya, atau akunya saja yang tak begitu memperhatikan?

"Hey.. kok bengong? Ayo masuk." Nadanya tanpa ekspresi dan itu membuatku takut.

"Kenapa banyak orang kak? Ayah kenapa?"

"Masuklah! Kamu akan tahu setelah masuk dan temui ayah, ayah akan jelaskan kebingunganmu," ucap kak Ano dengan nada serius. Aku menurut dan berjalan pelan menuju tempat ayah berada tepat di meja persegi dikelilingi kursi panjang.

Tidak ada suara riuh disini, hanya keheningan yang membuatku tegang dan semakin khawatir. Istighfar Agatha, bukankah Ustadz Fadly bilang dengan istighfar kita akan mengingat Allah? Lalu pasrahkan semuanya padaNya.

Bismillah.. kupasrahkan pada MU ya Allah..

Aku berjalan menyosori kerumunan orang berjas rapih, menatapku penuh tanda tanya. Ayah duduk berhadapan dengan om Wira, sedang kak Ano mengikutiku dari belakang. Aku tak mengerti ini semua. Ayah memintaku duduk disampingnya, kursi panjang yang muat untuk 3 orang hanya diduduki kami berdua, sedang kak Ano duduk disamping Om Wira.

"Bagaimana kabarmu sayang hmm?" tatapan yang berbeda tak pernah aku lihat dari sorot matanya, pertanyaannya terdengar santai, tapi tidak dengan nadanya, ada percikan ketegangan disitu.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang