Serpihan kenangan

8.5K 573 6
                                    


_10_

_Ustadz Pribadi_

Adnil_


"Astaghfirullahal adzim." lagi-lagi dikagetkan saat kuputar balik berniat menuju tempat mobil diparkirkan.

"Kakak ngagetin aja."

"Kamu kaget?" udah tau nafasku berpacu tak karuan, masih aja ditanya. "Jadi, kamu baca istighfar karena kaget? hahah...." tawanya menyebalkan.

     Aku tak memperdulikannya, biarkan ia tertawa sepuasnya. Kuseret kakiku menuju tempat mobil yang kak Ano parkirkan.

"Kalo istighfar yang pertama juga karena kaget?"

Eh? kok, kak Ano tau sih?

"Kakak dari tadi dibelakangku?" langkahku terhenti tepat dimobil yang diparkirkan.

"Ditanya malah nanya balik. Emang siapa sih yang kamu lihat? kayak lihat hantu aja, pdahal cakep."

"Ishh.., emang kakak tahu siapa yang aku lihat?" kak Ano benar-benar deh, bikin aku gak karuan begini. Jantungku berpacu tak teratur.

       Kak Ano mengacak-acak kepalaku, yang telah duduk di samping kemudi. "tuh kan, ditanya malah nanya balik lagi. Kelihatan banget kamu Tha gerogi. Jadi, penasaran kakak siapa tuh cowok." kerlingan matanya jahil menatapku yang duduk disampingnya.

     Sepertinya kak Ano tak akan berhenti membuatku semakin gerogi. Tapi kok aku gerogi, padahal bukan siapa-siapa, gak penting juga, ngapain juga sih tuh ustadz tiba-tiba ada, kayak hantu.

"Habis ini kita kemana kak?" tanyaku mengalihkan.

"Gak usah mengalihkan deh, jadi udah move on nih sama si anak motor itu?"

"Kak aku pengen beli jajanan cilok deket SMPku deh." Nada sok manja.

"Okedeh kakak ngalah, tapi kamu lucu kalo gerogi."

       Kuabaikan dengan lirikan tajamku. Selanjutnya Kami langsung pulang kerumah karena cilok yang aku mau sebagai pengalihan udah tutup.


--£--
1

minggu kemudian.


     Pagi ini semangatku harus kembali, lupakan masa lalu, lupakan apa yang membuat luka, jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Sepertinya mentari juga mendukungku, mendukung perubahanku, semangatku. Sinarnya yang begitu memukau menghangatkan jiwa yang sedang kedinginan.

      "Agatha berangkat yah, Assalamualaikum," pamitku setelah mencium punggung tangan ayah.

       Kulewati ruang tamu penuh kenangan ini, tentunya dengan bunda. Tak ada lagi punggung tangan wanita yang akan kucium lagi, wanita surgaku, wanita penguatku, wanita sandaranku. Aku tersenyum sendiri mengingatnya.

       Selangkah lagi aku menuju pintu, ah kinci mobil tertinggal. Ayah mengizinkanku bawa mobil sendiri, sudah tak ada kak Ano yang akan mengantarku, yang akan menjahiliku. Ya, rumah ini sudah sepi. Kemarin sore bunda Nin, paman Hisyam dan kak Ano sudah balik.

Ustadz Pribadi (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang