💠Begin💠

153 27 0
                                    

"Aku tak memiliki baju yang cocok sama sekali."

Terlihat Giselle yang sedari tadi asyik mengobrak-abrik lemari bajunya selepas kegiatan berolahraga pagi. Sepertinya ia memang harus mempersiapkan semua ini dari awal. Namun tak satupun pakaian yang sekiranya pantas untuk ia gunakan ke kantor besok. Apalagi perusahaan itu ternama dan terbesar se-Asia. Giselle tak mungkin akan mempermalukan diri sendiri.

"Apa aku harus membeli pakaian saja? Atau paling tidak, aku akan membeli kemeja." gumamnya.
Tiba-tiba Giselle terdiam karena terlintas suatu hal dipikirannya, "Ah, benar sekali. Mengapa tidak terpikir olehku. Astaga, aku sangat bodoh." dengan laju langkahnya yang semakin dipercepat, ia menuju kamar Lenna yang kosong. Dimana ruang tersebut berada tepat di samping kamarnya.

Segera ia buka lemari baju Lenna dan tak jauh berbeda dengan apa yang ia lakukan sebelumnya, menimbulkan keberantakan kamar karena baju-baju yang di lempar oleh Giselle. Namun hasilnya nihil, ternyata Lenna tak meninggalkan satu pun pakaian formal di lemarinya.

"Aku tak habis pikir." Giselle menggerutu dengan wajah masam.

Selama ini Lenna hanya pulang 9 bulan sekali, itupun bila hanya hari-hari libur kerja. Bukan, sebenarnya ajuan cuti dari Lenna sendiri. Namun Lenna selalu beralasan hari libur agar Giselle tak merasa khawatir dengan jadwal padat yang sebenarnya menimpanya.

Kini Giselle pun tampak frustasi. Uangnya pun bahkan tak cukup jika harus membeli makanan, terlebih jika harus membeli pakaian formal untuk perkantoran. Ia menghela nafas kasar dan hampir kehilangan harapan. Saat ia bergerak mundur untuk duduk di ranjang, kakinya serasa menginjak suatu pakaian halus.

Awalnya tak mengira bahwa itu pakaian yang kini sedang ia cari. Setelah ia menunduk, didapatinya sebuah rok mini hitam bermerek yang begitu bagus dan berkualitas. 

"Wah, bukankah ini milik Lenna? Wah, bagus sekali."

Pikir Giselle, mungkin rok itu memang sengaja disimpan oleh Lenna. Karena terlihat sangat mahal dan cantik karena desain yang pas di lekuk pinggang.

"Maafkan aku, Lenna. Aku sedikit mencuri pakaianmu. Hmm, mungkin tidak. Aku pinjam sebentar saja. Suatu saat nanti kau pasti akan tahu."

Giselle sudah memutuskan untuk tidak memberitahu ataupun meminta ijin kepada Lenna. Karena ia ingin mengejutkan Lenna dengan profesi yang akan didapatkannya tak lama lagi.

"Baiklah, aku hanya akan membeli kemeja nanti." gumamnya seraya merapikan kembali baju-baju yang telah berserakan.

*****

"Akhirnya uangku cukup untuk membeli sebuah kemeja cantik ini." setelah mendapatkan apa yang diinginkan, Giselle kembali berjalan ke rumah dan mempersiapkan segalanya untuk besok.

Pagi harinya, ia pun terbangun dengan rasa semangat yang berbeda dari biasanya. Bahkan semalam pun ia tak mampu tidur dengan terlelap hanya karena tak sabar menunggu hari ini. Dengan cekatan ia segera bangkit dan berdandan layaknya sang pegawai kantor. Semalam suntuk ia menyetrika kemeja beserta roknya agar terlihat begitu licin dan rapi tentunya.

"Wah ini sangat cocok dengan badanku." seringkali ia berlenggak-lenggok didepan cermin besar seraya memuji apapun yang ia pakai. Semua itu ia lakukan agar rasa gugupnya berkurang. Mengingat hari ini langkah pertamanya menuju perusahaan besar yang diidam-idamkannya selama ini.

Tetapi kini ada musibah lain yang mendadak mengingatkannya, "Aku lupa bahwa aku tak memiliki sepatu kantor, ah bagaimana ini?". Giselle kembali pening akibat bingung dengan alas kaki yang akan ia pakai. Akhirnya ia hanya pasrah memakai flatshoes yang biasanya ia pakai saat berpergian.

Kemudian ia segera bergegas untuk pergi mencari taksi. Karena letak perusahaan yang terlalu jauh jika untuk berjalan kaki ataupun menaiki roda dua. "Tolong ke alamat ini ya, Pak." Giselle menyodorkan sebuah kartu nama perusahaan kepada sang sopir taksi dimana terdapat alamat lokasi perusahaan yang akan dituju.

"Baiklah." sahut sopir.

Selang 30 menit, mereka pun sampai di sebuah perusahaan besar. Giselle turun dari taksi setelah membayar cukup dalam merogoh sakunya. Bagaimana tidak, jarak jauh yang ditempuh berbanding lurus dengan biaya yang akan dikeluarkannya. Namun Giselle tak terlalu mempermasalahkannya, karena ini memang akan selalu menjadi resiko dari sekarang.

Langkah kakinya kini mulai memasuki kawasan perusahaan yang begitu luas dan mewah. Seolah kedatangannya disambut oleh hembusan angin yang menyibakkan uraian rambutnya yang panjang. Berjalan dengan anggun, dilengkapi fashionnya yang membuatnya percaya diri. Tak lupa, sebuah tas mewah pemberian kakaknya dahulu yang kini sedang menggantung di pundak kanannya.
Begitu takjubnya Giselle dengan pemandangan yang kini berada tepat didepan matanya. Bangunan yang sangat besar bertingkat menjulang tinggi bagai mengoyak langit. Terpampang nama perusahaan 'LOUIS' yang begitu besar di ujung puncak bangunan. Matanya seakan berbinar memandang sebuah bangunan titisan surga itu. Tempat yang selama ini diimpikannya kini menjadi kenyataan. Saat ini pun ia masih belum percaya bahwa ini bukan lagi mimpi.

"Woahh.. Mewah sekali." gumamnya saat perlahan langkah kakinya memasuki ruangan lantai utama.

Seorang security berbadan kekar menghadangnya dengan tiba-tiba ketika ia baru saja membuka pintu.

"Gesekkan kartu nama Anda." ucapnya tegas seraya berjaga dibalik pintu dengan terdapat alat pendeteksi indentitas di sampingnya.

"Maaf, tapi aku bukan pekerja disini. Maksudku, aku masih akan melamar pekerjaan." sahut Giselle dengan gugup.

"Mungkin kau kesini untuk memenuhi panggilan. Bukan untuk melamar." tukas security pria itu lebih mempertegas kalimatnya. Ya, kali ini Giselle baru menyadari. Tidak akan ada pekerja baru yang bisa melamar di perusahaan besar ini. Kemungkinan, perusahaan sendiri yang akan merekrut dan mencari para pekerja baru jika terdapat lowongan maupun kuota tersisa. Jika tidak, mungkin pekerja dari dalam perusahaan yang akan membantu melamarkan pekerja pilihan agar lebih mudah.

"Ah iya, itu maksudku. Bolehkah aku masuk?"

"Serahkan kartu nama perusahaan." selanya.

Giselle pun hanya menurut dan segera mengambil kartu nama yang kemarin diberikan oleh tangan sang CEO.

Selang beberapa detik memeriksa, akhirnya Giselle dipersilahkan masuk. Giselle sempat bertanya dimana ruangan CEO, wanita itu memberitahu bahwa ruangannya berada di lantai 5.

"Baiklah. Terimakasih." ia pun mulai mempercepat langkah demi langkahnya untuk segera ke ruangan CEO dengan tepat waktu.

✴✴✴✴✴✴✴✴

🚨ATTENTION: Follow me for more notifications‼
  💡Vote and Comment
°
°
💠Happy Reading💠

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang