💠Not,but punishment💠

136 24 3
                                    

"Ya, dia adalah sekretaris pribadiku mulai detik ini." potong Arvan untuk segera mengambil keputusan.

"APA?!" Giselle dan wanita itu sontak berteriak kaget secara bersamaan. Hingga menimbulkan keheningan sejenak dan tiba-tiba dikejutkan dengan tawa keras wanita itu.

"Hahahaha. Arvan, aku tak tahu kau begitu lucu. Sejak kapan kau membuat lelucon seperti ini? Hahaha, perutku sakit sekali. Hentikan ini, Arvan." wanita itu seraya memegangi perutnya yang sama sekali tak ada nyeri.

"Katakan saja kau membawanya untukku hanya karena agar bisa menjelaskan padaku. Hahaha.. Arvan, sudah ku bilang aku mempercayaimu melebihi rasa percaya pada diriku sendiri dan masalah pegawai tak berstatus ini, aku bisa mengurusnya nanti. Hahaha.." lanjutnya dengan tertawa keras karena melihat tak ada reaksi sedikitpun dari Arvan.

"Haha.. Kenapa kau tidak tertawa, Arvan?" akhirnya tawa wanita itu mulai berhenti.

Dengan wajahnya yang super dingin dari biasanya, sang CEO pun menyahut, "Aku tak pernah seserius ini."

Giselle yang mulanya hanya menunduk dengan tatapan kosong karena bimbang dengan perasaannya sendiri, akhirnya ia mendongak dan menoleh memandang wajah pria dingin itu.

"Apa? Tolong pecat dia sekarang, Arvan." wanita itu kembali dengan logatnya yang serius.

Giselle kembali terkejut dan sontak menoleh pada wanita itu yang kini sedang memandangnya tak suka.

"Kenapa?" singkat sang CEO.

"Karena dia tidak pantas, Arvan. Kau kira aku tak tahu bahwa dia hanya lulusan Sekolah Menengah Atas? Bagaimana jika para klienmu tahu? Keluargamu tahu? Bahkan seluruh dunia tahu? Kau pasti takkan memiliki tempat untuk bisa menyembunyikan wajahmu." tukas wanita itu menghina Giselle, namun Giselle tak memalingkan wajah sedikitpun dari wanita itu.

"Ini adalah keputusanku. Kau tahu sendiri, tidak ada yang bisa mengubah keputusanku. Tak ada seorang pun." sahut Arvan.

"Meskipun aku? Meskipun aku adalah tunanganmu? Bahkan menjadi istrimu nanti?" wanita itu mulai meninggikan nadanya dihadapan Arvan. Sedangkan Giselle menautkan kedua alisnya karena sedikit terkejut mendengar tutur wanita itu yang berkata bahwa ia adalah tunangan sang CEO.

"Aku tidak peduli." Arvan mulai bangkit dari kursinya dan benar-benar berlalu pergi meninggalkan wanita itu yang sibuk meneriakkan namanya. Giselle pun memilih untuk mengikuti langkah atasannya itu.

"Tunggu, wanita tak berpendidikan." wanita itu sempat menghentikan Giselle. Namun Arvan juga berhenti tepat setelah wanita itu menghadang Giselle. Namun ia tak menoleh sedikitpun dan hanya sedikit menguping.

"Kau datang disaat yang tidak tepat. Mulai sekarang, urusanmu, takdirmu, nasibmu, bahkan hidupmu ada ditanganku. Meskipun kau orang yang baik, aku tak peduli. Kau telah membuat jurang diantara dua ujung jembatan. Jika kau tidak bekerja sebaik mungkin, aku akan membuatmu menyesal karena sudah hidup berdampingan dengan kami." wanita itu mengancam Giselle dengan berbisik tepat di telinganya.

"Cepat, ikutlah denganku." perintah Arvan untuk membuat Giselle segera pergi dari hadapan wanita itu. Lalu Giselle pun menuruti perintah Arvan dan segera keluar dari restoran. Sedangkan wanita itu menghela nafas kasar memandang kedua insan yang telah berlalu.

"Ini adalah tugasmu mulai sekarang." Arvan melempar sebuah kunci mobil yang untungnya ditangkap Giselle dengan cekatan.

"Apa?" Giselle terkejut.

"Kau tidak bisa menyetir?"

"Ten..tentu saja aku bisa. Aku juga sudah memiliki SIM A. Ta..tapi-" Giselle terdengar gugup.

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang