"Hoamm.." Giselle terbangun tepat pukul 6 pagi. Ia segera bangkit dari tempat tidur yang sangat empuk itu dan menuruni tangga.
"Kau sudah bangun?"
Suara gadis yang tak pernah asing baginya itu selalu saja mengejutkannya. Bahkan ini masih terlalu pagi meski hanya untuk mengajak bergurau.
"Hei, sejak kapan kau pulang? Kau bilang tidak akan pulang ke apartemenmu? Assh, kau selalu saja muncul dengan tiba-tiba." tukas Giselle seraya mendekat pada Lenna yang kini tengah menyiapkan sarapan di dapur.
"Kau pikir aku tidak butuh mandi? Lagian aku juga barusaja pulang. Tepatnya, satu jam yang lalu." jelas Lenna.
"Astaga, jangan mau dibodohi oleh bosmu. Pekerja yang baik tidak akan lembur sampai pagi." Giselle menyeruput teh hangat yang berada di atas meja dapur.
"Jaga mulutmu."
"Kenapa? Apa ini masih berada dalam kawasan dilarang menyinggungnya? Atau bagaimana?"
"Makanlah ini dan segera lah mandi. Matahari sudah mulai terlihat. Biasakan jangan terlambat pergi ke kantor." nasehat Lenna yang terdengar begitu dewasa. Umur mereka pun memang selisih satu tahun. Jadi tak heran bila Lenna lebih bersikap bijaksana dibandingkan Giselle. Meskipun wajah Lenna bisa dibilang lebih muda daripada Giselle.
Giselle memandang makanan yang dimasak oleh Lenna. "Kau pulang ke apartemen hanya untuk membuatkanku makanan?"
"Tidak. Sudah ku bilang aku harus pulang karena aku butuh mandi."
"Bukan, bukan itu maksudku. Kau tidak membuat makanan untukmu juga?"
"Tidak." singkat Lenna tanpa alasan lebih lanjut.
Kemudian Lenna menoleh untuk melihat ekspresi yang tak asing lagi tergambar di wajah Giselle. Mengerutkan dahi dan memandang tak yakin dengan hidangan Lenna.
"Kalau kau tak suka, biar aku saja yang memakannya." Lenna hampir mengambil piring yang sudah dihidangkan untuk Giselle. Namun Giselle menahan lengan Lenna, "Aku bahkan belum mencicipi, bagaimana kau bisa berkata aku tak menyukai masakanmu?".
Akhirnya Giselle segera melahap satu suap nasi beserta lauk ikan salmon goreng yang sudah dicincang kecil dan dibumbui pedas.
"Itu karena wajahmu tak melegakan sama sekali." sahut Lenna kembali merapikan alat-alat masak.
"Hm.." Giselle mencoba mencari kata-kata yang pas untuk mengomentari masakan Lenna.
"Ini enak, tapi.. kau mengiris bawang merah ini terlalu besar diantara sausnya. Jadi sedikit tidak sinkron dengan tekstur saus yang kental. Kau juga perlu menambahkan sedikit garam dan kecap. Tapi pedasnya sudah bagus dilidahku. Ku pikir ini adalah masakan terbaik yang pernah kau buat selama hidupku." komentar Giselle yang terdengar seolah menjadi juri makanan saja. Terlalu berbobot dan suka mempermasalahkan hal kecil. Namun Lenna memang sedikit terhibur dengan kalimat terakhir Giselle.
"Bagus jika kau memujiku seperti itu. Aku baru saja mempelajari resep ini pagi hari tadi." jelas Lenna.
"Benarkah? Kau belajar secepat ini? Tapi tumben sekali kau membuatku makanan seperti ini? Kau tidak lelah? Kau kan baru pulang dari kantor. Aku juga tidak masalah jika harus sarapan di kantor ataupun di resto luar."
"Kau ini banyak bicara. Aku tak sanggup menjawabnya." sahut Lenna kesal. "Aku hanya ingin kau kembali merasakan masakanku untuk sekian lama. Ini pertama kalinya semenjak kita beberapa bulan tak bertemu kan?" lanjutnya.
Giselle mulai melahap makanannya dan sedikit menyahut, "Ini juga salahmu karena tidak pernah pulang ke rumah.".
"Ah, mungkin tidak. Aku bisa membuat makanan yang lebih baik daripada ini. Kau yang seharusnya menyesal karena tak bisa memakan hidanganku." lanjut Giselle yang sempat ingin mengakhiri ucapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Secretary
Fanfic[[MYG•PJH]] "Aku akan menemukanmu lagi, seperti takdir." -Arvan Banyak hal misteri dalam kehidupan seorang gadis bernama Giselle yang kini menjadi sekretaris pribadi Arvan. Kemunculan Arvan yang tiba-tiba membuat Giselle penasaran. Bukan hanya itu...