💠A strange Boss💠

129 27 0
                                    

Jika bukan karena Kang Daniel yang begitu terlihat genit, Arvan takkan semudah ini untuk berbicara dengan Giselle. Masih menjadi misteri mengapa kini mood Arvan menjadi buruk. Hingga menyebabkan sedikit masalah pada rapat hari ini.

"Duduklah." perintah dingin Arvan sedingin ruangan CEO yang semakin lama semakin membekukan badan Giselle.

Giselle hanya menurut, meskipun agak tak nyaman berada di ruangan itu. "Apa yang ingin kau bicarakan?" Arvan memulai percakapan serius.

"Sebenarnya aku ingin bertanya.."

"Aku tidak memiliki waktu lama." sela Arvan karena Giselle terdengar ragu untuk segera berbicara.

"Begini, sebenarnya aku tak tahu apa maksudmu menutup rapat hari ini tanpa ada sesi tanya jawab."

"Lantas mengapa?" sahut santai Arvan seraya bersandar dan  memejamkan mata.

Sedangkan Giselle menatapnya dengan tajam. "Maksudku, mungkin aku ada kesalahan saat sedang presentasi tadi."

"Kau sudah tau apa salahmu, tapi masih bertanya?"

"Tapi aku butuh detailnya."

"Untuk apa?"

"Jika kau tak memberitahuku, mungkin saja kesalahan ini akan terus terjadi."

Arvan membelalakkan matanya. "Kau berharap akan terus ditatap oleh pria-pria genit saat presentasi?"

"Apa?" jujur saja Giselle tak mengerti apa yang dikatakan sang CEO.

"Mm-maksudku, apa kau akan terus mengulangi kesalahanmu? Sudah ku bilang kau salah. Meskipun aku tak memberitahu secara detail. Tapi seharusnya mulai sekarang, kau melakukan sesuatu dengan sempurna. Jauhi kesalahan." Arvan bangkit dari kursi empuknya dan berjalan pergi meninggalkan ruangannya.

Di sisi lain, Giselle benar-benar mengerutkan dahinya, "Aneh". Bagaimana tidak? Dengan tiba-tiba saja Pak Arvan membentak dan menuntutnya untuk berperilaku sempurna. Bukankah semua orang tahu, bahwa Giselle hanya manusia biasa. Tanpa tahu kesalahannya, bagaimana ia akan memperbaiki dan melakukan sesuatu dengan sempurna?

Dan kini Giselle dibiarkan sendiri dalam ruangan kulkas itu. Sedikit merinding karena keadaan di sekitarnya memang sangat hening dan sunyi. Apalagi yang ia duduki itu adalah ruangan orang paling terpenting dalam perusahaan. Giselle sempat berpikir, saat-saat pertama kali ia masuk ke dalam ruangan itu. Mungkin tidak sedingin ini, tapi pikirannya mendadak berubah ke suatu tempat. Pertemuan pertama mereka di sebuah resto terbuka itu.
Giselle rasa, ia agak tak asing dengan wajah CEO-nya. Tapi ia sungguh tak ingat apapun lebih dari itu. Tiba-tiba lamunannya terhenti saat seorang wanita masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintu. Giselle pun sontak bangkit dari tempat duduknya dan melihat wanita itu berjalan mendekatinya.

"Kau siapa?" tanya sinis wanita itu dengan tatapan yang begitu tegas.

"Aku Giselle, bagian administrasi." Giselle sedikit membungkuk karena merasa sosok didepannya itu memiliki pangkat yang tinggi di perusahaan ini, karena mungkin itu sebabnya wanita itu tak perlu mengetuk pintu ruangan sang CEO.

Wanita berbalut dress glamour itu memandang paras Giselle dari ujung rambut hingga ujung kaki. "Dimana Arvan?"

Nah, benar saja. Tebakan Giselle sangat tepat. Wanita itu mungkin bahkan jauh lebih penting dibandingkan sang CEO. Karena terdengar frontal menyebut nama Pak Arvan.

"Pak Arvan baru saja keluar dari ruangan ini. Apa kau tidak bertemu dengannya saat diluar?" jawab Giselle.

"Tidak, tapi untuk apa kau masih disini?"

Rasanya Giselle seperti diinterogasi di suatu tempat mengerikan. Dan tempat itu disini, di ruangan kulkas milik CEO. Apalagi suara wanita itu sedikit serak dan penuh tekanan. "Aku baru saja merapikan berkas Pak Arvan yang akan ditandatanganinya nanti."

Astaga, Giselle hingga berbohong untuk hal sekecil itu. Karena ia tak mungkin akan berkata bahwa Pak Arvan meninggalkannya karena sang CEO-nya itu kesal padanya.

"Berani sekali kau berada di ruangan ini?" wanita itu menaikkan alisnya sebelah seraya melipat kedua lengan di depan dada.

Giselle sempat tak mampu berkutik, "Aku baru saja akan keluar, tapi kau datang." tapi ia tetap mampu memberikan alasan yang cukup logis meski mendadak.

"Pergilah, setelah ini kau tidak boleh masuk ruangan ini jika Arvan tidak ada." sentak wanita berambut hitam lurus itu. Giselle pun hanya mengangguk tanda mengerti. Ia beranjak dari tempatnya berdiri dan berlalu menutup pintu.

✴✴✴✴✴✴✴✴

  🚨ATTENTION: Follow me for more notifications‼
   💡Vote and Comment
°
°
💠Happy Reading💠

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang