Lenna berjalan menyusuri lorong dengan membawa setumpuk map merah yang agak berat. Sudah dua hari berlalu ia melihat Giselle berkutat di bangku administrasi, namun keduanya tak memiliki waktu meski hanya untuk bertemu.
"Ini aneh." dua kata yang merangkum segala pertanyaan dalam pikirannya dimana sejak kemarin sedang menjelma. Belum sampai seminggu berlalu, ia ingat benar bahwa perusahaan sudah membatasi kuota pekerja baru. Namun anehnya sang CEO malah merekrut Giselle, seolah tak pernah tahu-menahu tentang pembatasan itu. Padahal semua itu atas kebijakannya sendiri.
"Anehnya lagi, bagaimana bisa perusahaan merekrut Giselle? Giselle kan hanya lulusan SMA. Maksudku, perusahaan ini selalu merekrut dari universitas tinggi negeri. Sedangkan Giselle... Ah, yang benar saja. Ini membingungkan. Tidak mungkin Pak Arvan sendiri yang merekrut Giselle dari jalur pribadi. Argghh.. Memusingkan." gumam Lenna yang seakan berbicara sendiri. Itu adalah kebiasaannya saat berjalan di lorong sepi.
Ketika memasuki jam istirahat sekitar pukul 13.00, Lenna selalu mendengar desas-desus nama Giselle dimana-mana. Tak hanya di ruang kerja, di kantin hingga halaman perusahaan pun banyak mulut yang sedang membicarakan informasi hangat mengenai sahabatnya itu. Bagaimana tidak, Giselle tengah menjadi sorotan perusahaan karena tak banyak yang tahu tentang identitas resmi dirinya.
Perusahaan telah menutupi tingkat kelulusan Giselle. Karena Giselle memang hanya lulusan SMA. Jika tidak demikian, banyak pegawai yang akan mengucilkannya. Sungguh ironi nasib Giselle, baiknya malah dilindungi oleh perusahaan. Bukan perusahaan, sebenarnya adalah sang CEO itu sendiri.Masih menjadi rahasia atau memang tak dipedulikan oleh sang CEO, banyak yang sedang bertanya-tanya dan mengingatkan tentang pembatasan kuota yang ditetapkan. Hal itu yang membuat nama Giselle kini ditetapkan menjadi trending topik nomor satu dalam perusahaan.
Giselle tak pernah mempedulikan semua itu, meski dia tahu segalanya. Ia tetap ramah, pandai bergaul, dan memiliki banyak teman."Lenna?" panggil Giselle saat mereka kembali bertemu di dalam lift.
"Giselle? Tidak kusangka kita bertemu lagi".
"Kita kan bertemu setiap hari." sela Giselle seraya mengambil alih tumpukan map merah yang berada di lengan Lenna.
"Maksudku, akan jarang sekali untuk mengobrol seperti ini. Mulai sekarang kau akan tahu sendiri bagaimana sibuknya diriku." Lenna meregangkan kedua lengannya yang terasa penat dan menegang.
"Iya, sekarang aku tahu. Tapi aku masih tidak paham, sebenarnya apa posisimu?"
"Aku sebagai sekretaris perusahaan." sahut Lenna.
"Aku kira kau punya sedikit waktu untuk menemaniku mengenal perusahaan ini."
"Seandainya saja, Giselle. Bahkan aku tak memiliki waktu meski hanya untuk memejamkan mata."
"Benarkah? Jangan menipuku."
"Untuk apa aku menipumu, dasar" lagi-lagi Lenna menjitak kepala Giselle. Begitulah kebiasannya saat geram kepada sahabatnya itu.
"Hei! Rambutku berantakan!"
"Biar saja. Oh ya, ku dengar kau sudah punya banyak teman. Jadi kau bisa mengenal perusahaan bersama mereka, kan?"
"Ya, begitulah. Tapi kan tak sebaik dirimu."
"Jangan pilih-pilih teman, Giselle."
"Memangnya tak ada bedanya bagimu, kalau aku ada disini atau tidak?"
"Kau ini bicara apa."
"Oh ya, Lenna. Kau tidak seperti yang lain?"
Lenna menautkan kedua alisnya, "Apa maksudmu?".
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Secretary
Fanfiction[[MYG•PJH]] "Aku akan menemukanmu lagi, seperti takdir." -Arvan Banyak hal misteri dalam kehidupan seorang gadis bernama Giselle yang kini menjadi sekretaris pribadi Arvan. Kemunculan Arvan yang tiba-tiba membuat Giselle penasaran. Bukan hanya itu...