Giselle sedikit berlari mengikuti langkah sang CEO dengan hati-hati. Manager tak merasa ada yang mengikutinya dari belakang. Namun mendadak langkah sang CEO terhenti, "Mengapa kau mengikutiku?".
"Apa?" manager kebingungan.
"Aku hanya membantu." Giselle berjalan menghadap Arvan.
Arvan menatapnya dengan sinis, "Aku tidak butuh bantuan siapapun".
"Jangan terlalu percaya diri. Kau pasti akan membutuhkanku." sela Giselle saat Arvan dan manager mencoba berjalan.
Langkahnya pun terhenti kembali, "Apa maumu?" akhirnya sang CEO bersedia mendengarkan Giselle.
Giselle memperlihatkan sebuah flashdisk putih yang berada di antara jemari lentiknya.
"Jangan bercanda." ucap Arvan yang terlihat cemas.
"Hei, kau tak tahu siapa yang akan datang dalam rapat kali ini? Mereka dari perusahaan asing. Jangan main-main!" sang manager membentaknya.
"Aku tak punya banyak waktu." Arvan kembali memimpin jalan untuk menuju ruang rapat. Masih diikuti oleh dua orang yang kini saling melempar pandangan benci.
Security membuka pintu untuk sang CEO dan manager. Namun saat Giselle ikut memasuki ruangan, sang manager menghadang jalan. "Biarkan dia masuk." singkat Arvan sebelum masuk ke ruangan itu.
Mulanya wajah sang CEO cemas dan dingin, namun berubah 180° saat mulai berhadapan dengan puluhan pengusaha asing yang berada di ruangan itu. Tepatnya adalah gedung besar tempat rapat internasional dan kerjasama bisnis. Para pria dan wanita berjas yang ada disana sontak berdiri ketika sang CEO baru saja memasuki gedung, itu merupakan sebuah sikap penghormatan.
Melihat itu Giselle baru mengetahui posisi Arvan yang sebenarnya, yaitu lebih dari sang CEO biasa. Dia adalah sosok pria paling muda yang berjabat menjadi seorang CEO. Diumur 27 masih sangat terlihat muda bukan?
Kedua mata Giselle terbelalak hingga siapapun yang melihatnya pasti mengira matanya akan menggelinding. Mulutnya yang terbuka lebar sebisa mungkin ia tutupi dengan telapak tangan. Gedung yang begitu luas dan lebar dipenuhi oleh orang-orang berwibawa. Seluruhnya memakai jas hitam berdasi. Tak sedikit pula ditemukan para wanita muda yang berjejer diantaranya.
Tangan Giselle bergemetar, apakah sebuah penyesalan ia memaksa masuk dalam gedung terhormat ini?
Kakinya seakan ragu untuk melangkah semakin jauh. Namun ia menyadari, keberadannya disini tidak lebih dari sekedar menggantikan posisi pria tadi. Ia pun meyakinkan diri sendiri untuk siap mewakili perusahaan.Sang CEO, manager dan Giselle menaiki tangga dimana yang kini tengah menjadi sorotan seluruh pasang mata dalam gedung. Satu kata yang terlontar dari mulut Giselle hanyalah 'Wow'. Meskipun ia duduk di pinggir, namun tetap saja berada di tempat yang lebih tinggi dan diperhatikan banyak orang berwibawa adalah suatu kehormatan tersendiri.
Arvan terlihat berbisik kepada manager untuk memberikan informasi. Ternyata itu adalah intruksi yang sebenarnya ditujukan untuk Giselle. Manager menghampiri di tempat Giselle berada, "Buka laptopnya dan pelajari materimu selama 15 menit. Jangan sampai mempermalukan perusahaan kita." ucapnya sinis. Giselle hanya diam dan mendengarkan tanpa berkata apapun.
Giselle mulai membuka laptopnya dan memasang flashdisk berisi file materi yang akan dipresentasikannya. Ia menggigit bibir bawahnya, mungkinkah ia dapat dipercaya kali ini? Tentu ini bukan sesuatu yang cocok untuk main-main. Bahkan ini lebih dari sekedar serius dan profesional.
Ia mulai membaca seluruhnya hingga 15 menit pun berakhir. Ia bahkan tak mendengarkan pembuka basa-basi dari sang CEO. Giselle terlalu serius mempelajari materinya. Hingga pada akhirnya, detik ini ia harus berdiri dan menggantikan posisi CEO disana. Seorang staf wanita membantunya memasang sebuah lavalier microphone¹ dikerahnya. Baru kali ini ia memakai benda seperti itu.
Kini ia berdiri memandang orang-orang yang juga sedang memandangnya. Dirasa sekarang adalah waktunya, Arvan memberi isyarat sebuah anggukan pada Giselle untuk segera memulai presentasi.
Giselle menelan salivanya dan menghela nafas panjang sebelum mulai berbicara.Kau pasti bisa Giselle. Kau tidak mungkin akan mengecewakan orang-orang yang sudah susah payah mempercayaimu. Motivasi hatinya saat ini agar ia dapat melakukannya dengan lancar dan percaya diri.
"Perkenalkan.."
"Hmm" sang CEO berdehem pelan saat Giselle melupakan sesuatu.
Oh iya aku lupa.
"Hello, Everybody. My name is Giselle Athayana. You can call me Giselle. I'm a Presenter. An honor I can stand here to be given a chance to share insights on how to build a good and true infrastructure. Of course you know many more knowing and professionals exceed I am just a prestator. But I will give you a different strategy. All right, so not to take me a lot of time let's just start this presentation." ia mulai memencet remote presenter agar memunculkan slide pada layar besar.
Selang 20 menit, Giselle menyudahi presentasinya yang dinilai cukup bagus oleh semua audiens, tak terkecuali oleh Arvan. Perlahan suara tepuk tangan terdengar riuh saat setelah Giselle mengucapkan terimakasih sebagai penutupan.
Bulir-bulir dari pelupuk matanya kian berjatuhan tanpa disadari. Namun ia tetap bersikukuh untuk menampakkan senyum manisnya. Sedangkan manager dan para officer yang berada disana, melongo tak percaya atas apa yang dilakukan oleh Giselle. Mendapat applause dari seluruh penghuni gedung itu memang terlihat mudah. Namun bukankah mendapat pujian dari sang CEO-lah yang tetap menjadi suatu hal yang begitu sulit? Bahkan tidak mungkin bagi seseorang seperti Arvan.
Giselle melirik keberadaan Arvan, dimana atasannya itu memandang situasi haru ini tanpa ekspresi sedikitpun. Apalagi Giselle memandang semua orang yang mengapresiasi presentasinya, tapi berbeda bagi Arvan. Ia tetap dalam posisi dingin, diam, dan yang ditakutkan oleh Giselle adalah Arvan bukan orang yang normal.
Maksudnya, CEO-nya memang terlihat agak aneh. Bersikap sedingin itu saat kondisi kian riuh seperti ini, bukankah sesuatu yang tidak wajar?
Akhirnya Giselle menepi dari atas panggung berkeramik itu dan duduk berseberangan dengan posisi sang CEO. Arvan pun berdiri dan segera menutup rapat hari ini. Arvan tak mengadakan sesi tanya jawab untuk pertamakalinya sejak ia duduk dibangku CEO. Yang benar saja?
Seluruh peserta rapat pun juga bingung dan penuh tanda tanya dengan apa yang dilakukan Arvan. Terutama sang presenter pengganti hari ini, Giselle. Ia mengerutkan dahinya dan berharap setelah ini Pak Arvan segera menjelaskan apa maksud dari apa yang dilakukannya. Giselle tampak menyalahkan diri sendiri.
✴✴✴✴✴✴✴✴
Dictionary
¹ = mikrofon yang dikaitkan ke dasi atau kerah baju
🚨ATTENTION: Follow me for more notifications‼
💡Vote and Comment❗
°
°
💠Happy Reading💠
KAMU SEDANG MEMBACA
Just a Secretary
Fanfiction[[MYG•PJH]] "Aku akan menemukanmu lagi, seperti takdir." -Arvan Banyak hal misteri dalam kehidupan seorang gadis bernama Giselle yang kini menjadi sekretaris pribadi Arvan. Kemunculan Arvan yang tiba-tiba membuat Giselle penasaran. Bukan hanya itu...