💠State of a Mess💠

128 27 0
                                    

"Astaga, mengapa wajahnya sama dingin seperti Pak Arvan. Jangan-jangan mereka kakak beradik?" gumam Giselle dengan diselingi tawa kecil tanda sedikit meledek.

"Hey, apa yang kau tertawakan?!"
Sontak Giselle terperanjat dan berbalik, ternyata Lenna si usil yang tengah mengagetkannya.

"Dasar kau! Kenap-" hampir saja Giselle melayangkan sebuah jitakan di kepala sahabatnya itu, namun Lenna menepisnya dengan menggenggam pergelangan tangan Giselle. Lalu menariknya untuk berjalan pergi ke sebuah tempat.

"Hey, apa yang kau lakukan? Ini sakit sekali. Kau bisa berbicara denganku nanti, aku masih ada urusan." teriak Giselle yang tak mempedulikan beberapa pegawai kantor kini memperhatikannya. "Justru itu, aku takkan membiarkanmu kabur." sahut Lenna dengan langkahnya yang terburu-buru.

Mereka pun sampai di sebuah cafe yang berada tepat di seberang wilayah perusahaan, Lotus Cafe. Lenna pun mendorong Giselle untuk duduk. "Ahhkk.. Apa kau gila?" cerca Giselle seraya mengusap-usap bagian tangannya yang memerah akibat genggaman Lenna yang terlalu rapat.

"Kau yang gila!" Lenna pun duduk di hadapan Giselle dengan raut wajah yang cemas. "Apa kau jadi presenter hari ini?" Lenna memulai percakapan serius.

"Kau tahu dari mana?" amarah Giselle mereda, namun dibuat bingung dengan pertanyaan sahabatnya itu.

"Astaga, tugasku kesana kemari. Mana mungkin aku tak tahu bagaimana ulahmu, Giselle?!"

"Ya, memang benar aku jadi presenter hari ini. Memangnya kenapa?" tukas tak peduli Giselle.

"Kenapa? Kau bilang kenapa? Astaga, kau tahu itu rapat besar. Rapat orang-orang penting sejagad raya, mereka-.."

"Ya, ya, ya.. Aku tahu itu. Lantas kenapa??" potong Giselle. "Lagian aku melakukan presentasi itu dengan lancar. Lalu apa yang jadi masalah?" lanjutnya.

"Astaga, Giselle. Kau pikir aku tak tahu tadi Pak Arvan tak mengadakan sesi tanya jawab? Aku tahu saat itu Pak Arvan sedang marah, yang jelas itu akan membahayakanmu, Giselle." tutur Lenna.

"Membahayakanku? Memangnya apa hubungannya denganku? Kau tahu apa soal kemarahan Pak Arvan saat rapat tadi?" Giselle menautkan kedua alisnya bersamaan dan sedikit menaikkan nada suaranya.

"Hey, jangan kau pikir aku tak tahu apapun, Giselle. Aku melihatmu di layar LED TV di ruang kedap suara. Dimana presentasi akan dishoot dan ditampilkan pada layar itu untuk memastikan kelancaran saat presentasi. Biasanya pengurus perusahaan yang akan datang dan menyaksikan rapat itu."

"Pria itu.." Giselle mendadak terpikir oleh pria paruhbaya yang sedang duduk lemas dalam ruangan yang dimaksudkan oleh Lenna.

"Aku tahu semuanya berkat pria itu, Giselle. Jadi aku tidak sembarangan menuduhmu menjadi penyebab amarah CEO." jelas Lenna perlahan membuat Giselle mengangguk mengerti. "Aku juga sempat membawanya ke ruangan medis." lanjutnya.

"Syukurlah." mendengar Lenna yang baik hati mengurus pria paruh baya itu, membuat Giselle bersyukur sekaligus terharu.

"Tapi Giselle, posisimu dalam bahaya karena kau mendapat double mistakes hari ini."

"Dua kesalahan?"

"Aku diberitahu Pak Rey, pria yang sedang sakit tadi. Bahwa kau sempat melawan Pak Arvan dengan nada tinggi saat akan pergi presentasi."

"Ya, itu hanya karena ulahnya dengan anak buahnya yang tidak tahu diri itu. Seandainya dia disana untuk menyelesaikan masalah, tapi dia menambah masalah saja. Coba bayangkan, dia duduk di atas meja sambil melihat manager dan Pak Rey bertengkar. Ah, kesal sekali aku melihatnya." Giselle mulai mengeluarkan seluruh amarah yang terpendam dengan berkata cepat.

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang