💠High Heels💠

166 30 1
                                    

Jam 10 malam Giselle membuka pintu apartemen milik Lenna.

"Kau pulang?" Lenna memandang Giselle yang masih melepas alas kakinya di ambang pintu.

"Ya."

"Naik apa?"

Giselle pun melempar sebuah kunci mobil pada Lenna karena malas menjawab. Dengan cekatan, Lenna menangkapnya.

"Wuih, sombong sekali. Aku hanya bertanya, tapi kau langsung memberiku bukti. Haha, ini milik bosmu kan?"

"Tentu saja. Kau pikir aku mampu membeli mobil dari gajiku yang baru bekerja beberapa bulan?" Giselle berjalan menghampiri Lenna di sofa ruang tamu.

"Kakimu kenapa?" mendadak Giselle membuat sahabatnya itu cemas karena melihatnya berjalan pincang.

"Terkilir." singkat Giselle menahan nyeri. Lalu ia menjatuhkan dirinya di samping Lenna.

"Bagaimana bisa?" Lenna memperhatikan wajah Giselle yang kelelahan.

"Aku memakai high heels terlalu tinggi."

"Oh, pantas saja aku cari-cari ternyata kau memakai high heelsku." Lenna menggeleng-gelengkan kepalanya karena tak habis pikir dengan apa yang dilakukan oleh Giselle.

Giselle pun menoleh padanya dan meringis memperlihatkan deretan giginya yang begitu rapi. "Maaf, aku tak meminta ijin padamu. Tapi apa kau tidak rela jika aku meminjamnya? Kau membuatku terjatuh saat memakai hak itu."

"Apa?! Kenapa kau masih mempercayai mitos seperti itu? Aku tidak masalah jika kau pinjam, tapi setidaknya kau bilang padaku. Ku kira hilang, jadi aku sedikit menyumpahi orang yang memakai high heelsku." tukas Lenna sambil terkekeh.

"Jadi kau?! Astaga, jahat sekali. Lagipula aku sungguh terburu-buru saat akan pergi dengan Pak Arvan. Sampai tak memiliki waktu meski hanya untuk meminta ijin padamu." jelas Giselle.

"Kau pergi dengan bosmu? Kemana?" tanya Lenna penasaran.

"Ini privasi." Giselle membuang muka.

"Jadi kau menyembunyikan sesuatu dariku?"

"Tentu saja!"

"Kau ini menganggapku apa? Sampai ingin merahasiakan sesuatu dariku." Lenna mengerucutkan bibirnya seraya melipat kedua lengannya, tanda bahwa ia sedikit marah.

"Yayaya, kau adalah kakakku yang paling ku cintaa." Giselle hampir mengecup pipi Lenna.

Namun Lenna menepisnya dengan sedikit menjauhkan diri dari Giselle karena itu membuatnya jijik, "Apa maksudmu?".

"Haha, aku bercanda. Kau adalah sahabat terbaikku." Giselle tertawa kecil.

"Sebenarnya tadi aku bersama Pak Arvan untuk menghadiri acara makan malam keluarganya." jelas Giselle seraya meminum segelas teh hangat milik Lenna yang tersedia di meja.

"Apa?! Kau bertemu keluarganya?" Lenna begitu terkejut.

"Ya, memangnya kenapa?"

"Astaga, Giselle. Kau tahu, Pak Arvan selama ini menyembunyikan kediaman keluarganya. Dan kau justru diajak kesana?"

"Ya, seperti itulah. Sepertinya keluarganya sangat ingin berkenalan denganku." Giselle percaya diri.

"Hentikan omong kosongmu itu." Lenna mengubah ekspresinya menjadi sangat datar.

"Memang seperti itu! Tapi..belum sempat mencicipi masakan keluarganya, Pak Arvan tiba-tiba pergi. Jadi aku hanya mengikutinya lalu aku terjatuh dan inilah akhirnya, kakiku terkilir." Giselle menunjuk ke arah pergelangan kakinya.

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang