💠Trust💠

149 24 0
                                    

Jam 6.45 tepat Giselle menjemput Arvan di kediamannya. Ia mendapat alamatnya dari sebuah map pribadi milik Arvan yang sempat ia baca saat berada di kantor tadi. Sebuah rumah besar bak istana, bangunan yang menjulang tinggi mengalahkan pucuk menara, serta halaman yang begitu luas dan indah akan warna-warni jenis tumbuhan.

Giselle memarkir mobil Arvan tepat di halaman depan. Kemudian ia melangkah turun dari mobil mewah itu. Hembusan angin mengoyak rambut lurusnya yang kini tengah terombang-ambing. Ia tampak mengenakan dress pendek selutut berwarna cream dan dilengkapi tas cokelat muda yang tergantung di lengan kirinya. Tak biasanya, Giselle secantik ini. Mengingat adanya pertemuan dengan keluarga bosnya, ia sungguh harus dituntut untuk tampil secantik mungkin.

3 menit berlalu, akhirnya Arvan keluar dari mansionnya seraya diikuti oleh dua pria pengawal. Saat ia menyadari seorang supir pribadinya juga mengikutinya, Arvan memberi kode bahwa saat ini ia tak membutuhkan supir.

Giselle yang menunggu di depan mobil pun sontak segera membukakan pintu belakang mobil setelah melihat Arvan menghampirinya.

"Kita akan langsung ke rumah keluargamu, Pak?" Giselle mulai mengoperasikan mobil.

"Ya." singkat Arvan.

°°°°

Sesampainya di halaman rumah keluarga Arvan, Giselle terlihat merapikan dress serta rambutnya. Ia juga melihat Arvan sedang kesulitan untuk mengaitkan kancing kemejanya.

"Butuh bantuan?"

Jika bukan karena tanggung jawabnya sebagai sekretaris pribadi Arvan, ia tak mungkin akan menawarkan hal bodoh itu. Lebih tepatnya, membantu bosnya untuk mengaitkan kancing baju.

"Kau bisa?" tanya Arvan meragukan Giselle. Bukan karena tak yakin dengan bantuannya, namun ragu apakah Giselle sungguh berkenan membantunya dalam hal paling privasi ini?

"Tentu saja." tanpa basa-basi Giselle langsung menghampiri Arvan dan mengambil alih apa yang dilakukannya. Di sela-sela berusaha keras membantu mengaitkan kancing kemeja paling atas, Giselle mencium aroma yang tak asing. Bau parfum ini sama sekali tak berbeda dengan bau yang sempat menempel di telapak tangannya saat berada di kantor tadi.

Giselle juga menyadari bahwa Arvan terlihat tak memakai kaos rangkap dalam. Sehingga baunya benar-benar menyengat dan menyegarkan, karena bercampur bau badan Arvan yang khas alami.

Sekian detik, akhirnya kancing kemeja Arvan terpaut. Giselle pun mulai kembali ke alam sadarnya dan merapikan kemeja Arvan dengan baik.

Arvan mungkin tidak terbiasa berjarak sedekat itu dengan seorang wanita, jadi ia sedikit tak nyaman. Apalagi wanita itu adalah sekretaris pribadinya, Giselle. Namun ia tetap mampu mengontrol dirinya di depan gadis itu.

"Kita masuk sekarang?" tanya Giselle.

Arvan hanya mengangguk dan mulai melangkah memimpin jalan yang diikuti oleh Giselle.

Tak kalah mewah dari mansion bosnya, kali ini ia seperti melihat istana surga yang jatuh di bumi. Bahkan demi bisa ke ruang makan malam pun Giselle dan Arvan harus menaiki lift. Sungguh ini bukan hotel, apartemen atau sejenisnya. Ini hanyalah bangunan titisan surga, hanya itu.

Giselle mencoba mengontrol dirinya untuk tidak terlihat canggung berada dalam mansion mewah itu. Ia pun meyakinkan dirinya sendiri untuk percaya diri dan melakukan tugasnya dengan baik dan benar.

Setelah berada di lantai 3, Arvan menghentikan langkahnya di depan sebuah pintu ruangan. Pintu itu benar-benar terlihat seperti dibuat dari emas ketika memancarkan silaunya. Kedua pengawal yang berjaga di samping pintu itu pun saling memandang ketika melihat keberadaan Arvan. Tentu saja mereka terkejut, karena tak biasanya Arvan bersedia mendatangi rumah keluarganya. Apalagi mereka juga melihat sosok wanita berparas cantik di belakang Arvan.

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang