💠Caught💠

130 26 0
                                    

Saat berada di lantai 3, kakinya tak sanggup lagi melanjutkan langkahnya. Namun ia mendapati banyak orang mengantri di depan 2 lift sekaligus. Akhirnya dengan langkahnya yang berat, ia harus kembali berjalan melewati tangga agar cepat sampai di lantai 2 menyusul pria itu.

Sesampainya di lantai 2, nafas Giselle begitu terengah-engah. Ia menyempatkan waktu untuk duduk sejenak. Selang 3 menit, ia kembali berjalan mencari jejak.

Di kelilinginya seluruh ruangan serta lorong, tak dapat ditemukan seorang pria itu. Namun saat ia berjalan di depan sebuah ruangan kedap suara yang pintunya sedikit terbuka, langkahnya terhenti. Benar saja, ia menemukan pria paruh baya yang ia cari berada di dalam ruangan itu. Namun ia juga mengetahui bahwa di dalam sana tak hanya terdapat pria itu.

Akhirnya ia menguping dari luar, kesempatan yang bagus karena pintunya sedang terbuka sedikit.

"Aku tidak mau tahu. Kau harus tetap presentasi hari ini. 5 menit lagi mereka datang. Jika kau tidak siap, kau bisa mendapat sanksi tegas dari Pak Arvan. Kau tahu itu?!" suara tegas nan keras dari seorang pria lain yang kini sedang memarahi pria yang sedang sakit tadi.

"Tapi pak, saya.. Uhuk--uhuk.. Saya.."

"Jangan jadikan kondisimu sebagai alasan?! Kau hanya tinggal berdiri dan menjelaskan apa susahnya? Sekarang pergilah untuk ganti baju. Dan siapkan file yang kemarin sudah direvisi." sentaknya.
Mendengar semua itu membuat Giselle geram. Tak kuasa lagi menahan sabar, akhirnya Giselle menerobos masuk ruangan itu. Ia semakin terkejut ketika ia juga mendapati Pak Arvan duduk di atas meja. Namun ia tahu, yang ia dengar tadi bukanlah suara sang CEO. Tapi suara manager perusahaan yang kini sedang bersamanya.

Meskipun begitu, Giselle tak peduli dan tak takut sedikitpun untuk meluruskan hal yang menurutnya salah. "Oh, ternyata begini ya cara kerja perusahaan ini." tatapannya seolah menusuk pada keberadaan sang CEO yang kini juga tengah menatapnya dengan sedikit terkejut.
Bagaimanapun juga dalang di balik semua ini pasti Pak Arvan. Karena jika bukan, ia pasti akan menengahi masalah yang menurutnya salah. Namun ia malah terlihat santai duduk di meja seraya melihat kedua pegawainya beradu.

"Hei?! Siapa kau? Tidak sopan sekali kau masuk ke ruangan ini bahkan tanpa mengetuk pintu?!" pria sang manager perusahaan itu mengeraskan suaranya yang ditujukan pada Giselle.

"Maaf, sepertinya aku sedikit kurang ajar. Sebenarnya niatku kemari untuk mengembalikan ponsel ini kepada pemiliknya." jelas Giselle yang sebenarnya tanpa merasa bersalah sedikitpun.

"Oh iya, ponselku." pria yang tengah duduk lemas itu meraba-raba seluruh kantongnya.

"Ya sudah mana? Dan cepat keluarlah. Dasar menganggu saja." cerca manager seraya mengulurkan tangan agar Giselle segera menyerahkan ponsel.

Giselle justru memberikan ponselnya langsung kepada pria yang duduk lemas itu, bukan melalui perantara sang manager. "Sebenarnya aku juga sedang terburu-buru untuk meminta tanda tangan dan stempel dari CEO. Dan karena kebetulan Pak Arvan sedang disini, aku juga tidak bisa segera meninggalkan tempat ini." jelas Giselle terdengar licik.

Manager mulai geram, "Itu bisa diatasi nanti. Kami sedang ada urusan. Kami tidak punya waktu untuk itu. Kau keluarlah sekarang atau aku---".

"Pukul saja aku kalau kau mau. Aku juga memiliki hak untuk bicara dan meluruskan masalah antar pegawai yang sekiranya aku bisa menyelesaikannya. Kalian jangan pernah semena-mena terhadap pegawai kelas bawah sepertiku. Tanpa pegawai seperti kami pun kalian juga tidak mampu mendirikan perusahaan sendiri." Giselle seraya berjalan mendekati sang CEO.

"Kalian juga seharusnya memiliki akal sehat untuk memahami bahwa pegawai sedang tidak enak badan dan harus segera pergi istirahat dan berobat. Setidaknya itulah hal yang wajar dipikirkan manusia, jika kalian masih saja memaksa dengan ego kalian sendiri, maka kalian bukan---"

"CUKUP! Hentikan omong kosongmu yang panjang lebar itu dan pergilah! Jangan pernah ikut campur dalam masalah perusahaan." dorong manager pada pundak Giselle.

"Aku memang tak pantas untuk ikut andil dalam masalah ini, tapi sebagai rasa empatiku terhadap oranglain, apa aku salah menegur kalian? Kita sama-sama manusia kan?" Giselle melangkah mendekati sang CEO dan tak pernah peduli sama sekali dengan manager yang baru saja mendorongnya.
"Hei! Sadarlah kau sedang berbicara dengan siapa?!" manager kembali menengahinya, namun tiba-tiba terdengar suara dering ponsel.

"Ada apa?" sang CEO menyahut dari ponsel yang kini ditempelkan pada telinganya.

"..."

"Baiklah" lalu tak lama ia menutup panggilan itu.

Tanpa basa-basi, Arvan keluar dari ruangan itu. Sedangkan manager hanya memasang wajah bingung dan segera mengikutinya dari belakang.
Giselle meminta flashdisk berisi file kepada pria yang kini masih terduduk lemas di sofa. "Untuk apa?" tanya pria itu.

"Kau bisa percaya padaku." sahut Giselle mantap. Akhirnya pria itu menyerahkan flashdisknya tanpa berpikir panjang. "Terimakasih, Pak. Kau tetaplah beristirahat." ucap Giselle.

"Aku juga berterimakasih padamu." sela pria itu sebelum Giselle pergi menyusul sang CEO. Sempat dibalas senyuman singkat dan anggukan oleh Giselle.

✴✴✴✴✴✴✴✴

  🚨ATTENTION: Follow me for more notifications‼
  💡Vote and Comment
°
°
💠Happy Reading💠

Just a SecretaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang