Untuk Papa, to our old days trying to act as if our fingers were gun and Transjakarta buses were the enemies' truck.
Untuk Papa, to the days when you held me tight because I was a kid who was afraid of heavy storm and noises in the night.
Untuk Papa, to everything you have done to me. To the sacrifices you have made to shape me into the person that I am today.
Thank you very much. I got inspired in writing this after our two hours of crying session because of lalalala. You told me to not be afraid to express myself though my writing. You believed me that good deeds will be repaid with even more good deeds. I love you.***
Enggak nyangka kalau hari ini akan datang juga. Hari terakhir gue di Indonesia sekaligus gue sengaja ngasih performance terakhir gue di Sky Hall hari ini. Pengunjung di hari ini banyak banget sampai gue keringetan parah sangking panasnya. Untung yang punya kebagian duduk di tempat VIP-nya, di meja tengah paling dekat dengan panggung.
Tempat ini menyimpan banyak memori untuk gue. Gue ingat di saat gue harus bekerja di tempat yang berbeda saat masih kuliah. Dari satu tempat ke tempat lain pakai motor gue yang gue jual buat biaya rumah sakit Abang gue dan kadang kena potong gaji karena gue suka kena macet di arah kesananya. Kalau boleh gue bandingin, memang disinilah tempat kerja gue yang paling nyaman.
Pernah sekali gue melihat Pak Keifan datang dan gue telat karena baru kelar kerja. Rasanya malu banget sampai Pak Hadi melototin gue. Gue juga gak enak karena itu bos gue yang paling atas. Sangking paniknya gue sampai pasrah kalau gue dipecat hari itu.
"Siapa nama kamu, yang baru dateng?"
"Zavier.. Pak."
Tau Pak Keifan ngapain? Ia malah tersenyum dan menepuk bahu gue. Layaknya seorang Ayah ke anaknya.
"Kamu yang mahasiswa Teknik Perminyakan itu ya? Hebat kamu. Jangan sering-sering double kerjaan begitu. Kamu nanti capek, istirahat lah kamu kalau capek."
Dari situ, gue sering beberapa kali ngobrol dengan Pak Keifan. Meskipun hanya sepintas dan nggak begitu lama. Obrolannya selalu mendalam dan berarti. Pak Keifan memang adalah sosok yang baik, berwibawa, dan gak pernah sekalipun memperlakukan bawahannya dengan buruk.
"Anak saya baru masuk tahun ini. Akuntansi."
Gue mengangguk pada saat itu sambil memegang nampan, "Oh ya? Keren dong, Pak."
"Awalnya sok-sokan fashion design. Mending Akuntansi, pinter anak saya. Cantik lagi.. Tapi tingkahnya, pusing banget saya."
Pak Keifan menunjukkan isi dompetnya. Gue ngintip dan memang tebal dompetnya. Warna hitam dan udah jelek banget. Gue mengerti sih karena dompet gue juga ancur, hokinya tuh disitu soalnya.
Isi dompet Pak Keifan ada banyak. Ada uang 100,000 yang membuat dompetnya tebal. Ada dua black card, ID card, SIM A & C, dan banyak kartu debit. Tapi yang mau ia tunjukkan bukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Reality [COMPLETED]
RomanceKeisha adalah mahasiswi yang merangkap sebagai pemilik tunggal dari beberapa bisnis besar milik ayahnya yang meninggal tiba-tiba. Sebagai pewaris tunggal, terpaksa Keisha harus menjalani bisnisnya walaupun dibantu oleh kaki-tangan orang tuanya. Zav...